Selasa, 31 Juli 2012

Mercon dan Segala Keruwetan

Benar-benar tidak menyangka kalau pada akhirnya saya merindukan segala keruwetan yang ada di mergosono. Suara mercon dan petasan yang memekakkan telinga, yang dimainkan di teras depan rumah. Tidak ada lagi muda-mudi patrol yang membangunkan saat sahur. Yang kadang-kadang jam patrolnya luar biasa gak tepatnya (jam 1-2 dini hari). Hilang lenyap mulut saya yang ngedumel penuh rasa sebal karena E-boy susah tidur dan sering terbangun karena kaget, berujung tantrum. Suara sepeda motor dua tak yang dibleyer-bleyer gak jelas di depan kamar itu sudah tidak ada lagi. Hanya sesekali saja terdengar dari kejauhan. Bau-bauan dan asap menyengat penyebab sesak nafas raib tertinggal di sana.  Jalan sempit? Jalan ditutup? Parkir seenaknya sendiri? Semuanya tidak ada. Di sini relatif terstruktur. Begitu tenang dan jauh dari keluh kesah. Tapi anehnya,, keruwetan dan kebisingan dan semua hal yang bikin kesal kok jadi teringat. Kangen juga dengan hal-hal itu. Bagaimanapun juga di sana sudah menjadi bagian dari hidup. Seperempat abad lebih hidup di mergosono. Meski banyak gak enaknya, tapi itu semua membentuk karakter menjadi lebih berani, lebih bebal, lebih "sangar" dalam menjalani permasalahan-permasalah yang ada. Yaacchhh.. di sudut mana pun kita tinggal tentu ada enak-tidak enaknya. Harus pandai-pandai bersyukur kali yaa...

Rabu, 25 Juli 2012

(lagi) Kejadian Kocak

Beberapa saat yang lalu ngiler semangkuk bakso panas super pedas. Karena masih di sekitaran Lawang.., pilihan jatuh ke warung bakso ukuran jumbo. Judulnya Bakso Pirang. Bukan karena penjualnya berambut pirang. Tapi singkatan dari PInggir JurANG. Bakso ini tergolong nyaman di tenggorokan. Dan dagingnya segar. Setiap hari selalu memotong sendiri seekor sapi dan selalu habis. Warung bakso ini langganan bapak ibuk. Biasanya kami pergi nge-bakso pasti full team. Kebetulan kapan hari itu hanya saya, suami dan si ganteng E-boy.

Penjual (P): "mamanya mana?"
Saya (S): "mama?" (ngeliat suami, bingung.. mau jawab apa ini?)
P: "iya,, biasanya sama mama dan papa kan?"
S: "ooo.. ibuk?... ibuk masih ada acara" (sebelumnya ingat mama saya yang ada di Malang, suami mesam-mesem aja)

Sekilas kami memang seperti kakak beradik yang keluyuran tanpa ortu. Anak pertama, anak kedua, dan adik paling bontot.... Setelah si penjual berlalu... Kami jadi ketawa-ketawa sendiri. Sambil menikmati semangkuk bakso yang wenaaak tenan.. Disantap pelan-pelan menikmati suasana senja. Pas banget warungnya sepi jadi serasa makan di rumah sendiri... Setelah habis semangkuk baru sadar kalau belum dipotret. Tapi jangan kuatir.. Foto bakso pirang ukuran jumbo di sebelah ini malah masih ngebul-ngebul dari panci-nya... Eittsss..,, yang puasa kudu kuat iman yaa... Ntar maghrib boleh deh mencicipi semangkuk bakso pirang ini..

Minggu, 22 Juli 2012

Mimisan, Jantung Berhenti Berdetak Sesaat

Puasa hari pertama kemarin mengajak E-boy ke rumah uti-akong. Berangkat pagi agar bisa seharian di sana. Menjelang berbuka, saya membantu mama (uti-nya E-boy) di dapur. Membuat aneka makanan untuk berbuka puasa. Ada serbat blewah, risoles, ikan mujaer goreng, bandeng presto, dan sambal bajaknya pun tak ketinggalan. E-boy yang saat itu baru bangun tidur siang masih ogah-ogahan. Memakan serbat blewahnya dengan semangat (tetep! urusan makan selalu semangat). Saya percayakan dengan ayahnya. Sesaat ada yang aneh dengan E-boy. Posisinya menungging. "Erdi kenapa sayang?". Tidak ada jawaban darinya. Saya kira tidak apa-apa. Saya kembali ke dapur untuk mengambilkan risoles. Begitu saya kembali.... Ada darah dari hidung kirinya. Panik juga. Haduuuhh kenapa kok sampai mimisan. Apa mungkin sakit. Tapi tidak ada gejala lain yang menyertainya. Suami ngecek kondisi hidung kiri E-boy. Dan apa yang terjadi???

Sebuah manik-manik berwarna silver bertengger manis di hidung kiri E-boy. Diameternya sekitar 3-5 mm. Jantung saya berhenti berdetak saat itu. Rasanya gak asyik ya buka puasa pertama harus dilewati terburu-buru di ruang gawat darurat sebuah rumah sakit. Kalut! Laki-laki memang lebih sigap bertindak. Hidung kanan E-boy dipencet suami. Kemudian diperintahkan E-boy untuk menghembuskan angin kencang-kencang via hidung. Beruntung E-boy anak yang cerdas dan penurut. Perintah-perintah kecil atau ruwet bisa dikerjakan semuanya. Manik-manik silver itu sukses keluar dari hidung kiri E-boy. Bersimbah darah. untuk beberapa saat, darah masih mengalir. Darah dari luka gesekan antara manik-manik dengan sel-sel hidungnya yang mungil. Bersyukur sekali manik-manik itu bisa keluar tanpa harus mencari bantuan medis di rumah sakit. Kami buru-buru menasehati E-boy bahwa apapun tidak boleh dimasukkan telinga dan hidung. Dan hanya makanan plus minuman yang boleh masuk mulut.

Maka dari itu,, buat siapa saja yang sedang menjaga balita (anak, cucu, cicit, keponakan, adik, dll)... jauhkan segala benda-benda mini yang berpotensial menjadi masalah. Awasi si kecil dengan sungguh-sungguh. Tak boleh sebentar pun mata ini teralihkan ke layar gadget!

Minggu, 15 Juli 2012

Cancer dan Kanker

Ini adalah jam ke-48 yang saya lalui dengan mata terbuka. Saya tidak tahu mengapa sulit sekali istirahat dan memejamkan mata. Pada awalnya adalah kehadiran ibu RT bertamu bersama putri manisnya yang berusaha masuk ke perguruan tinggi. Kebetulan, perguruan tinggi yang diidamkan putri ibu RT adalah tempat di mana suami bekerja. Sayangnya si gadis manis tidak berhasil lulus SNMPTN. Dan kunjungan kemarin itu adalah untuk bertanya kepada suami saya mengenai seluk beluk penerimaan mahasiswa. Jujur saja kami tidak tahu bagaimana permainan di tingkat rektorat/fakultas. Juga tidak punya bank soal ujian-ujian semacam itu. Putri ibu RT akan menghadapi ujian mandiri gelombang pertama, niatnya bila tidak berhasil akan mencoba di gelombang kedua. Di saat itu saya mendengar bahwa biaya masuk fakultas teknik adalah 34 juta (bila lulus SNMPTN)... ya terbayang lah bagaimana mahalnya bila berhasil masuk melalui ujian mandiri gelombang pertama dan akan menjadi lebih mahal lagi bila baru berhasil masuk di gelombang kedua.

Tidak hanya mengenai itu saja. Ibu RT juga curhat mengenai telpon seseorang yang mengatas-namakan staf perguruan tinggi di mana suami bekerja. Oknum tersebut meminta biaya 40 juta diluar 34 juta yang saya sebutkan di atas sebagai biaya penerimaan mahasiswa fakultas teknik. Berarti total 74 juta. Angka yang cukup fantastis bukan?! Oknum tersebut sering sekali telpon bahkan mendesak ibu RT untuk segera melakukan transfer. Maksimal hari ini, sebelum senin. Kami otomatis bertanya "namanya siapa bu? dari fakultas apa?". Ternyata ibu RT tidak tahu apapun mengenai oknum tersebut. Bahkan tidak mau ditemui secara langsung, menolak bertatap muka. Kami curiga ini adalah salah satu modus penipuan. Bisa-bisa kanker dong ya! Kantong kering!

Yang membuat pikiran saya melanglang buana berikutnya adalah sebuah berita tidak bagus dari tetangga sebelah saya. Ibu tetangga saya ini terkena kanker. Kali ini cancer, sebuah penyakit mematikan. Tepatnya kanker payudara yang kemungkinan sudah tahap lanjut. Sedih sih mendengarnya.. Apalagi ibu tetangga saya ini sementara waktu tidak ingin dijenguk. Kami dan ibu RT hanya bisa bernafas panjang. Sungguh sesuatu yang buat saya cukup menakutkan. Sebagai perempuan, sel-sel dalam tubuh kita ini lebih sering terdegradasi dan kemudian muncul sel-sel baru, membentuk sebuah siklus. Sebut saja siklus menstruasi sebagai salah satu contohnya. Bila siklus-siklus dalam tubuh kita ini mengalami gangguan dan tidak terjadi degradasi sel maka akan terjadi pertumbuhan sel secara liar. Pertumbuhan sel secara liar dan tidak pada tempatnya inilah yang akan berkembang menjadi tumor jinak dan mungkin akan berkembang menjadi tumor ganas/kanker.

Resiko terjadinya kanker bisa diminimalisir dengan gaya hidup yang sehat. Menjauhi hal-hal yang karsinogenik. Tidak merokok. Makan makanan sehat dan alami (kalau bisa beralih ke organik).  Dan yang tidak kalah pentingnya adalah mengikuti hukum alam. Kalau payudara diciptakan untuk memberi makan pada anak, ya lakukanlah.. Banyak sekali manfaat menyusui, selain bermanfaat buat bayi juga bermanfaat buat ibu. Salah satunya ya mengurangi resiko terjadinya kanker payudara. Kembali ke cerita tetangga sebelah rumah, saya prihatin sekali. Usianya sudah senja. Punya dua cucu laki-laki. Seharusnya bisa menghabiskan masa pensiun dengan menikmati kebahagiaan bermain bersama cucu. Semoga saja segera bisa menjenguk (diperkenankan), setidaknya memberikan support dan keyakinan bahwa semua penyakit punya peluang untuk sembuh.

Sabtu, 07 Juli 2012

Siapa yang Salah? Di mana Salahnya?

Dua hari berturut-turut kami melakukan sebuah perjalanan kecil. Beberapa peristiwa tertangkap mata dan rasa. Sayang tidak bisa diabadikan oleh kamera. Karena ada rasa sungkan dan cepatnya arus kendaraan yang berlalu lalang. Sehingga saya tidak bisa mengabadikan peristiwa itu. Tapi kalaupun sempat, saya pasti jadi semakin sering berkaca-kaca sedih. Tak bisa berbuat apa-apa. Siapa yang salah? Di mana letak salahnya?

Peristiwa Satu
Menyempatkan bertamu ke sebuah penjahit perempuan. Penjahit ini langganan mama. Saya berniat mereparasi beberapa pakaian. Maksudnya adalah mengecilkan ukuran baju yang baru saja dibeli (bajunya sudah ukuran paling kecil). Sungguh saya agak terkejut ketika masuk ke rumah kecil itu. Dari luar tampak rapi, bersih, dan baru dicat. Warna biru muda yang cantik. Lantai rumahnya ternyata hamparan tanah, tanpa ubin atau keramik. Orangnya terlihat kurus, sangat malah! Kentara sekali kalau tekanan hidupnya sungguh berat. Duh, sedih langsung melanda. Saya tidak menyangka kalau hal seperti ini saya temui di kota. Ongkos reparasi hanya lima ribu rupiah per baju. Hmmm... tidak tega kasih uang pas, kembalian tidak saya ambil. Saya hanya berkata "untuk beli jajan si kecil bu".

Peristiwa Dua
Masih di rumah mama yang tergolong kota. Penduduknya memang bervariasi. Kesenjangan ekonomi makin tampak. Saya dan E-boy mendapat suguhan yang banyak. Memang mama suka sekali memasak, yang sayangnya kecintaan mama pada kegiatan memasak tidak menurun sama sekali kepada saya (hehehehe). Di meja ruang tamu yang pintunya terbuka itu disajikan berbagai makanan. Ada semangkuk kolak yang isinya rame (pisang, tape, dan singkong). Sepiring nasi goreng, semangkuk telur puyuh kupas, dan bandeng presto. Tak lupa telor dadar. Beberapa jenis minuman: kopi, teh, air putih. Buat kami ini bukanlah makanan mewah yang mahal. Makanan yang dikonsumsi sehari-hari. Tetapi sesuatu yang biasa ini menjadi sesuatu yang 'wah' buat beberapa orang. Tiba-tiba ada dua anak laki-laki sekitar 10-an tahun yang kurus. Rambutnya berwarna merah terang, khas anak kurang gizi. Tidak memakai sandal/sepatu. Kaosnya sedikit lusuh. Mereka berdiri di depan pintu rumah mama. Dan memandang ke arah makanan di meja. "Wiii panganane enak-enak yo?!" (wiii makanannya enak-enak yaa), itu kalimat yang saya dengar dari salah seorang anak. Bingung tak tahu bagaimana bersikap. Mama yang masih sibuk masak di dapur (berniat membuat bakmi goreng) dan ayah yang masih pergi ke rumah mbah Yan, meninggalkan saya dan E-boy sendirian. Ingin saya memberikan makanan-makanan ini, apa daya takut mama tersinggung. Duh... Anak-anak itu tak lama berdiri di depan pintu. Sesaat setelah saya melihat ke arah mereka, mereka lari begitu saja. Yang tersisa hanya nanar...

Peristiwa Tiga
Sepanjang perjalanan Lawang-Malang, saya banyak melamun. Maklum macetnya sangat menyiksa. Ayah nyetir, E-boy duduk di car seat sambil bermain sendiri dengan mobil-mobilan yang memang harus dibawa ke manapun. Senjata anti rewel dah! Di antara lamunan, saya menangkap sekumpulan anak-anak yang biasa mangkal di sekitaran traffic light. Mereka berkerumun. Karena bentuknya agak berbeda, mata saya lebih terfokus ke arah itu. Terhitung 5 anak membentuk lingkaran kecil di pinggir jalan, dan seorang anak yang bebas dari lingkaran tapi duduk berdekatan dengan yang membentuk lingkaran. Ternyata itu adalah kondisi di mana mereka harus berbagi sebungkus makanan. Lima anak untuk satu bungkus nasi campur dan satu bungkus yang dimakan sendiri. Haduuuuhh.... air mata saya langsung memenuhi kelopak... Lampu lalu lintas segera berganti warna hijau. Kami melaju lagi membelah padatnya arus lalu lintas.


Sekarang saya masih suka mewek kalau ingat semua itu.... Negara dan pemerintah ke mana? Dinas sosial sibuk mengerjakan apa?