Sabtu, 15 Desember 2012

Anak Pembawa Rezeki

Setiap anak selalu membawa rezekinya masing-masing. Rezeki bukan melulu soal materi. Tetapi juga bisa berupa kebahagiaan dan juga rezeki berupa waktu. Anak itu pembawa kesenangan untuk ayah-bunda nya. Melihat tawa dan tingkah polahnya setiap detik bisa dikatakan rezeki melimpah ruah yang didapatkan dengan gratis. Tak perlu membayar, mencari apalagi mencicil secara kredit. Rezeki secara materi juga sering mampir ke dompet saya. Beberapa kerabat sering memberi uang jajan yang nominalnya lumayan besar. Setiap menerima lembaran uang berwarna merah atau biru selalu saja diberikan kepada saya. Beda lagi kalau yang diberikan pada E-boy itu adalah uang koin. Dengan serta merta akan dimasukkan kantong bajunya sendiri dan kemudian dimasukkan celengan Panda Po yang ada di rumah.

Seperti waktu itu ketika E-boy mendapatkan balon gratis di sebuah supermarket, saya menyebutnya sebagai sebuah rezeki. Bagaimana tidak? E-boy yang ingin balon tapi tidak berani meminta kepada saya dengan tiba-tiba diberi oleh salah seorang SPG. Rezeki berlipat ganda loh ini. Saya tak perlu mengeluarkan uang. Tidak perlu bersusah payah meniup balon. Plus melihat senyum E-boy yang mengembang puas. Alhamdulilah!
wajah yang menawan bukan?
Lain lagi cerita ketika kami berada di sebuah rental DVD di sekitaran Oro-Oro Dowo. Kami memang langganan meminjam film secara paket. Seratus ribu rupiah untuk 30 film dan masih bonus 3 film lagi (total 33 film). Seharusnya sih begitu. Tetapi saat saya mengajak E-boy, tak jarang bonus yang kami dapatkan menjadi berlipat (menjadi 36 film). Belum lagi E-boy juga mendapat film gratis dari pemilik rental DVD. Senang bukan kepayang!

raja cilik di lautan keping DVD
Bukan itu saja. Berbagai pujian untuk E-boy pun menjadi rezeki buat saya. Ketika E-boy bernyanyi lancar dan lantang, tidak penakut/pemalu, juga berani menyapa/tersenyum/bersalaman dengan orang asing, tak jarang E-boy ini dikira sudah sekolah. Bahkan saya pernah mendapatkan terguran yang cukup keras "kok belum disekolahkan sih?". Setelah saya utarakan alasan saya, barulah yang protes tersebut tersadar kalau ternyata umur E-boy ini masih sangat belia. Dikiranya E-boy itu berusia 4-5 tahun. Buat saya dan suami, sekolah belum tentu bisa mengoptimalkan tumbuh kembang seorang anak. Kami malah kuatir tumbuh kembang E-boy yang sekarang menjadi mundur total karena sistem dan cara ajar yang tidak sesuai dengan karakter E-boy. Benar-benar bersyukur diberi titipan seorang anak, sebuah rezeki yang tak ada habis-habisnya. Kalau diurai lebih lebar dan panjang lagi tentu tak bisa diselesaikan dalam semalam suntuk. Alhamdulilah ya Rab!

0 comments: