Minggu, 20 Januari 2013

Gunting dan Pisau: Alat Bermain yang Menyeramkan

Sebenarnya pengalaman ini sudah lama sekali terjadi. Hampir-hampir saya lupakan begitu saja. Semalam saat saya menghabiskan malam minggu dengan suami, kami tanpa sadar membicarakan berita tentang bagaimana sikap anak-anak masa kini yang sudah tidak lagi bisa membedakan mana bahaya dan aman. Berita yang saya baca mengisahkan anak SD yang harus mengalami luka di bagian kepala karena dilempar temannya dengan batu. Yang membuat lebih prihatin lagi, hal tersebut dilakukan bukan saat bermain atau bercanda. Tetapi teman yang melempar batu tersebut berusaha merebut kue yang dimiliki korban juga berniat meminta uang. Pendek kata itu adalah pemalakan.

Setelah percakapan ringan tersebut, ingatan saya melayang ke sebuah kejadian di salah satu supermarket yang biasa kami kunjungi. Saat itu saya berempat. E-boy digandeng neneknya. Sedangkan saya dan suami saling berpegangan tangan mesra (jangan iri yaaa..!). Lalu mata saya tertuju pada seorang balita laki-laki yang kelihatan sangat istimewa (baca: autis/ADHD). Mata saya langsung mengenali sebuah gunting yang ada di genggaman tangannya. Pada saat itu juga suami membisikkan "eh perhatikan anak itu, kayaknya bahaya". Kami pun berjalan di depan E-boy dan neneknya membentuk sebuah barikade kecil. Balita itu sendirian saja! Tak terlihat ayah ataupun ibunya.

Mata saya tak lepas sedikit pun pada gunting yang dibawa balita tersebut. Karena cara membawanya begitu menyeramkan!! Dihujam-hujamkan ke udara. Dipukul-pukulkan ke barang-barang yang ada di depannya. Tak seberapa lama si gunting terbanting dari tangannya. Si balita pun berlari entah ke mana. Segera saya melepaskan gandengan tangan saya dari suami dan mengambil gunting tersebut. Saya bawa ke bagian informasi sambil menegaskan bahwa gunting tidak boleh sampai terambil oleh anak kecil. Gunting itu bukan gunting baru. Mungkin ada yang melupakannya tergeletak di suatu tempat dan ditemukan oleh anak istimewa tadi. Sungguh menyeramkan kalau gunting tersebut sampai terkena atau melukai anak kita....

Ternyata ingatan saya melayang lebih jauh lagi ke masa silam. Masa-masa E-boy masih sekitar 1,5-2 tahun. Kami sedang berada di pasar tradisional. Memang bukan menjadi kebiasaan kami ke pasar tradisional. Banyak hal yang tidak cocok di sana. Salah satunya adalah apa yang saya lihat di hari itu. Suasana pasar agak sepi. Kami sengaja mendatangi pasar agak siang. Sengaja mencari sepinya sih sebenarnya. Dan saya sangat terhenyak dengan pemandangan luar biasa di depan saya!! Teramat sangat!! Ada tiga anak yang berlarian di antara meja-meja kosong tanpa dagangan. Di antara mereka ada seorang nenek penjual daging sapi. Satu dari anak-anak tersebut memegang pisau berukuran kecil. Di salah satu ujung meja bertengger pisau daging dengan manis. Tentu ukurannya bukan main-main. Sangat besar. Namanya saja pisau daging.

Ketiga anak tersebut berlarian, berlompatan di jajaran meja-meja kosong. Sang nenek terdiam saja tidak peduli. Mungkin sudah capek. Atau memang membiarkan. Entahlah... Yang satu mengacungkan pisau kecil, yang lainnya berlarian. Mungkin pisau daging itu hanya bertengger manis. Atau ikut dijadikan alat bermain. Lagi-lagi... Entahlah... Yang jelas saya segera menyingkir dari lokasi tersebut. Tidak tahu bagaimana kelanjutannya. Saya lebih baik mengamankan E-boy dulu daripada mengurusi anak atau cucu orang lain. Belum tentu juga saya mendapatkan ucapan terima kasih. Cacian dan celaan bisa menjadi hadiah saya... Pengalaman-pengalaman kecil ini mengajarkan saya untuk menekankan mana-mana yang bisa dijadikan alat bermain dan mana yang tidak pada E-boy. Beruntungnya E-boy sangat patuh. Tidak pernah memainkan hal-hal yang bisa mencelakakan dan menimbulkan musibah.

Jumat, 11 Januari 2013

E-KTP dalam Genggaman

Hampir satu tahun sejak tulisan Goda Gado Antri E-KTP saya buat, akhirnya kemarin saya menerima E-KTP melalui surat pemberitahuan RT. Tidak perlu jauh-jauh mengambil ke kantor kecamatan. Tinggal bertamu saja ke rumah Pak RT dan beralih lah E-KTP tersebut ke dalam genggaman saya. Sangat lambat proses peralihan dari KTP biasa ke E-KTP ini! Berapa banyak perubahan yang bisa terjadi dalam setahun?? Yang bujang menjadi berkeluarga. Yang hidup bisa meninggal. Perubahan keyakinan. Dan lainnya. Belum lagi yang hobi pindah alamat rumah seperti kami :D


difoto dan diedit dengan sangat cepat

Tidak ada yang istimewa dari E-KTP dalam genggaman ini. Biasa saja. Lebih lentur dari kartu ATM. Bayangan saya dulu yang super canggih tinggallah banyangan. Mengubah segalah hal yang menyangkut identitas diri di mana saja, kapan saja, tanpa perlu mencari tanda tangan dari: RT, RW, kelurahan, kecamatan tinggallah mimpi... Hanya satu yang jadi keuntungan buat saya, yaitu tidak usah repot-repot meminta tanda tangan ini-itu saat KTP mati. Setahun belakangan kalau ditanya pihak bank atau ada keperluan apa gitu yang berkaitan dengan KTP tinggal beralasan "saya masih menunggu E-KTP jadi" he he he....

Kamis, 03 Januari 2013

Penyelamat Hebat

Pada akhirnya seorang istri dan juga seorang ibu dituntut untuk lebih mandiri. Lebih perkasa dengan ke-feminim-an yang ada. Berlibur tanpa suami?? Baru saya alami lho (kisah lengkapnya di Liburan Tahun Baru). Saya pergi ke kebun teh untuk berenang. Tentu perginya tidak berdua saja dengan E-boy. Saya bersama tante dan ibuk plus beberapa adik sepupu. Selisih usia saya dengan adik-adik sepupu sangat jauh. Mencapai dua puluhan tahun.

Saat berenang, semua adik dan E-boy masuk ke kolam renang. Mungkin hanya saya seorang yang nyemplung di kolam renang anak-anak. Tapi tenang....., penjaganya tidak menyadari kalau saya ini sudah cukup tua. Saya pun bisa menemani anak-anak dengan sangat leluasa. Ada wahana di dalam kolam renang anak-anak. Perosotan menjadi primadona. Oia, tiket masuknya murah meriah. Hanya delapan ribu rupiah saja per orang.

Kami tidak pulang begitu saja setelah berenang. Di area kebun teh yang lain banyak sekali tersedia permainan buat anak-anak. Ada ayunan dan lain sebagainya. Anak-anak berpencar ke mana-mana. Saya mengikuti E-boy karena memang usianya yang paling kecil. Agak jauh saya terpisah dengan yang lainnya. Hingga tanpa sepengetahuan saya, ada tiga orang pemuda yang mendekat. Saya sadar ketika salah satu dari mereka mulai berjarak dua meter dari saya. Kemudian kedua kawannya mengarahkan kamera ke saya.

Cukup ngeri sebenarnya. Penampakan mereka jauh dari kesan berpendidikan. Boleh dikatakan sebagai preman. Kulit coklat kehitaman. Dandanan tidak rapi. Kucel di sana-sini. Rambut gondrong dicat warna-warni terang. Bertopi miring. E-boy dengan lugas berteriak "buunddddaaaaaaa" dan berusaha menggapai badan saya. Kemudian memeluk saya santun dari belakang. Dan pemuda-pemuda itu pun segera berlari menjauh sambil menggerutu "tibake emak-emak" (ternyata mama-mama).

Waaah saya jadi tenang. Setelah kejadian itu, saya berusaha menjaga E-boy untuk tetap ada di rombongan. Tidak berpencar ke tempat yang agak sepi atau terpencil lagi. Ajaib ya.. anak kita yang semestinya diberikan perlindungan ternyata bisa menjadi penyelamat hebat buat ibunya. Benar-benar bersyukur. Dan ini menjadi pelajaran yang sangat berharga. Wahai wanita, apa pun statusmu, berhati-hatilah... Di luar sana sangat banyak lelaki jahat. Yang bisa membuatmu celaka dunia akhirat.

Rabu, 02 Januari 2013

Berantem

Sudah jadi kebiasaan kalau saya dan suami sering silang pendapat. Bisa ramai lah rumah kami. Kadang dengan intensitas rendah, kadang dengan intensitas sedang, atau bisa juga dengan intensitas tinggi. Saya tidak tahu kami sedang di intensitas mana ketika E-boy tiba-tiba memecah argumentasi kami dengan satu kata sederhana yang diulang dua kali. Karenanya sampai detik ini saya jadi lupa kami ini sedang memperdebatkan apa waktu itu. Mau tahu kata ajaib E-boy?

Kami sedang berdiri berhadapan dengan jarak tidak seberapa jauh. Ekspresi wajah sih biasa saja. Harap dimaklumi namanya saja hanya berdebat bukan bertengkar (gak ada yang perlu dibawa serius). Di suatu titik waktu, E-boy nyeletuk "berantem! berantem!". E-boy mengucapkan kata itu sambil berjalan di antara kami kemudian mengitari ayahnya. Kembali berjalan di antara kami kemudian mengitari saya. Kami yang sedang adu argumen sempat berhenti berkata-kata, saling berpandangan. Dan akhirnya tertawa sambil mengikuti ke mana langkah kaki mungil si E-boy seraya termangu-mangu takjub.

Ternyata anak seupil ini sudah bisa jadi penengah. Meski dengan cara sederhana tetapi tepat sasaran. Mungkin ketika lebih besar lagi, baik usia dan fisiknya, pasti ia akan lebih banyak punya trik untuk mendamaikan dan mempererat ikatan ayah-bunda nya. Tak ada seorang anak pun di dunia ini yang mau kehilangan kasih sayang kedua orang tuanya. Waktu boleh hilang darinya, kebersamaan bisa jadi sangat terbatas. Tetapi dari mata jernihnya, kita tak akan sanggup jauh darinya. Me-nyata-kan cinta. Me-wujud-kan pengharapan. Percayalah!