Kamis, 19 April 2012

Sehari di Turen

Sepanjang hari rabu kemarin saya dan E-boy terikut ayah ke Turen. Tepatnya menjaga ujian nasional (UN) di SMK Ma'arif 3. Sebetulnya dari rencana awal, saya dan E-boy diturunkan di depan gang mergosono. Tetapi karena berangkat kesiangan akhirnya tidak sempat berhenti lagi. Suami terus melajukan jeep menuju Turen. Dan memang kami sampai di sekolah tepat jam masuk ruangan. Pk. 07.30 WIB. Pagi kemarin, jam setengah enam, saya dan suami sudah siap. Tetapi menunggu E-boy bangun kok sulit sekali. Berbagai jurus diterapkan. E-boy tetap saja menikmati tidurnya. Hingga akhirnya saya menerapkan mantra ampuh "ya sudah... Erdi di rumah aja sama nenek". E-boy langsung membuka mata, bangun dari tidurnya, sambil berteriak "ikuuut!". Dua puluh menit terlambat dari rencana semula cukup membuat perjalanan semakin lama. Banyak titik padat merayap, terutama di daerah yang ada sekolahnya.

Karena terikut, saya dan E-boy memilih di dalam jeep aja. Takut mengganggu siswa-siswi yang UN. Toh bekal yang saya bawa cukup hingga siang. Tetapi urusan BAB pada batita tidak dapat ditawar. Saya bingung harus bagaimana.. Saya sms suami. Dan terpaksa juga kami memasuki area medan peperangan UN. Hening sekali. Saya hanya bertemu ibu kepala sekolah dan seorang ibu guru yang saya tidak tahu siapa namanya. Peserta UN hanya 16 orang (dari 20 orang) dijaga dua orang guru pengawas ruang. Empat peserta mengundurkan diri dengan alasan sudah menikah, bekerja, dan entah alasan apa lagi. Sampai jam sepuluh pagi,, saya dan E-boy terikat di SMK ini. Beruntung ibu kepala sekolah dan ibu guru tersebut sangat baik, menjamu saya dan E-boy (jadi malu).


Kegiatan saya dan E-boy tidak banyak. Sekedar berjalan-jalan. Mengamati lapangan. Dan mengamati siswa-siswi SD di gedung sebelah (lokasi SD dan SMK hanya dibatasi pagar tipis). Mengamati ulat bulu, capung, bangkai keluwing. Juga mengamati pak tukang yang sedang merenovasi beberapa bagian SMK. E-boy sempat terjatuh dan menangis. Sekali lagi saya bersyukur memiliki anak yang luar biasa baik dan patuh. Menangis sekejap kemudian berhenti saat saya peluk dan saya berbisik "Erdi gak boleh berisik, ada mbak dan mas yang sedang ujian". Saat E-boy mengamati anak-anak SD yang berlarian dan bermain bola, saya melihat mimik muka E-boy yang ajaib. Dengan kata lain, ekspresi wajah yang tidak pernah saya lihat sebelumnya. Seolah-olah E-boy ingin bermain bersama anak-anak itu...


Perbincangan saya dengan ibu guru membuat saya bersyukur karena tidak harus berpisah dengan anak semata wayang. Setiap detil perkembangan dan permasalahan yang muncul pada E-boy bisa saya tangani sendiri. Tak perlu menanggung rindu demi setumpuk rupiah. Tidak perlu tersakiti ketika anak menolak kehadiran kita sebagai seorang ibu kandung. Ibu guru tersebut meninggalkan putrinya (3 tahun 2 bulan) di Madiun, bertemunya tidak tentu. Kadang per-semester, kadang kalau ada golden week. Cerita lain juga membuat saya terkejut. Di jaman semodern ini masih ada aja perjodohan bak siti nurbaya. Tidak tahu siapa yang diceritakan oleh salah satu guru pengawas ruang. Dari mulut ibu guru pengawas ruang tersebut saya mendengar ada seorang perempuan yang tidak tahu kalau akan dinikahkan siri. Yang dia ketahui bahwa pada hari itu dia akan berjumpa atau berkenalan dengan seorang laki-laki. Tapi apa yang terjadi adalah di hari itu dia dinikahkan (secara agama pula)..... Oh Tuhan!!

Pengalaman luar biasa di sebuah SMK. Sayangnya tidak sempat bertemu dengan pak polisi penjaga UN (tugas utamanya adalah menyerahkan soal UN). Kasihan juga harus menjaga dua sekolah sekaligus... Saya jadi bertanya-tanya sendiri seberapa besar dana yang digunakan untuk pelaksanaan UN ini. Belum lagi masa pembuatan soal UN yang cukup rumit. Suami bercerita kepada saya kalau pembuat soal UN harus dikarantina selama 40 hari...

0 comments: