Rabu, 30 Mei 2012

Cerah Cerianya Pagi

Meski cuaca sedang dingin-dinginnya tapi mataharinya tetap bersinar dengan sangat cantik. Pagi ini saya sangat bersyukur atas kesehatan yang mulai membaik. Mulai bisa beraktivitas, sedikit ngerem, tak harus slow motion lagi! Bersyukur juga atas anak-anak Piyo Piyo yang hadir dengan sangat ajaib (gak ada pejantannya oey). Banyak pula. Sekitar 10-11 ekor bayi kalajengking yang serupa belatung. Juga bersyukur atas E-boy yang baik hati, penurut, mandiri, dan tidak merepotkan.

Rabu, 23 Mei 2012

Maafkan Saya, Nak

Tadi pagi kami menyempatkan berburu ban. Rencana ini sudah tertunda sejak 2-3 bulan yang lalu. Waktu yang ada hanya 3 jam saja. E-boy yang baru saja reda demamnya sangat antusias. Meminta mandi. Tentu jawabnya tidak! E-boy cukup sikat gigi dan seka saja. Meluncur ke jalanan dengan santainya setelah saya buru-buru memasukkan semua perbekalan, tidak lupa baju cadangan kalau seumpama E-boy muntah (sepertinya harus berterima kasih pada suami yang bersedia membelikan tas super jumbo yang unik dan asli Indonesia, semua barang masuk). Begitu sampai di toko target, baru sadar kalau ban serep yang mau diganti tertinggal di rumah. Kalau begini,, bagaimana memasang ban baru di velg-nya?! Manyun dong jadinya karena pengeluaran pasti jadi bertambah.

Karena sekalian memandikan jeep, kami jadi harus menunggu beberapa saat. Kondisi E-boy yang belum fit betul membuatnya sedikit merasa lelah. Berkali-kali meminta pulang dan tidur di kamar. Saya dan suami bergantian menghibur dan menggendong. Hingga akhirnya saya harus membayar semuanya di kasir. E-boy tidak mau melepaskan diri dari saya. Menangis jerit-jerit. Heboh. Membuat emosi saya hampir meledak. Sementara waktu, E-boy dibawa ayahnya menjauh dari saya. Melihat nominal yang harus saya bayar,, mendadak mata berputar (padahal memang kisaran harganya tidak terlalu jauh dari internet). Ketika saya mendekat ke E-boy. Jerit si ganteng semakin menjadi. Reflek saya mencubit pipi E-boy yang mulai tirus.

Yang namanya anak gak enak badan, dicubit, ya tambah kenceng aja deh tuh tangisnya. Untungnya sih suasana tokonya lengang. Maklum kami datang sesaat toko buka. Belum banyak konsumen. Saya lihat matanya sesaat, lalu saya peluk erat. Duhh... hati saya menyesal luar biasa.... Sampai di rumah, E-boy tertidur di kamar. Tetapi rupanya masih menyimpan dendam ke saya. Suasana hatinya buruk sekali. Diki-dikit teriak. Suami harus ke kampus. Dan saya di rumah, ini lah kesempatan saya memperbaiki keadaan. Saya peluk-peluk, saya cium-cium, saya masakkan makanan yang dimintanya. Dan sekarang meski E-boy sudah melunak lagi, hati saya masih tetap menyesal.. Maaf ya Nak.. Maafkan Bunda yang sudah bertindak emosional pagi tadi.

Minggu, 20 Mei 2012

Buku-Buku, Semuanya Bagus! (Secuil Supernova: Partikel)

Sesuai janji pada diri sendiri. Bulan Mei ini ingin di rumah saja. Mau tak mau. Terpaksa tak terpaksa pun akhirnya saya banyak di rumah. Buku-buku (sebagian besar novel) telah terbaca. TV series jadul juga sudah tamat satu season. Sekarang jadi bingung mana dulu yang akan diresensi. Bagus-bagus sih! Semuanya selalu tersirat makna, ada hal yang bisa dijadikan pelajaran.

salah satu sudut rak buku terisi oleh Supernova

Akhir bulan lalu saya sangat girang ketika mengetahui Supernova 1-4 beredar di toko buku, baik online maupun offline. Langkah pertama sih beli secara online. Apa daya kesulitan melakukan transaksi keuangan. Jadi.... dengan amat terpaksa memburu novelnya Dee itu di toko buku. Dulu, sepuluh tahun yang lalu, saya mejadi peminjam tangan kesekian untuk Supernova 1. Maklum lah masih mahasiswi, belum bisa berfoya-foya dalam membeli buku atau novel. Dibalik semua itu, demi rasa sungkan, saya menjadi pembaca cepat. Supernova 1-4 yang saya borong bulan lalu habis saya baca dalam waktu 5 hari. Masing-masing episode saya baca sehari karena bersifat pengulangan dan penyegaran, kecuali Supernova 4 yang harus saya baca lambat-lambat. Mengapa? Karena saya menemukan tulisan Dee yang berbeda dari yang sebelum-sebelumnya. Saya merasa tulisan Dee di episode ke-4 ini begitu dalam. Entahlah, saya begitu terkunci di dalam kisah Zahra. Tertawa-Menangis-Menyesal jadi satu tumplek blek di pikiran saya. Setelah membacanya, saya terdiam cukup lama. Tulisannya cenderung lembut. Kalau Supernova sebelumnya begitu maskulin, buat saya, dan tak tertebak.

Supernova 4 seakan dekat dengan pemikiran-pemikiran saya tentang gentle birth, ASI, homeschool, juga tentang orang utan di Kalimantan, juga berlatar belakang biologi. Berfokus pada kehidupan fotografer (fotografi selalu menarik minat saya). Sungguh saya dibuatnya menangis tersedu-sedu. Air mata saya menganak-sungai. Deras mengalir. Saya tidak tahu apakah mungkin saya bisa menangis sehebat ini tanpa menonton "Green the Film" sebelumnya?? Yang belum nonton, ayo segera ditonton filmnya. Yang sudah nonton pasti punya sepenggal rasa bersalah, bahwa kita hanya bisa menghela nafas panjang, tak tahu harus bagaimana berperan aktif menolong orang utan itu....

Kembali ke tokoh Zahra,,, satu kalimat dari bu Inga kepada Zahra yang menghantam saya "Jangan bebani hubunganmu dan Sarah dengan hubunganmu dan ayahmu" (hal.257). Yaaaa.. saya ingin membaca Supernova: Partikel ini sekali lagi! Mungkin mulai malam ini sambil menjadi susternya Erdi yang sakit atau entah kapan sesempatnya. Dan berharap episode Gelombang dan Intelegensi Embun Pagi segera lahir ke muka bumi...

Catatan Hari ke-13

Hamleta ketahuan hamil justru beberapa jam sebelum melahirkan. Saya berkesempatan memindahkannya ke tempat yang jauh lebih luas dan memberinya serutan kayu yang banyak. Enam ekor bayi hamster lahir dengan selamat. Namun sayang dua ekor mati setengah hari setelah dilahirkan. Asumsi saya sih karena tidak mendapat jatah susu. Maklum Hamleta masih indukan yang pertama kali melahirkan. Masih belum tahu apa yang harus dilakukan. Tidak tahu bagaimana menempatkan bayi-bayi hamster di puting-putingnya secara adil. Saya pun tidak berani berbuat apa-apa. Takut bayi-bayi ini malah dimakan induknya.

Kanibal?
Benar! Hamster adalah binatang yang bisa memakan sesamanya. Kondisi induk hamster yang membunuh anaknya sendiri hampir sama dengan kondisi postpartum deppression (PPD) pada manusia. Kondisi yang tenang, cukup makan, jauh dari gangguan adalah hal-hal yang sangat dibutuhkan induk hamster. Kembali ke cerita bayi-bayi hamster di atas. Tinggal empat ekor bayi hamster. Tiga belas hari ini saya memastikan Hamleta oke. Saya beri makan yang sangat berlimpah. Sesekali saya intip. Setelah itu saya berpura-pura tidak peduli pada mereka.


Hari ke-8, badan bayi-bayi hamster seukuran. Tetapi saya mulai merasa curiga dengan corak warna rambutnya. Ada dua yang putih mulus. Ini pasti albino. Pengalaman sebelumnya (bayi albino Hami Hami Maou Chan mati di hari ke-13) membuat saya menaruh perhatian khusus ke dua bayi albino ini. Hari ke-10 mulai terlihat perbedaan yang sangat signifikan. Akhirnya dengan berat hati saya memisahkan dua bayi yang normal dari Hamleta. Per beberapa jam saya kembalikan untuk menyusu. Itu pun dalam pengawasan ketat agar bayi albino tidak terinjak oleh bayi normal. Setelah menyusu, kedua bayi hamster sehat kembali ke dalam pengasuhan saya (seru juga loh).

Dengan perawatan yang saya lakukan tersebut. Tidak memperpanjang nyawa bayi hamster albino. Saya amati tidak ada perubahan sedikit pun. Bahkan mata yang seharusnya mulai terbuka di hari ke-10 tidak terjadi pada dua bayi hamster albino ini. Sedih sekali! Mata itu tampak cekung. Tak ada bola matanya. Hari ke-11, menjadi hari terakhir buat satu bayi albino. Saya mulai mencari informasi di beberapa forum. Ternyata memang benar kalau bayi hamster albino ini sangat rentan dan mudah sekali mati (sangat rentan terhadap cahaya). Saya masih sangat berharap pada bayi albino yang lainnya. Mungkin dengan perhatian Hamleta pada satu bayi akan bisa membuatnya hidup, meski buta.

Dua bayi hamster yang normal semakin gendut. Tingkahnya semakin lucu. Suka berkelahi sesamanya. Berebut kwaci atau makanan lain yang saya berikan (apel/milet/timun). Sungguh lucu melihat pipinya semakin menggembung berisi cadangan makanan. Bayi albino yang tinggal satu tampak lincah. Berlarian ke sana ke mari. Mulai berusaha makan apel. Saya sedikit lega karena bayi albino terlihat aktif. Sungguh di luar dugaan kalau sore ini (hari ke-13) dia mati. Padahal sebelumnya masih makan apel dengan lahap. Masih mau menyusu induknya.

Dan akhirnya dua bayi hamster normal telah kembali ke dekapan Hamleta seutuhnya. Gak pakai acara dipisah-pisah lagi. Banyak pelajaran berharga dari hamster. Dari caranya menyiapkan diri menuju proses melahirkan hingga bagaimana menyusun tempat tinggal yang sesuai dengan kebutuhannya selama menyusui. Sungguh tertampar rasanya kalau kita mengeluh capek, pegal, linu saat menyusui 3-4 jam. Padahal si Hamleta bisa menyusui bayi-bayinya nonstop 4 hari tanpa jeda. Dia makan dan minum saat menyusui. Pipi digembungkan maksimum dengan makanan. Gundukan makanan lain disimpan tak jauh dari sumber air dan tempat menyusui. Makan dan minum sambil menyusui. Yang jadi misteri adalah gimana urusan ke kamar mandi yak???

Kamis, 17 Mei 2012

Ulah Gigi Bungsu

Semalam mendapat giliran tumbang. Rencana offroad gagal total. Kondisi kendaraan dan manusia sama-sama tidak siap. Kemarin siang saya masih oke. Beli pempek di ujung jalan sana. Lumayan enak sih. Beli satu porsi dimakan berdua bareng suami. Lahap bener. Setelah itu saya ditinggal sendiri di rumah. Sore hari sudah mulai gak enak. Pusing, mual, meriang. Mencoba menahan segala rasa tidak enak. Tetapi tidak kuat. Saya telan sebutir parasetamol dan mencoba tidur.

Saat suami pulang, saya mendengar keluhan tidak enak di mulut. Kemungkinan terbesar pempek yang kami beli kurang begitu higienis. Sekitar jam 7 malam, timbul cenut-cenut di gigi. Emosional sudah! Dibarengi rasa tidak enak di bagian perut bawah. Lengkap sudah rasa tidak nyaman yang muncul. Terpaksa menenggak parasetamol lagi. Setengah jam tidak ada perubahan dan semakin menjadi-jadi. Saya mulai tidak logis, menenggak sebutir p*******m (jangan ditiru deh yang nge-mix obat kayak gini!! bisa kena SJS loh). Akhirnya terlelap tidur juga hingga kurang lebih jam 11 malam.

Mendekati tengah malam itu timbul gejala lain, berkali-kali ke kamar mandi karena anyang-anyangan (istilah dalam bahasa Indonesia/medis-nya apa sih??). Tidak tega membangunkan suami. Badan sudah basah karena keringat juga. Mencoba tidur. Anyang-anyangannya mengganggu sekali, akhirnya teringat kata nenek moyang. Ambil karet, jempol kaki diikat. Saya tidak tahu apakah mitos itu benar atau hanya efek psikologis,, yang jelas saya bisa tertidur sejam-dua jam (terbangun karena nyeri di bagian jempol kaki yang sudah mulai membiru). Begitu bangun, saya hitung sudah lewat 6 jam dari obat terakhir yang saya tenggak. Rasa cenut-cenut di gigi ditambah dengan tenggorokan yang perih serasa terbakar. Tuhaaaaan!!

Merasa parasetamol tidak membantu. Dan kebetulan punya asam mefenamat. Hmmm ketidak-logisan kembali melanda. Sebutir asam mefenamat pun masuk ke dalam perut saya. Beruntungnya punya suami yang hobi bangun malam. Detik itupun saya mendapat perawatan ekstra. Pijit-pijit ringan seluruh badan hingga saya tidur pulas sampai keesokan harinya.

Sekarang ketika badan sudah merasa sedikit lebih enak. Baru teringat kalau memang sedang tumbuh gigi bungsu. Borongan tiga biji!! Daan saya sudah kapok jajan sembarangan! Enggak-enggak lagi deh.. bisa memicu stres fisik

~Doakan cepat sembuh yaa~

Senin, 14 Mei 2012

Autis, Sekilas Pandang dan Rasa

Cuaca dua hari ini tidak bersahabat. Membuat badan saya terasa berat. Meski begitu tetap aktif mengerjakan beberapa hal. Pagi ini gerimis, rintik kecil kontinyu. Suami yang harusnya berangkat pagi-pagi, sangat terpaksa menunda keberangkatan hingga gerimisnya sedikit bersahabat. Dingin yang menyergap dan ditemani secangkir coklat hangat membuat pikiran saya melayang ke seorang gadis cantik. Panggil saja namanya Ayu (bukan nama sebenarnya).

Bernaung di lokasi baru, tetangga baru, anak-anak baru, dan ritme hidup baru. Proses adaptasi saya di sini cukup lambat. Beberapa tetangga sudah saya ketahui sejak 4-5 tahun yang lalu. Tetapi tidak terlalu tahu detil informasi masing-masing orang. Gadis cantik, Ayu saya sebut, sudah menjadi perbincangan saya dengan ibuk. Dulu kami menduga anak ini mempunyai kelainan genetis semacam down syndrome. Ketika Erdi lahir, kami mulai meralat. Mungkin kondisi Ayu adalah autis. Maklum saat itu saya tidak pernah bertemu muka dengan tetangga-tetangga di sini. Sesekali datang di akhir pekan, bisa setiap minggu atau 2-3 minggu tergantung kesibukan. Dan sekalipun tidak pernah bertemu dengan Ayu.

Sekitar dua atau tiga minggu yang lalu ketika heboh dengan korban demam berdarah yang mencapai 9 orang. Lingkungan ini di-fogging. Dalam seminggu terjadi 3 kali fogging. Tentu saya sangat lelah karena harus mengurus segala hal sendiri saja (suami dinas luar). Untung ibuk bersedia turun dari Wonosari dan membantu menjaga Erdi. Saya sibuk menyelamatkan 2 kucing, 4 hamster, satu kalajengking, dan setoples ulat hongkong. Selama fogging tentu setiap orang keluar dari kenyamanan rumah hunian. Tak terkecuali si cantik Ayu. Pertama kali melihatnya, saya tidak ada penilaian apa-apa. Seperti anak-anak 9-10 tahun lainnya.

Kesukaan Ayu melompat-lompat menarik perhatian saya. Saya amati sambil lalu. Hingga tiba-tiba, gadis cantik ini berlari sambil berlompat-lompat mencoba masuk ke rumah kami. Seakan mencari sesuatu. "Cari apa mbak?" begitu tanya saya. Tetapi sama sekali saya tidak dijawab, dipandang saja tidak, didengar pun tidak. Gadis cantik ini berlalu begitu saja dari depan saya, tetap dengan lompatan-lompatannya yang membuat saya lelah. Ya hanya dengan melihatnya saja saya sangat lelah. Ikut ngos-ngosan. Ayah si gadis mengejar. Di mata si ayah, saya melihat sebentuk kekhawatiran yang mendalam.

Karena cukup lama kami semua terlunta-lunta di jalanan. Saya bisa leluasa mengamati Ayu. Kakinya dipenuhi bekas-bekas luka. Saya jadi sedih luar biasa. Ingin rasanya menangis melihat profil gadis ini. Membayangkan setiap luka terjadi tanpa diinginkannya (dan mungkin tak terasa sakit). Beberapa hari kemudian saya sering bertemu dengan Ayu. Masih tetap sama. Suka melompat-lompat. Saya juga berkesempatan bertemu dengan ibu si Ayu. Di matanya saya melihat kemarahan dan kelelahan yang sangat. Setiap kali selalu memanggil nama putrinya. Diperintahkannya mendekat. Mungkin si ibu takut gadis cantiknya membuat rumah saya berantakan.

Dari tulisan ini saya mengajak semua pembaca untuk segera menghentikan penggunaan kata AUTIS sebagai bahan gurauan atau ejekan. Kalau belum tau apa itu autis, segera cari tahu! Saya yakin, ketika informasi apa dan bagaimana autis sudah dikantongi, kita bisa bersikap lebih bijaksana.

Kamis, 10 Mei 2012

Jurus Jitu Anti Tak Enak Hati

Sering saya menerima telp dari pihak bank. Rata-rata sih karena kartu kredit, entah menawarkan ataupun mengingatkan jatuh tempo bahkan menagih. Berbuih-buih mengungkapkan alasan tetap saja telp itu tak berhenti. Terlalu mengganggu. Beberapa kali saya sengaja tidak mengangkat telp yang masuk. Lama-lama kok hidup saya seakan berada dalam film horor. Berlari untuk sesuatu yang tidak seharusnya. Hingga suatu ketika saya menerapkan sebuah jurus pamungkas. Apa itu?? Jurus salah sambung.

Penelepon: selamat pagi, bu Vera ada? *suara santun*
Saya: Vera siapa ya? salah sambung! *suara ketus, jawaban singkat*
Penelepon: o maaf ibu, terima kasih, selamat pagi *telp ditutup*

Jurus salah sambung ini sangat manjur buat saya. Toh saya tidak pernah punya hutang (dan tidak mau berhutang), semua tagihan terbayar jauh sebelum jatuh tempo. Sebal sekali kalau harus menerima telp dengan keperluan yang sama berulang kali. Jawaban singkat dengan nada ketus cukup membuat mereka kapok rupanya.


Jurus berikutnya adalah jurus untuk mengusir para peminta sumbangan berkedok yayasan A, B, sampai Z. Setiap kali saya selalu menggunakan alasan "tolong minta surat dulu ke RT, RW, dan kelurahan". Biasanya sih saya mendapati muka kusam dan dengusan bin menjengkelkan. Sampai kejadian dua hari yang lalu, saya berjalan-jalan keliling komplek bersama E-boy. Beberapa asisten rumah tangga di komplek ini memanggil saya "kakak", dikiranya saya ini sedang berjalan-jalan sore bersama adik kecil (ukuran tubuh saya sangat mungil dengan muka imut, hampir tak berbeda dengan anak SMP). Ini yang membuat saya punya ide kocak. Tak disangka siang-siang terik kemarin ada dua orang ibu-ibu peminta sumbangan. Bla bla bla mereka menjelaskan asal usul. Saya tanya surat-surat eh dijawab gak usah. Hmmmm... saya langsung berkata "maaf, ibu saya belum pulang, sedang pergi ke pasar". Ibu-ibu itu pergi tanpa permisi. Kok yaa untungnya E-boy tidak memanggil saya "bundaaaa...". Anak saya ini emang tau situasi!

Rabu, 09 Mei 2012

Teratur Tidak Teratur

Pada dasarnya saya ini pemuja keteraturan. Sayangnya tidak semua kondisi bisa dalam keteraturan. Ketidakteraturan kadang menghampiri. Seperti pagi ini yang tiba-tiba ada spontanitas. E-boy yang mewarisi kecintaan saya pada keteraturan menjadi uring-uringan. Kalau sudah begitu, emosi saya bisa naik dengan mudah. Suasana pagi hari sudah rusak, akan sangat sulit mendapatkan mood yang baik untuk melewati hari ini. Dan suasana hati saya semakin buruk ketika membaca kabar belanja-belanji batik. Sebenarnya hal yang wajar. Namanya perempuan pasti doyan belanja. Saya pun demikian! Tetapi ketika acara belanja itu disandingkan dengan kegiatan penelitian yang didalamnya berbunyi waktu makan hanya 15 menit kok hati saya tidak ikhlas. Saya pesimis bisa berbelanja batik dalam kurun waktu 15 menit (saya berburu batik bisa berhari-hari).



Saya rindu keteraturan!!

Selasa, 08 Mei 2012

Sepi

Sepi ini bisa membunuh.
Ingin menulis tentang banyak hal yang baru saja berlalu.
Berharap bisa berbagi tentang pertemuan dengan gadis autis bermata sayu.

Tapi hati ini tidak di sini.
Melayang di udara mencari kekasih hati.
Fokus yang tidak lagi terkendali.
Mencoba menggapai ketentraman nun di puncak tertinggi.