Jumat, 13 April 2012

Keseharian di Gubug


Hilir mudik Malang-Lawang-Kebun Teh Sudah menjadi rutinitas. Banyak kegiatan yang bisa dilakukan di gubug. Mulai dari duduk-duduk santai. Memetik lombok/nangka/jambu biji/buah naga merah. Melihat-lihat tukang yang bekerja. Ataupun mendaki ke area kebun teh (lumayan menguras keringat). Sangat tenang dan bebas polusi. Itu dua hal istimewa yang sangat saya sukai. Kemudian suara-suara hewan yang memukau: kicauan burung, suara kodok, kokokan ayam. Simfoni yang begitu memanjakan telinga.

Karena menjadi bangunan satu-satunya yang ada, maka penjaja makanan seperti tukang bakso tidak lewat setiap saat. Hanya ada dua kemungkinan bertemu: saat tukang bakso berangkat ke kebun teh atau ketika tukang bakso pulang. Saat tukang bakso berangkat di pagi hari tentu tak menjadi soal. Lain perkara kalau kita menantikan bakso di sore hari. Kalau beruntung bisa menikmati semangkuk bakso panas yang cepat dingin. Tetapi lebih sering tidak beruntungnya.

Berbicara tentang bakso... Saya masih terkenang suasana makan bakso di suatu siang. Yang menjadi alas duduk saya adalah sebongkah batu besar. Matahari tak terlalu terik. Kabut mulai turun. Tak lupa semilir angin menyapu rambut-rambut saya yang tergerai panjang. Di depan mata terhampar pemandangan kota Malang. Sangat indah. Sebenarnya pemandangan ini jauh lebih indah bila malam hari. Kerlap-kerlip lampu mempesona di antara kelamnya malam di sekitar gubug.

Selalu menyenangkan berada di gubug. Waktu berjalan sangat cepat. Andaikan tidak ada aktivitas kerja di Malang, tinggal di gubug tentu menjadi pilihan pertama untuk memanjakan mata, telinga, dan menenangkan jiwa...

0 comments: