Kamis, 28 Juni 2012

Lega dan Bisa Senyum Lebar Lagi

Tidak pernah terbayangkan saya akan mengelola uang puluhan juta rupiah dalam kurun waktu singkat. Sayangnya rupiah tersebut bukan milik pribadi. Itu adalah dana dari dua penelitian yang memang harus dikerjakan suami dalam waktu bersamaan. Yang bisa saya lakukan hanyalah hal-hal kecil semacam memberi ide dan menyumbangkan saran dalam membuat jadwal kerja plus mengelola uangnya. Semua berjalan baik-baik saja di awal. Dan untungnya saya ini rajin sekali mencatat hal-hal kecil di sebuah notes. Juga rajin meminta nota dan menyimpannya. Saya merasa santaiiiii... Meremehkan juga sih sebenarnya "ah semuanya oke kok, kan sudah ada catatannya".

yang berhasil dikoreksi, tasnya sampai sobek
Kenyataannya tidak demikian Kawan, saya yang lemah di pelajaran akuntansi ini akhirnya harus melelehkan air mata serta pusing tujuh belas keliling (7 keliling saja tidak cukup!!). Seminggu yang lalu ketika saya mulai mencocokkan uang yang tersisa dengan nota-nota, saya kelabakan. Jumlahnya tidak sesuai. Uang tunai di tangan saya berlebih dari penjumlahan seluruh nota yang ada. Suami cuma menimpali santai "lumayan toh, uangnya berlebih,, coba kalau uangnya kurang.. bahaya". Akhirnya demi menenangkan diri sendiri, hati saya berbisik "mungkin uang rumah tangga tidak sengaja tercampur, mungkin ada kembalian yang terselip ke dompet dana penelitian". Tetapi kelebihan dana itu tidak saya ambil serta merta. Saya masukkan ke dalam amplop khusus dengan tulisan status: TIDAK JELAS.

Karena penasaran, saya sempatkan menghitung sekali lagi. Tetap tidak ada perubahan. Uang yang tersisa di amplop khusus tetap tidak tersentuh. Musimnya UAS gini pasti pekerjaan lain berteriak untuk disentuh juga. Dua hari saya dan suami tenggelam dalam lautan kertas. Koreksi lembar jawaban UTS dan UAS. Ruang tamu berantakan. Selain penuh dengan serakan mainan E-boy, lantai juga ditutupi kertas-kertas. Saya bahkan tidak sempat masak. Lalu bagaimana dengan si ganteng E-boy? Gampang saja, sediakan sekotak sajen yang berisi aneka jajanan basah. Buatkan telor arik-arik dan si ganteng tidak mengganggu. Bisa makan sendiri sambil bermain. Kalau mau ke kamar mandi, pasti bertanya dulu "bunda, masih sibuk? Erdi mau pipis/pup". Merasa agak santai, pagi tadi saya iseng membuka kembali semua catatan dana penelitian. Hitung pelan-pelan. Daaaaaaaaaannn misteri selisih dana pun terpecahkan dengan sendirinya. Saya yang memang kurang teliti, ada satu hal yang belum ditambahkan dalam perhitungan. Sekarang suami tinggal menyusun laporan akhirnya secara menyeluruh... Semoga lancar aman terkendali. Amiin.

Senin, 25 Juni 2012

Mengukir Wajah

Pernahkan Anda melihat seseorang tua (baik itu laki-laki maupun perempuan) yang sedap dipandang? Yang dengan sendirinya membuat kita tersenyum tulus? Yang dari wajah renta keriputnya memancarkan aura kebahagiaan yang mampu menyihir kita dalam sebuah kebahagiaan? Lalu diam-diam Anda bergumam "eh nenek itu cantik ya" atau "wooww gantengnya kakek tadi".

Beberapa kali kami berjumpa dengan wajah-wajah renta ganteng/cantik. Dan kami pun lalu membicarakannya. Megagumi ke-bagus-an rupa tersebut. Menjadi iri. Lalu bercita-cita akan memiliki wajah yang menyenangkan itu. Kelak ketika kami telah renta (tentu jika mempunyai umur yang panjang). Mungkin Anda-Anda semua menjadi bertanya-tanya seperti apa sih wajah tua sedap dipandang yang saya maksud di atas... Sejujurnya saya belum menemukan gambaran yang tepat di internet. Juga sayangnya saya tidak sempat memotret orang renta yang pernah kami temui itu. Kira-kira seperti Mahatma Gandhi. Coba cari saja gambarnya di internet maka Anda akan menemukan wajah damai yang selalu tersenyum. Sungguh teduh menatap wajah Mahatma Gandhi itu. Dan tanpa sadar kita pun akan ikut tersenyum.

Tidak hanya kayu yang bisa dibentuk. Tidak hanya batu yang bisa dipahat. Wajah kita pun bisa diukir. Mengukirnya sepanjang hayat. Wajah yang bagus hanya bisa terukir oleh hal-hal bagus. Dengan sikap-sikap positif. Dengan senyum sebanyak-banyaknya. Tidak memusuhi orang. Berhenti bergosip. Mencintai dan mengasihi orang-orang di sekitar kita. Mengampuni meski hati tertoreh dalam. Juga tidak menyimpan banyak ekspektasi. Rajin bersyukur. Hal-hal yang mudah diucapkan dan mudah dituliskan tapi sulit untuk diterapkan. Sesunguhnya kebahagiaan sebenarnya adalah ketika kita berumur 50-60 tahun. Di mana kita akan menuai apa yang kita tanam. Ukiran wajah yang tercipta di umur kita yang 50-60 tahun itu adalah hasil dari sikap hidup kita sekarang. Ya! Sikap hidup kita sekarang dan sepanjang dua-tiga puluh tahun ke depan.

Sabtu, 23 Juni 2012

Buah dari Keberanian

Kita bisa karena terpaksa, Kita menjadi ahli karena terbiasa

Akhir pekan ini kami terpaksa terkunci lagi di rumah. Selain tumpukan kertas yang harus dikoreksi, alat angkut juga sedang bermasalah. Agak susah juga tanpa alat angkut karena toko/warung dan pasar sedikit jauh. Mlijo kadang lewat atau kadang terlewat (aaiihh suka duka seorang ibu tanpa bantuan) karena saya yang sedang sibuk dengan E-boy di belakang. Beruntung tadi pagi ada penjual ayam potong lewat di depan rumah di saat kulkas hampir melompong. Bukan pilihan yang enak buat saya. Jujur selama ini saya tidak pernah mengolah daging ayam/sapi dan ikan. Jaman dulu ketika tempat tinggal saya dengan mama berdekatan, enak saja saya sms atau telp "mam, tolong masakkan kare ayam" atau "mam, mau rendang dong". Yang terbayang saat melihat daging-daging mentah adalah proses menderitanya hewan-hewan ini disembelih. Kalau ikan karena tidak tahan dengan bau amisnya.

Sekarang saya terpisah jauh dari mama dan ibuk. Tidak mungkin meminta tolong mengolahkan daging. Harus melewati satu jam perjalanan kalau mau ke mama, atau setengah jam perjalanan dengan jalan kelok-kelok dan menanjak kalau mau ke ibuk. Karena alat angkut tidak tersedia maka harus mandiri dan berani. Terpaksa saya bereksperimen dengan daging ayam yang memang harus dibeli karena tidak ada pilihan lain. Resep saya contek dari blog-nya mbak Desy. Sayang saya tidak punya daun jeruk dan serai. Tapi saya menemukan buah jeruk yang rasanya asam sekali di kulkas. Jadiii... saya manfaatkan jeruk tadi sebagai ganti daun jeruk. Semua rasa enggan dan jijik disingkarkan dulu. Kupas bawang putih dan kunyit, cuci bersih, kemudian haluskan bersama ketumbar dan garam. Potongan ayam direbus bersama bumbu yang sudah halus lalu ditambahkan air jeruk yang kecutnya selangit. Saya didihkan beberapa menit sampai bumbu meresap. Langkah selanjutnya adalah menggoreng garing. Goreng bagian ayam yang ada kulitnya terlebih dahulu selama 3 menit kemudian balik dan goreng lagi selama 3 menit. Hasilnya adalah kuning keemasan.

Yang membuat saya terharu hingga berkaca-kaca adalah E-boy yang lahap sekali memakan ayam goreng milik suami. Loh?? Biasanya E-boy ini sulit sekali makan daging. Bisa satu jam baru selesai. Malah kadang minta dilepeh karena susah mengunyah. Karena hal itu, saya hanya menggoreng dua potong ayam. Untuk saya dan untuk suami. Tiba-tiba E-boy datang dan meminta suap. Berkali-kali. Jatah saya habis oleh perut kecil E-boy. Merasa sangat enak, lembut dan tidak liat,, E-boy minta tambah. Jatah suami pun dimakan hingga habis. Saat saya ingatkan kalau potongan ayam yang satu lagi adalah punya ayah, E-boy hanya menimpali "Enak bunda. Ayah makan sayur aja". Beberapa saat kemudian E-boy minta makan lagi. Tentu pilihannya adalah ayam goreng buatan bunda. Dua potong ayam kembali digoreng. Kali ini suami kebagian jatah. Setelah E-boy memakan ayam gorengnya dengan sepiring nasi, ia pun tertidur dengan nyaman. Hmmmm... Kalau tidak salah hitung, anak ganteng ini sudah makan 5 kali. Ya.. inilah buah dari keberanian saya mengolah ayam. E-boy jadi makin sadis menandaskan isi piring dan isi kulkas.

Sekian cerita saya dan selamat berakhir pekan bersama keluarga Tuzki Bunny Emoticon

Kamis, 21 Juni 2012

Berandai-andai

Siapa bilang ibu dan anak laki-laki tidak bisa kompak? Saya bisa memahami dunianya, begitu pula sebaliknya. Ada perbedaan gender di antara kami. Bukan sesuatu yang mengerikan sebenarnya. Dulu ketika awal mula menjadi ibu, saya bingung "haduh punya bayi laki-laki, sesuatu yang tidak saya ketahui dunianya". Beruntung ya punya suami yang selalu ambil peran dalam memelihara, merawat, dan mendidik. Saat proses toilet training, saya yang tidak tahu ini menjadi tahu, dan akhirnya E-boy berhasil dengan sukses memanfaatkan kamar mandi. Cukup lama saya berpenampilan kumal, tanpa make up, sama sekali. Bedak pun hanya dipakai saat bepergian. Dengan harapan E-boy tidak mencontoh saya menggunakan make up. Ketika E-boy tidak lagi bayi, sudah bisa diajak komunikasi, sedikit demi sedikit saya kembali berhias. Pemahaman E-boy bahwa make up hanya untuk perempuan sudah dikuasai. Kata E-boy saat melihat saya dandan: "Erdi gak perlu Erdinya, Erdi kayak ayah pakai jam tangan".

Walau ada perbedaan yang cukup mendasar, saya dan anak ganteng bisa kompak loh. Bukan saja dalam hal berpenampilan tetapi juga dalam pemikiran. Kadang-kadang celetuk-an kami sama. Penilaian baik-buruk, bagus-jelek, juga kerja sama dalam melakukan pekerjaan rumah bisa seiring sejalan. Umur E-boy belum genap 3 tahun. Lagi-lagi harus bersyukur kalau semuanya berjalan baik. Komunikasi dengan E-boy selalu terjalin. Mungkin itu yang membuat kami jadi kompak, saling memahami, dan akhirnya tidak saling merepotkan. Urusan berpakaian kudu berhati-hati. Kecil-kecil begini E-boy sudah bisa jadi komentator ulung. Tidak pernah mau bundanya pakai baju necis dikit di saat dirinya pakai baju rumahan. Seperti kemarin lusa ketika kerudung yang saya beli secara online sampai di rumah. Niat hati ingin mencoba-coba di depan cermin dengan santai. Tak disangka, E-boy langsung berkata: "bagusnya... cobak! cobak! Erdi mau pakek".
Ekspresi gembira diperbolehkan mencoba kerudung bunda






Haduuh... antara gemas, sedikit terganggu, tapi melihatnya ketawa senang, saya pun ikut tertawa terbahak-bahak. Ah, seandainya nih kalau punya anak cewek.. mungkin bisa lebih kompak lagi dari ini. Bisa memakai pakaian yang senada. Memakai aksesoris yang sama dengan ukuran yang berbeda. Bahkan bisa melakukan hobi kewanitaan bersama-sama. Ini berandai-andai loh.. Kenyataan nantinya bisa jadi berbeda jauh. Foto E-boy berikutnya saat memakai kerudung membuat saya lebih tertawa lagi. Kenapa? Coba diintip sejenak di bawah ini:
begini ya bun posenya?
Fotonya kayak ibu-ibu sendang pengajian ya? Fokus kepada pak ustadz yang sedang ceramah. Itu muka masih ingin saya towel-towel dengan gemas. Sayangnya si bocah sudah tidur pulas malam ini, ditemani beberapa mobil dengan posisi terbalik, yang dari pengakuannya "mobilnya dibobokan". Yaa... yaa.. yaa.. ayah-bunda sekarang masih di depan kompie dulu ya Nak,,, semoga bermimpi indah...

Jumat, 15 Juni 2012

Hukum Ketertarikan - The Secret


Sudah lama saya menonton film berjudul The Secret, hanya saja baru kali ini saya punya waktu untuk sedikit mengulasnya. Saat saya melihat sampulnya, sungguh saya tidak berminat. Saya tanya suami "tentang apa sih ini?", jawaban singkat yang terdengar "supernatural". Hmm.. saya jadi penasaran! Bayangan saya adalah seorang atau beberapa orang tokoh yang punya kekuatan gaib. Ya semacam superman atau spiderman atau catwoman lah...

Ternyata bayangan saya sebelumnya itu salah total. Film ini adalah film dokumenter, kesaksian dan pengalaman beberapa orang yang mengalami kesuksesan atau kesembuhan dengan bekal kekuatan pikiran. Kekuatan pikiran yang disebut sebagai Hukum Ketertarikan. Hanya dengan berbekal pemikiran positif yang sangat kuat, kesuksesan bisa tercapai. Apa yang kita dambakan bisa terwujud. Meskipun langkah taktis dan rencana-rencana bagaimana mewujudkan keinginan kita itu belum kita buat dengan detil. Mumet? Ruwet?

Iya sekali kalau mumet dan ruwet. Saya harus fokus saat menonton. Beruntung film ini ditunjang dengan animasi yang cukup menarik. Sehingga E-boy pun ikut menikmati setiap detik filmnya. Mungkin kalau tidak ada animasi di sana sini, film ini akan sangat membosankan karena hanya penuh dengan perkataan dan pernyataan. Ada dua hal yang berkesan pada diri saya yaitu cerita tentang sembuhnya kanker payudara dan kembali normalnya seseorang yang dinyatakan hidupnya akan bergantung pada mesin. Setiap hari kedua orang tersebut berfikir positif bahwa bisa kembali sehat dan normal. Yang menarik, terapi tertawa digunakan oleh wanita yang divonis kanker payudara. Setiap hari wanita tersebut menonton film komedi bersama suaminya. Sedangkan sisi menarik cerita berikutnya adalah hebatnya kekuatan pikiran memerintah kerja sel-sel di dalam tubuh. Seseorang yang hidupnya bergantung pada ventilator pada akhirnya bisa bernafas secara mandiri dan bahkan bisa kembali berjalan. Setiap saat dia berfikir "bernafas" dan berusaha mengembangkan paru-paru dan otot diafragmanya. Begitu terus menerus hingga ventilatornya berhasil dilepas. Ajaib yah?!

Di film ini diceritakan cara-cara unik dan keajaiban-keajaiban yang terjadi dengan menggunakan kekuatan pikiran - Hukum Ketertarikan. Kalau di pengalaman saya pribadi juga banyak sebenarnya hal-hal ajaib yang terjadi karena kekuatan pikiran. Mulai dari pernikahan, kelahiran anak, barang-barang yang saya inginkan,, semuanya mulus berada dalam hidup saya. Tentu keyakinan dan pikiran positif itu perlu dibarengi tindakan nyata, sekecil apapun usaha yang kita lakukan. Kalau cuma berpikiran positif tanpa usaha itu namanya ngelamun. Tahun lalu saya bisa membeli hewan kurban hanya bermodalkan niat. Waktu itu ceritanya saya salah mengatur keuangan. Karena sudah ada niat berkurban, maka saya tenang saja (rencananya mau ambil uang tabungan) eh tidak disangka suami dinas luar pulau. Dan uang sakunya itu cukup buat membeli hewan kurban.

Sebagai istri yang memutuskan untuk di rumah saja dan meninggalkan dunia kerja,, tidak membuat saya bingung mengatur keuangan. Apalagi heboh mencari tambahan. Ajakan untuk bergabung di bisnis MLM saya abaikan (setelah membaca yang ini). Karena saya yakin dan percaya rezeki yang harusnya untuk saya itu akan mengalir melalui pintu rezeki suami. Dan memang terjadi demikian. Tapi bukan berarti saya diam saja. Sedikit bantuan untuk meringankan pekerjaan suami harus dilakukan. Krisis keuangan demi krisis keuangan terpecahkan dengan sendirinya. Seperti detik ini saat saya mendengar kabar adik masuk RS, saya tidak bisa melakukan apa-apa. Karena tidak ada alat angkut dan sedang menghadapi krisis keuangan lagi. Kemarin nekat memasukkan kendaraan ke bengkel. Lagi-lagi saya berfikir "ah semuanya akan baik-baik saja". Meski dengan perasaan campur aduk, kuatir, sedih, saya tetap percaya Tuhan itu hadir di setiap segmen hidup kita. Ujian bisa berupa apa saja. Secara mengejutkan di penghujung hari kemarin saya disodori 3 amplop. Amplop pertama tidak bisa diapa-apakan karena itu adalah dana penelitian yang harus dikelola dengan sangat hati-hati. Sedang dua amplop lainnya saya buka. Sangat cukup untuk membayar bengkel dan pajak tahun ini. Amplop tersebut adalah hasil kerja entah berapa bulan yang lalu. Alhamdulilah...

Dari pikiran saya yang "ah semuanya akan baik-baik saja" pada akhirnya bisa menyelesaikan masalah keuangan. Saya pun mendapatkan kabar gembira, adik sudah boleh pulang siang ini. Meski saya belum bisa menjenguk karena kendaraan baru keluar bengkel sore ini, tapi ini adalah kelegaan yang luar biasa. Saya tidak perlu mencari cara dan kepada siapa E-boy dititipkan saat saya ke RS (ngeri dengan si infeksi nosokomial). Menjenguk di rumah adalah yang terbaik. Oleh karena itu berhati-hatilah dengan pemikiran Anda karena itulah yang akan Anda dapatkan.

Rabu, 13 Juni 2012

Jejayam Manis nan Eksotis

Kali ini edisi menuliskan pengalaman mengolah dan memasak jengkol. Jengkol yang nama latinnya adalah Archidendron pauciflorum mungkin menjadi menu primadona buat kebanyakan orang. Sayangnya saya dan suami tidak suka dengan pete apalagi jengkol. Loh??!! Padahal kami ini tidak pernah sekalipun makan jengkol. Ya karena sudah tau bagaimana baunya si pete sehingga kami udah ogah aja kalau mendengar yang namanya jengkol. Suatu hari, ibuk memasak sesuatu yang seperti sambal goreng. Sekilas lihat sih seperti sambal goreng kentang biasa. Saya makan. Ohh.. rasanya kok berbeda dari kentang, ada kenyalnya sedikit, mirip daging. Dan tidak ada bau pete atau bau tidak sedap lainnya.

Setelah saya tanya ke ibuk, barulah saya tahu kalau itu sebenarnya masakan jengkol yang dibumbu rendang. Bumbunya pakai bumbu instan yang ditambah bawang merah, bawang putih, dan lombok yang banyak. Enak!! Minggu lalu saat belanja ke sebuah supermarket, saya menemukan jengkol. Saya coba beli dan memasaknya. Memang jengkol ini berbeda sekali dengan pete. Saat saya keluarkan dari bungkus plastiknya, tidak ada aroma yang menyengat. Sebenarnya saya ragu, takut kalau masakan jengkol ini harus dibuang (kami gak doyan pete, takut aromanya yang menyengat luar biasa). Saya bertanya di fb, dan saran dari teman-teman saya rangkum. Ada yang menyarankan direndam semalaman, dan ada yang menyarankan untuk merebus jengkol dengan beberapa bahan lain. Di antaranya: daun melinjo atau daun jambu atau kopi atau abu gosok tradisional tanpa pewangi (yang berasal dari arang kayu) plus sedikit garam. Saya pilih yang mendekati cara ibuk mengolah jengkol. Pada akhirnya saya memasak jengkol dengan tuntunan ibuk (duh, berasa kayak bayi belajar jalan).

 Cara mengolah jengkol sebagai berikut:

rendam jengkol 24-48 jam hingga kulitnya mudah dikupas

buang dan ganti air rendaman jengkol setelah 24 jam karena baunya menyengat, jengkol mulai pecah di sepanjang tepinya

semakin lama proses perendaman jengkol, akan semakin menghilangkan bau menyengat jengkol (kulit jengkol mulai retak-retak setelah 15 jam)

kupas kulit jengkol (dikelupas dengan kuku juga bisa loh)

rebus jengkol sampai lunak, sekitar 20-30 menit

potong menjadi 4 bagian kemudian pukul-pukul hingga bentuknya pipih 

Bila jengkol sudah pipih berarti siap dimasak sesuai selera. Saya tidak bisa menggunakan bumbu instan karena akan dikonsumsi oleh anak tersayang. Jadi bumbu yang saya gunakan adalah: bawang merah, bawang putih, pala, kayu manis, tomat, jeruk nipis, kecap manis, dan garam. Masakan ini cukup sederhana kok. Hanya tinggal menumis irisan bawang putih dan bawang merah, kemudian ditambah air yang agak banyak. Masukkan jengkol yang sudah pipih dan jantung ayam yang sudah direbus setengah matang. Masukkan pala dan kayu manis serta tomat yang telah dipotong dadu. Setelah mendidih, tambahkan kecap manis, air jeruk nipis dan garam sesuai selera. Saya masak hingga air berkurang setengahnya, yaitu sampai bumbu merasuk ke dalam jengkol dan jantung ayam.

Jejayam Manis nan eksotis siap dinikmati
Tau bagaimana komentar suami?? Yang jelas sih dipuja-puji setinggi langit. Entah karena menghibur saya atau memang benar-benar enak. Tidak rugi jari saya sampai terluka saat memasak jengkol ini, sungguh senang saat suami dan anak lahap menyantap masakan saya. Bahkan kata suami sih bisa laku kalau dijual di luar negeri. Ah ini sih saya gak percaya, wong saya ini bukan ratunya dapur. Memasak hanya karena keterpaksaan demi sebuah penghematan. Selamat mencoba kawan!




Catatan kecil: tambahan merica dan cabe mungkin semakin menambah sedap resep saya yang satu ini.

Jumat, 08 Juni 2012

Bayinya Piyo Piyo TongTong

Cerita penemuan kalajengking pernah saya tulis di Piyo Piyo TongTong.  Dulu kami mengira kalajengking ini masih kecil dan bisa berkembang dengan tubuh yang berukuran lebih besar. Panjang Piyo Piyo sedikit lebih besar bila dibandingkan dengan diameter tutup botol minuman ringan. Hingga kini pun ukurannya tetap. Setelah kami temukan dan kami putuskan untuk memeliharanya, Piyo Piyo pernah kelihatan sangat gendut. Bagaimana tidak?? Dalam sehari dia bisa menghabiskan 6 ulat hongkong. Sangat lahap lah untuk ukuran binatang sekecil itu.

rumah baru Piyo Piyo

gendut sekali ya?!


Ketika suami melakukan perjalanan keliling Jateng-Jabar, praktis semua hewan hanya saya yang mengurus. Termasuk si Piyo Piyo. Saya dibuatnya frustasi. Setiap ulat hongkong yang saya berikan, tidak disentuhnya. Bahkan saya menyuapi Piyo Piyo, pun tidak dimakan yang namanya ulat hongkong itu. Sebal, jengkel, kuatir jadi satu. Hanya tetesan-tetesan air saja yang rutin saya berikan selama satu minggu kepergian suami ke luar kota. Dua hari setelah suami pulang (dan dia mau makan setelah suami memberi seekor ulat hongkong), Piyo Piyo kelihatan seperti kalajengking sekarat. Di bagian tepi tubuhnya kiri dan kanan terdapat serabut-serabut berwarna putih susu. Suami yang pertama kali tahu langsung komplain ke saya. Justru saya langsung lonjak-lonjak ngeri. Antara merasa bersalah dan jijik. Takut aja hewan satu ini sudah mati dan mungkin keluar belatungnya, mengingat selama satu minggu tak mau makan. Mana suami komplain-nya kek nuduh saya gak kasih makan. Sekarang kalau saya ingat itu menjadi dongkol. Piyo Piyo mau makan hanya jika dari tangan suami.. huuuuu.. manja bener nih hewan betina!

Perlahan-lahan suami akhirnya menyadari kalau Piyo Piyo sudah punya anak. Hitungan sekilas sih 9 ekor. Esoknya, ketika ukuran belatung itu sudah sedikit mengalami perubahan, jumlahnya menjadi sekitar 11 ekor. Dan di detik ini, kami mengetahui jenis kalajengking apa yang telah kami pelihara. Yaitu dari golongan Euscorpius, mungkin Euscorpius flavicaudis, bila dicocokkan dengan ukuran dan warna tubuh Piyo Piyo. Masa gestasi (bahasa gaulnya: bunting) antara 10-14 bulan dengan jumlah anak maksimal 30 ekor. Jadiiii,,, ketika saya temukan,,, mestinya si Piyo Piyo sedang bunting. Tuhan melakukan banyak cara unik untuk melindungi makhluknya yang akan beranak-pinak. Digerakkan-Nya hati saya untuk mau memberi tempat tinggal dan makanan.

Jangan harap menemukan scorpling (anak kalajengking) seperti di sini dan sini. Itu gambar cakep bener. Jauh dari kata mengerikan. Di beberapa forum malah ada gambar induk kalajengking yang menggendong anak-anaknya. Piyo Piyo ini tidak! Sejak awal saya curiga, sepanjang perutnya bagian bawah memutih. Seminggu kemudian muncul serabut halus berwarna putih susu di bagian punggung dan di antara kaki-kakinya. Semakin hari serabut tersebut semakin membulat dan bertambah panjang. Kami tidak berani terlalu sering melihat, jadi di fase-fase ini tidak ada dokumentasinya. Takut sifat kanibalisme Piyo Piyo muncul. Kami tambahkan kertas yang agak besar sebagai naungan tempat bersembunyi. Jujur saya masih agak ngeri untuk melihat apa yang tersembunyi di balik kertas. Tapi demi janji kepada seorang teman, saya kumpulkan keberanian dalam diri. Dan ini foto bayinya Piyo Piyo yang ternyata berjumlah 14 ekor.

Piyo Piyo kembali langsing tapi sedikit agresif

bayi Piyo Piyo yang sudah lucu, tidak mengerikan lagi
Punya peliharaan yang sedikit ekstrim ini memang menuntut kita untuk banyak membaca forum. Mengetahui dengan pasti bagaimana handling-nya, resikonya, dan juga karakternya. Kita takut justru karena kita tidak banyak tahu. Akhirnya saya tahu sendiri bagaimana karakter kalajengking sesungguhnya. Dia tergolong hewan yang pemalu sebenarnya. Lebih suka bernaung, bersembunyi dan bukan jenis binatang yang akan menyerang kita. Memang ada yang berbahaya karena sengatannya mematikan. Dan ada banyak juga yang seperti Piyo Piyo, dalam artian racunnya tidak berbahaya. Sengatannya seperti digigit nyamuk (deskripsi di wikipedia). Tetapi alam menyajikan banyak ciri unik untuk menyatakan seekor binatang itu berbahaya atau tidak. Secara umum bila hewan itu berwarna mencolok pastilah beracun (contohnya katak dan ular). Bentuk kepala juga menandai hewan itu beracun mematikan atau tidak (contohnya ular yang kepalanya berbentuk segitiga - sebut saja ular derik). Dan, untuk kalajengking, dia bisa diketahui mematikan tidaknya dari perbandingan stinger (ujung ekor) dan capitnya. Bila stinger lebih kecil dari capitnya (seperti Piyo Piyo) bisa dipastikan kalajengking itu memiliki racun yang lemah, tidak berbahaya sama sekali. Bila sebaliknya, stinger lebih besar dari capit maka kalajengking tersebut sangat berbahaya dan sebaiknya tidak dipelihara. Masih takut memelihara kalajengking?? Semoga tidak ya...

Satu lagi yang perlu diluruskan. Kalajengking ini menyukai lingkungan yang lembab. Untuk beranak pinak membutuhkan kelembaban yang pas. Terlalu kering bisa mati, terlalu lembab juga tidak akan berhasil beranak pinak. Repot kan? Dan ajaibnya si Piyo Piyo ini berhasil punya anak yang jumlahnya cukup banyak..

Rabu, 06 Juni 2012

Belajar Mengolah Sampah

Mempercantik kardus sisa pembelian teko saya pilih untuk mengisi waktu istirahat. Waktu di mana saya tidak bisa banyak bergerak (baca: sakit) dua minggu yang lalu. Semua bahan adalah sampah. Mulai dari sisa kertas kado yang memang sengaja saya simpan, kardus sisa teko dan kardus sisa pindahan, plus sisa kertas kalender yang sudah tidak terpakai. Alat yang dipakai pun hanya gunting, penggaris, spidol, dan lem kertas sebagai perekat. Saya sedang belajar untuk tidak menghasilkan sampah. Mengolah sampah menjadi sesuatu yang bisa dipergunakan kembali. Belajar untuk menolak setiap kantong plastik yang diberikan oleh penjual. Memang sedikit lebih ribet karena harus membawa tas sendiri. Tapi ini adalah aksi nyata kita untuk mencintai bumi sebagai tempat tinggal satu-satunya.

Kembali ke cerita kardus yang saya percantik, sekarang ini kardus tersebut saya fungsikan untuk menyimpan aneka ATK (amplop, bolpen, dll) dan beberapa pernik kecil lainnya agar tidak berserakan. Cara menghiasnya cukup sederhana. Hemat kan tidak perlu membeli kontainer plastik yang harganya lumayan itu?! Simak foto-foto berikut yaa...

kardus yang akan dipercantik
niat semula hanya ingin membungkus kardus teko dengan sisa kertas kado seperti di bagian atas/tutup
 
Niat awal saya berubah total setelah E-boy berpartisipasi. Ternyata kertas kado yang akan saya pakai dirobek-robek E-boy. Improvisasi pun dilakukan. Bagian kardus yang belum tercover kertas kado dibungkus dengan kertas kalender (bagian yang ada tulisan dan gambarnya diletakkan di bagian dalam) kemudian kertas kado yang telah robek dipotong sesuai pola yang diinginkan. Kali ini saya memotong mobil-mobil, jalan dan beberapa tulisan. Jalan dan beberapa tulisan itu saya rekatkan di beberapa bagian kardus yang telah berwarna putih polos. Lalu potongan aneka mobil ditempelkan di selembar kardus bekas untuk memunculkan efek 3D. Setelah itu potong kardus sesuai bentuk pola mobil yang sudah ditempel. Kardus yang telah berbentuk mobil dilem di sepanjang rute jalan yang sudah ditempelkan sebelumnya.

"bagusnya" begitu pujian E-boy
Sampah bisa kita ubah menjadi sesuatu yang unik dan menarik bukan?? Dengan sedikit usaha, ide, dan kreativitas tentunya.. Selamat berkarya.. Yuukk mencintai bumi kita dengan aksi sederhana yang nyata...

Selasa, 05 Juni 2012

FB bikin Emosi

Sudah beberapa hari ini fb benar-benar kacau. Semua notifikasi timbul tenggelam. Komentar di status saya pun hilang. Kadang tampak, lebih banyak hilangnya. Saya baru tahu ada komentar di status fb saya ketika cek email. Meski tidak tampak komentarnya, saya berusaha menjawab setiap komentar yang ada. Pagi ini merupakan puncak emosi saya. Berkali-kali saya posting foto yang sama. Tapi semuanya lenyap entah ke mana. Jadiiii.... saya posting di sini aja yaa..

sudah bisa bergaya dewasa nih
bergaya di depan lukisan nenek yang masih setengah jadi

Terima kasih oleh-olehnya dari Bandung ya gami Katur.... Pas kok bajunya, kira-kira masih bisa dipakai setahun lagi lah...

Minggu, 03 Juni 2012

Berbeda dari biasanya, boleh kan?

sesaat setelah sampai rumah, dipotret dengan kamera yang sudah menua
Erdi yang ganteng punya benjol di jidat karena jatuh dari sepeda roda empat
Saya yang biasanya penuh energi dan sangat fokus ini menjadi saya yang suka "nggosongin" masakan. Sudah dua kali ini masakan gosong saat dipanasi. Bukan karena saya terlena online loh ya.. Tetapi karena saya yang sudah mulai overload. Kecapekan fisik (yang akhirnya menyebabkan saya dua minggu menggelepar di kasur) dan kecapekan otak. Fokus saya memang sedang berada di pundi-pundi rupiah. Yang sayangnya rupiah-rupiah itu bukan milik kami. Benar-benar bikin berat mengelolanya. Ya, itu adalah dana penelitian yang laporannya sudah mulai ditagih sana-sini. Penelitian yang digarap untuk semester ini langsung dua biji. Dueh.. bikin uban-uban suami semakin merata aja sih!!

Seperti minggu ini yang indah. Hari minggu yang seharusnya menjadi milik keluarga masih harus dikorupsi sedikit untuk membeli ATK, keperluan seminar hari sabtu minggu depan. Sejak pagi saya sibuk menyiapkan segala keperluan di kebun (baca: bekal makanan). Setelah itu bersiap dan segera meluncur berburu block note, bolpen, map, fotokopi laporan kemajuan dll. Semuanya dilakukan di sela-sela janji bertemu mbahyut putri, nenek Lis, mbah Heri, nenek Rosie, dan tante Ollel di kebun teh. Betapa tidak enaknya menjadi koruptor (meski yang dikorupsi itu adalah saat-saat kebersamaan dengan keluarga). Tidak mengapa hanya bisa menikmati sedikit waktu bersama asal benar-benar berkualitas bukan?

Tau-tau sudah sore aja! Harus segera pulang, kalau kemalaman di kebun bisa membeku (saya lupa gak bawa jaket). Sampai rumah harus segera membuat catatan alur keuangan dana penelitian. Dan apa yang terjadi? Sayur yang saya panasi di atas kompor menyala itu sudah tidak berkuah. Hampir gosong sepenuhnya!! Ampyuunn... Karena pikiran masih penuh, kompor sekedar dimatikan saja. Dan fokus kembali ke nota-nota dan uang (blognya ERDI kapan terpegang ya??). Sekarang saya teringat undangan Ketemuan Keluarga Home Education se-Jatim yang hanya bisa saya tunggu-tunggu reportasenya. Sedihnya tak bisa join di acara tersebut....