Senin, 19 November 2012

Pejuang Tunggal

Pertama kalinya merasakan benar-benar menjadi pejuang tunggal mengurus rumah dan anak selama beberapa hari... Ternyata tidak ada sulitnya. Sama bahagianya ketika ada suami di rumah. Hanya saja lebih sepi. Tidak terdengar keributan dari aktivitas jerat-jerit lelaki, baik yang kecil maupun yang besar. Menjadi bahagia itu sederhana dan mudah! Hanya perlu menerima kondisi dengan ikhlas. Itu saja.

Tidak terbersit satu pun kekhawatiran ketika suami tak menghubungi selama pergi kemarin (3 hari 4 malam). Maklum! Kenapa? Karena saya tahu persis di negara yang sedang berkembang ini semuanya serba tidak merata, serba timpang. Sektor pendidikan, sektor perekonomian, sektor transportasi, hiburan, listrik, air, sinyal telepon, hingga internet. Lokasi suami nun jauh di ujung Pulau Jawa membuat saya sadar betul sedari awal bahwa komunikasi akan lenyap. Juga tahu persis kerepotan saya menjadi berlipat-lipat dengan banyaknya makhluk yang harus diurus (sepasang kucing+10 hamster+sepasang kura-kura).

Lalu buat apa mengeluh? Lalu buat apa emosi dan membabi buta mengirim sms dan mencoba telp? E-boy seorang saja yang kadang-kadang menanyakan ke mana ayahnya. Tetapi sekali lagi, bila kita maklum dan mengerti maka segala bentuk kerewelan dan ketidak-nyamanan itu terusir dari dalam diri. Begitu juga dengan E-boy. Setiap kali saya tanya "kangen ayah?", selalu jawabnya "kangen, tapi ayah masih kerja, pulangnya masih lama". Bersyukur kepada Allah yang begitu sayangnya kepada saya hingga dititipi anak yang tidak sulit semacam E-boy ^____________^

Sehari-hari saya mewajibkan suami berpamitan yang lengkap kepada E-boy, ke mana-urusan apa-sampai kapan. Mungkin karena kebiasaan inilah yang memudahkan saya ketika peran sebagai pejuang tunggal menghampiri. Baru kali ini juga saya benar-benar sendiri, beruntung gami (grandmom) bisa datang dan menemani kami seharian. Menjadi teman ngobrol dan membantu menghabiskan masakan saya (hihihi...).

Hal unik yang saya temukan adalah pose tidur E-boy terbaru yang diturunkan seratus persen dari ayahnya. Tengok gambar di bawah ini:
Pose tidur semacam ini saya ketahui subuh ketika suami pulang. Kami tertegun sesaat dan kemudian tertawa tertahan. Jangan tanya bagaimana reaksi E-boy ketika menyadari si ayah telah pulang. Yang pasti super heboh dan rame seharian itu. Saya harus menahan diri untuk tidak menguasai ayahnya E-boy seorang diri.

Kalau dirunut ke belakang, memang terjadi perubahan yang sangat signifikan. Kehadiran anak bisa merubah segala hal. Yang berwarna menjadi semakin berpelangi. Sesuatu yang biasa menjadi keajaiban luar biasa. Dan yang pasti di subuh itu saya tahu bahwa kehadiran seorang (atau lebih) anak mempererat ikatan kedua orang tuanya. Faktanya, tangan saya dan tangan suami disatukan dalam pelukan E-boy. Erat! Erat sekali! Seakan Ia tak ingin satu pun pergi dan berlalu dari hidupnya.

0 comments: