Tampilkan postingan dengan label Buku QnA. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Buku QnA. Tampilkan semua postingan

Kamis, 06 Februari 2014

Q&A Smart Parents for Healthy Children (Bab 1D)

Hari-hari belakangan sangat sibuk. Wira-wiri ke sana ke mari. Pekerjaan rumah pun tak ada habis-habisnya. Satu dibereskan, satu berantakan. Begitu terus seperti lingkaran gak ada ujung pangkalnya. Dan satu kebiasaan yang kembali muncul: minum kopi! Padahal saya ini tidak kuat minum kopi. Tanpa sadar hari ini menghabiskan dua cangkir kopi. Betul sih pekerjaan saya hari ini beres. Tapi apa yang terjadi? Saya tak bisa tidur. Bahasa kerennya sih kancilen... Sudah dipakai edit foto, berburu bento buat acara Ecio, bongkar-bongkar blog jaman dulu dan tetap belum ada rasa mengantuk... Baiklah mari melanjutkan merangkum buku satu ini... Mulai yaak...


4. DIARE
  • Diare dan muntah bukan penyakit melainkan gejala. Oleh karena itu hal pertama yang perlu dilakukan adalah memikirkan penyebabnya.
  • Diare dan muntah merupakan salah satu mekanisme tubuh untuk membersihkan saluran cerna dari mikroorganisme, racun, dan benda asing.
  • Diare muntah pada anak umumnya disebabkan oleh infeksi virus dan akan sembuh sendiri. 
  • Definisi diare itu BAB lebih dari enam kali per hari, cair, dan dalam jumlah banyak.
  • Prinsip utama penanganan diare adalah mencegah terjadinya dehidrasi.
  • Kebanyakan diare pada bayi karena infeksi virus misalnya rotavirus atau adenovirus. Tidak ada obatnya selain ASI dan oralit untuk mencegah dehidrasi (kekurangan cairan tubuh). Bila diare disertai darah, periksakan tinja, singkirkan kemungkinan amuba.
  • Anak yang sedang alergi terhadap protein susu sapi umumnya juga alergi terhadap protein kacang kedelai. Susu kedelai hanya untuk anak dengan kelainan bawaan lahir di mana tubuhnya tidak bisa mengolah laktosa (gula susu) karena kekurangan enzim laktase.
  • Diare pada bayi umumnya sembuh sendiri, umumnya disebabkan infeksi virus. Tidak perlu antibiotik (kecuali bila tinjanya ada darah). 
  • Jangan beri obat antidiare dan antimuntah. Diare dan muntah adalah mekanisme tubuh untuk membuang kuman, virus, dan racun yang masuk ke usus kita. Penggunaan adsorben seperti attapulgit, kaolin, dan pektat hanya mengubah tampilan feses, tidak menghentikan proses diare, jadi bisa menyamarkan gejala dehidrasi.
  • Berdasarkan lamanya gejala berlangsung, diare dibedakan menjadi:
  1. diare akut: bila berlangsung kurang dari dua minggu
  2. diare kronik: bila berlangsung lebih dari dua minggu
  • Secara garis besar, penyebab diare akut dibagi dua, yaitu infeksi dan bukan infeksi. Diare yang termasuk infeksi umumnya disebabkan oleh virus, dan ada pula yang penyebabnya bakteri, parasit, dan jamur. Diare bukan infeksi dapat disebabkan oleh malabsorpsi, dan alergi makanan, bahkan oleh obat (misalnya antibiotik). Namun umumnya diare akut pada anak disebabkan oleh virus. Apapun penyebabnya, umumnya tidak butuh obat kecuali oralit. Efek samping antibiotik yang tersering adalah diare. Makin sering anak mengonsumsi antibiotik, makin lama/sering anak diare.
  • Diare disertai lendir dan darah disebut disentri. Penyebabnya bisa amuba (parasit) atau bakteri. Disentri akibat amuba diterapi dengan metronidazol, tidak perlu antibiotik lain. Disentri akibat bakteri, diberi antibiotik yang sesuai kuman penyebabnya.
  • Cairan elektrolit tidak bisa menggantikan makanan, hanya menggantikan cairan dan elektrolit yang keluar melalui diare-mutah. Oleh karena itu, upayakan makanan tetap masuk meski hanya sedikit. Pada 24 jam pertama, boleh hanya minum cairan elektrolit, namun setelah 24 jam mulai berikan makanan (porsi kecil) sehingga terpenuhi kebutuhan nutrisi untuk perbaikan usus.
  • Diare memerlukan penanganan serius apabila disertai gejala berikut:
  1. dehidrasi berat
  2. anak sama seklai menolak minum atau muntah-muntah hebat
  3. diare disertai darah pada feses
  4. penurunan kesadaran
  5. kejang
  6. demam tinggi (hiperpireksia, suhu di atas 40,5 DC)
  7. muntah-muntah berwarna hijau
  8. perdarahan saluran cerna atau organ dalam lainnya
  9. nafas cepat dan dangkal
  10. diare berlangsung lebih dari dua minggu
  • Tanda-tanda dehidrasi: 
  1. Dehidrasi Ringan: (a) mata kering dan menangis tanpa air mata atau hanya sedikit air matanya (b) mulut dan bibir lebih kering (c) buang air kecil sedikit lebih jarang/popok basah tidak sesering biasanya
  2. Dehidrasi Sedang-Berat: (a) mata cekung (b) lemas (c) sangat kehausan (d) semakin jarang buang air kecil atau ganti popok/popok jarang basah (e) kulit kering
  3. Dehidrasi Berat: (a) pada bayi di bawah usia 6 bulan, ubun-ubun terlihat cekung (b) tidak mau minum (c) tidak buang air kecil lebih dari 8 jam (d) ketika kulit “dicubit” dengan dua jari, kulit sulit balik ke bentuk asal (e) sangat lemas atau kesadarannya menurun
  • Prinsip penanganan diare adalah: 
  1. atasi kekurangan cairan, dengan memberikan cairan sebanyak mungkin setiap kali anak BAB. Cairan yang dapat diberikan antara lain: larutan elektrolit (oralit), ASI, susu, atau air tajin. Pada diare, susu tidak perlu diencerkan atau diganti dengan yang rendah laktosa, kecuali bila terbukti diare disebabkan karena intoleransi laktosa
  2. untuk anak yang susah makan, tetap berikan makanan dalam jumlah yang lebih sedikit dari biasanya namun diberikan lebih sering
  3. obat antidiare tidak boleh diberikan. Akan memperpanjang sakit dan ada risiko efek samping
  4. antibiotik tidak diperlukan, kecuali bila terbukti penyebabnya adalah bakteri yang membutuhkan antibiotik
  5. cairan infus diberikan bila anak mengalami dehidrasi berat
  6. hindari pemberian makanan tertentu bila diare disebabkan oleh gangguan absorpsi makanan
  7. selalu menjaga kebersihan, berguna untuk mengatasi penyebaran penyakit
  • Segera bawa anak ke dokter bila: 
  1. diare disertai dengan darah
  2. diare banyak sekali, berwarna seperti air cucian beras
  3. anak mengalami dehidrasi berat
  4. anak sangat mengantuk 

[rangkumam lain bisa dilihat di label Buku QnA]

Jumat, 20 Desember 2013

Q&A Smart Parents for Healthy Children (Bab 1C)

Ini adalah usaha kedua saya dalam membuat rangkuman buku Q & A Smart Parents for Healthy children. Kemarin lusa entah mengapa ketikan saya hilang begitu saja. Membuat saya dongkol setengah mati. Baiklah mari berusaha lagi... Rangkuman ini buat diri sendiri... Semoga juga bermanfaat buat siapapun yang kesulitan mencari buku satu ini...


3. BATUK PILEK
  • Batuk adalah refleks tubuh untuk membersihkan jalan napas, untuk membuang semua hal (termasuk dahak) yang mengganggu atau menyumbat saluran napas. Jadi, batuk BUKAN penyakit dan batuk bukan “momok”. Batuk merupakan refleks untuk melindungi saluran napas.
  • Batuk bukan penyakit melainkan "alarm". Oleh karena itu, pikirkan apa penyebabnya. Pada bayi dan anak kecil, umumnya disebabkan infeksi virus. Tahunya? Keluar ingus!
  • Prinsip penanganan batuk adalah watchful waiting, yaitu diobservasi sambil memperhatikan keadaan umum lainnya. Bukan langsung merogoh obat.
  • Pengencer dahak terbaik adalah air hangat.
  • Batuk pada anak usia sekolah umumnya disebabkan oleh infeksi virus kecuali bila berkepanjangan lebih dari empat minggu, bisa alergi, bisa kuman. Gejala batuk biasanya akan disertai gejala lain misalnya demam, pilek, atau sesak, kecuali pada alergi. 
  • Jangan berikan obat untuk menghilangkan batuk (menekan refleks batuk ) seperti dekstometorfan atau kodein. Mengapa? Saat anak terkena infeksi virus, terjadi peningkatan produksi lendir di saluran napas sehinggga anak pun “harus” batuk dalam rangka membuang dahak serta membuang kuman/virus penyebab batuknya. Batuk menyebabkan dahak keluar dari jalan napas dan di/tertelan.
  • Pemberian antibiotik pada batuk pilek sama sekali tidak berguna bahkan merugikan karena ia justru akan membunuh bakteri baik di tubuh kita. Efek sampingnya antara lain radang usus besar (kolitis), reaksi alergi, dan munculnya bakteri yang kebal tehadap antibiotik.
  • Muntah pada batuk pilek membantu mengeluarkan lendir. Muntah tidak berbahaya, yang berbahaya kalau dehidrasi akibat muntah. Jangan berikan obat antimuntah karena racun atau zat-zat lain yang membahayakan tidak bisa dikeluarkan bahkan tetap tersimpan di dalam tubuh dan menjadi lebih bahaya. Muntah justru diperlukan.
  • Obat antimuntah akan menyebabkan kita kehilangan jejak atau misleading, di mana bila ada masalah yang lebih berat bisa tidak terdeteksi karena gejala yang ada dihilangkan (dan kita pikir dia sudah sembuh).
  • Asma sama dengan alergi dan pengobatannya adalah HINDARI, HINDARI, dan HINDARI pencetus alergi. Asma tidak bisa diobati dengan antibiotik. Kalau memang anak terkena serangan asma, obat yang paling manjur adalah obat bronkodilator dan steroid (misalnya deksametason) hirup untuk membuka jalan napas.
  • Alergi, asma biasanya ditandai oleh batuk pilek yang tidak terus-menerus, muncul pada saat-saat tertentu saja (misalnya malam hari) serta ada pencetusnya (udara dingin, debu, tungau rumah. Polusi, makanan). Manifestasi alergi lainnya adalah eksem, rinitis alergi (bersin-bersin/ingus di pagi hari, udara dingin atau terpapar debu), atau konjungtivitis alergi (mata merah berair). Jadi, HINDARI pencetusnya dan pelajari cara mengatasinya.
  • Obat-obatan yang tidak perlu saat asma:
  1. sedatif/”obat tidur” (diazepam; luminal), atau yang bisa menimbulkan efek samping sedatif (misalnya CTM)
  2. pengencer dahak (ambroksol, bromheksin) karena dapat memperparah batuk
  3. antibiotik
  • Anak asma butuh kortikosteroid. Tapi anak yang sakit batuk pilek karena infeksi virus JANGAN diberi kortikosteroid. Efek sampingnya mengerikan, antara lain: hipertensi, keropos tulang, diabetes, gangguan pertumbuhan tulang (anak pendek), rambut tumbuh berlebihan (hirsutisme), moon face (muka bengkak), serta perdarahan saluran cerna.
  • Berdasarkan berlangsungnya, batuk dibedakan menjadi:
  1. batuk akut: bila berlangsung kurang dari 8 minggu
  2. batuk kronik: bila berlangsung lebih dari 8 minggu
  • Batuk akut pada anak umumnya disebabkan infeksi virus. Tidak perlu obat-obat khusus apalagi antibiotik dan kortikosteroid. Cukup berikan banyak cairan. Batuk akut memerlukan penanganan serius apabila disertai gejala berikut:
  1. dehidrasi berat. Anak benar-benar menolak minum atau muntah-muntah hebat
  2. penurunan kesadaran
  3. sesak napas
  4. kejang lama atau kejang berulang
  5. demam tinggi (hiperpireksia, suhu diatas 40,5 DC)
  6. muntah-muntah berwarna hijau
  7. perdarahan saluran cerna atau organ dalam lainnya 
  • Tanda-tanda sesak napas:
    1. frekuensi napas lebih dari:
    40 kali/menit (usia 0-2 bulan)
    30 kali/menit (usia 3-12 bulan)
    24 kali/menit (usia 1-6 tahun)
    20 kali/menit (usia 7-13 tahun)
    16 kali/menit (usia di atas 13 tahun)
    2. ada tarikan otot-otot bantu napas (terlihat cekungan di bawah leher, di dada, di bawah tulang rusuk)
    3. napas cuping hidung (cuping hidung tampak kembang-kempis)
    4. napas terengah-engah, susah bicara
  • Batuk pilek pada bayi kecil umumnya menyertai penyakit bronkiolitis. Bronkiolitis adalah peradangan pada bronkiolus (cabang-cabang saluran napas kecil yang menghubungkan bronkus/cabang tenggorok dengan paru-paru). Umumnya bronkiolitis disebabkan oleh infeksi virus antara lain RSV, adenovirus, dan parainfluenza. 
  • Gejala awal sama dengan gejala salesma seperti ingus meler, bersin, batuk ringan, demam (atau sebaliknya, badan lebih dingin dari biasanya), rewel, cengeng. Dalam dua-tiga hari batuk menjadi-jadi dan dapat disertai mengi. Bila memberat, bisa timbul sesak.
  • Bronkiolitis dapat digolongkan menjadi:
  1. bronkiolitis ringan: keadaan umum cukup baik, masih mau minum dan tidak sesak napas. Tidak memerlukan penanganan khusus, tidak perlu terapi uap dan antibiotk. Jika demam tinggi/sangat rewel, berikan parasetamol. Berikan ASI sesering mungkin saja
  2. bronkiolitis sedang: anak agak sesak. Napas disertai tarikan otot-otot bantu napas (sekitar dada dan perut) dan mulai bernapas menggunakan cuping hidung, mulai sulit untuk diberi makan, bisa terjadi dehidrasi ringan, napas pendek saat menyusu atau makan, atau terdapat beberapa periodettidak bernapas (apne)
  3. bronkiolitis berat: anak sangat lemah, tidak mau minum/makan, sesak (tarikan otot bantu pernapasan, napas cuping hidung, dan grunting), tampak lelah untuk bernapas, dehidrasi berat, dan sering terdapat periode tidak bernapas yang waktunya cukup panjang. Anak dengan bonkiolitis sedang-berat segera bawa ke rumah sakit. Ia butuh terapi inhalasi dengan larutan hypersaline.
  • Meski bronkiolitis dapat mengenai semua bayi, umumnya yang terkena adalah bayi kecil yang sering berada di luar rumah, sering terpapar rokok, dan bayi yang mendapat susu formula. Oleh karena itu, jangan lupa ASI eksklusif ya.
  • Batuk lama (kronik) tidak berbahaya. Penyebab tersering adalah kondisi lingkungan (polusi, lembab, asap rokok). Penyebab lainnya adalah infeksi virus berulang yang menyebabkan bronkitis (radang di saluran napas cabang tenggorokan). Pada anak kecil, infeksi virus dapat terjadi berulang kali, sehingga batuk terkesan menetap.
  • Penyebab lain batuk lama (kronik) adalah alergi, asma atau gangguan THT seperti sinusitis, post nasal drip (lendir dari rongga hidung yang masuk ke dalam rongga mulut), dan otitis media. Atau refluks (aliran balik) asam lambung. Pada usia sekolah ada pula yang dinamakan batuk psiko-genik, yaitu batuk kering yang terjadi tanpa ada bukti kondisi medis yang mendasari, tapi lebih berhubungan dengan keadaan emosi anak.
  • Batuk kronik butuh penanganan serius apabila:
    1. munculnya batuk pada awal kelahiran bayi, hal ini dapat menunjukkan: 
    • kelainan bawaan yang menyebabkan gangguan makan dan menimbulkan aspirasi (tersedak), kelainan anatomi jalan napas.
    • Gangguan pada fungsi silia termasuk fibrosis kistik
    • adanya pneumonia virus kronik (misal oleh CMV) yang dialami selama dalam kandungan atau mendekati waktu persalinan
    2. batuk kronik disertai dahak yang kental dan purulen (bernanah)
    3. batuk menetap setelah anak tersedak
    4. batuk terjadi setelah atau selama pemberian makanan
    5. anak tampak sakit dan mengalami gangguan tumbuh kembang
  • Saat mengalami infeksi saluran napas, termasuk flu, bisa ditemukan gambaran perselubungan atau “bercak” putih di foto rontgen paru. Gambaran ini sering disalah-kaprahkan dengan istilah flek paru yang sebenarnya merupakan penghalusan (eufimisme) istilah tuberkulosis paru (TBC paru). Padahal, mendiagnosis TBC paru pada anak ibarat menyusun sekuntum bunga. Tidak bisa hanya mengandalkan pada satu kelopak saja, tidak bisa hanya berdasarkan rontgen.

[rangkumam lain bisa dilihat di label Buku QnA]

Selasa, 21 Mei 2013

Q&A Smart Parents for Healthy Children (Bab 1B)

Cukup lama juga jeda antara postingan yang pertama dengan kedua ini. Banyak kesibukan yang membuat waktu saya sangat tersita. Rangkuman pertama saya untuk buku ini sangat bermanfaat ketika E-boy tiba-tiba demam (2 minggu setelah fogging). Sementara di lingkungan tempat tinggal yang sekarang adalah basis demam berdarah. Dari tahun ke tahun selalu ada korban. Patokan saya ketika merawat anak demam hanya satu: CAIRAN (apapun bentuk dan rasanya, ya oralit, ya air putih, ya susu, ya teh manis, ya es krim, jus buah, sup, dll yang terlintas di otak). Anak menolak makan tidak membuat saya bingung. Kalau minum?? Segala cara harus dipergunakan untuk memastikan anak mau minum. Saya bisa jadi badut yang memainkan mimik muka aneh-aneh agar anak mau minum. Pujian setinggi langit tidak boleh alpa. Dan segudang cara unik lainnya dipergunakan agar cairan terus masuk ke dalam tubuh anak. Dan yang tak kalah pentingnya adalah membuat catatan tentang pola demam anak. Jam berapa dan suhu berapa serta penangannya apa.

Setidaknya, ketika rangkuman ini saya buat, itu berarti E-boy sudah terlepas dari masa kritis demam. Suhu turun dengan sendirinya tanpa intervensi paracetamol. Suhu tubuh normal sudah 24 jam tanpa ada penurunan gejala klinis. Semua oke. Nafsu makan membaik. Tanpa batuk pilek. Anak ceria dan pecicilan! Sedikit rewel ketika jam tidur. Bab 1B dari buku dr. Purnamawati membahas tentang kejang demam. Yuk disimak...

2. KEJANG DEMAM

  • Kejang demam adalah kejang yang timbul akibat demam yang terjadi pada bayi dan anak kecil yang bukan disebabkan oleh adanya suatu kelainan di otak. Sebagian besar anak dengan kejang demam suhunya di atas 38,3 DC dan biasanya terjadi pada hari pertama demam. Kejang demam tidak berbahaya, tidak mengganggu intelegensia.
  • Kejang demam bukan kondisi yang sering terjadi. Hanya satu dari 25-40 anak demam yang mengalami kejang demam (klik web milis sehat yuk).
  • Kejang demam (lebih dari 38,5 DC) tidak bisa dicegah. Yang perlu disediakan adalah diazepam rektal (disimpan di lemari es) yang hanya diberikan ketika anak kejang, bukan untuk pencegahan. Cara pemberian diazepam adalah lewat anus (per rektal). Sediaan di apotek hanya dua: 5 mg dan 10 mg. Dosisnya adalah 0,3-0,5 mg/kg/kali. Diazepam memiliki masa kerja yang cepat dan cepat pula dibuang dari tubuh. Pemberian diazepam bisa diulang sampai tiga kali pemberian dengan interval 5 menit. 
  • Pemberian obat diazepam saat anak demam (bukan saat kejang demam) dinyatakan lebih banyak ruginya ketimbang manfaatnya. Karena mempunya efek samping berupa gangguan koordinasi, mengantuk, bahkan bisa menyebabkan gagal nafas.
  • Sampai saat ini tidak ada satupun guideline yang mengemukakan peran kopi untuk mencegah kejang demam.
  • Indikasi Elektroensefalografi (EEG) antara lain: kejang lama (> 10 menit), kejang berulang terlebih jika kejang muncul saat demam tidak tinggi, atau kejang fokal (yakni kejang bukan pada seluruh tubuh melainkan pada satu anggota tubuh saja). 
  • Biasanya hanya terjadi pada bayi berusia lebih dari 6 bulan sampai anak berusia 5 tahun, tetapi paling sering terjadi pada anak batita.
  • Apabila kejang pada usia kurang dari 6 bulan dan lebih dari 5 tahun, bawalah anak ke DSA neurologi untuk pemeriksaan lebih lanjut.
  • Faktor resiko kejang berulang:
  1. kejang pertama terjadi pada usia kurang dari 12 bulan
  2. ada anggotta keluarga dekat yang pernah mengalami kejang demam
  3. kejang terjadi saat suhu tubuh relatif rendah
  4. kejang terjadi segera setelah anak demam
  • Apabila anak kejang pertama sebelum ia berusia 1 tahun maka ada kemungkinan berulang kejangnya sebesar 30%. Hanya 2% dari anak yang kejang berulang yang bisa mengalami epilepsi yaitu apabila kejangnya lama dan/atau kejangnya hanya pada sebagian tubuh, bukan seluruh tubuh pada anak dengan cerebral palsy.
  • Bila kejang demam pertama terjadi saat anak berusia kurang dari 15 bulan, memang resiko berulang lebih tinggi ketimbang bila kejang demam pertama terjadi pada usia lebih besar. Bila suhu 38 DC anak kejang demam, maka kemungkinan berulang juga lebih tinggi ketimbang anak yang mengalami kejang demam ketika suhunya 39,5 DC atau lebih. Bila jarak antara demam dengan kejang demam hanya 1-2 jam, maka kemungkinan berulangnya kejang demam juga lebih besar ketimbang kejang demam yang terjadi lebih lambat (tetapi masih dalam waktu 24 jam pertama demam). Bila ada anggota keluarga yang pernah mengalami kejang demam maka kemungkinan berulang juga lebih tinggi.
  • Anak harus rawat inap apabila ada tanda kegawatdaruratan seperti: kejangnya lama, sesudah kejang berhenti anak tidak sadar, kejang berulang dalam waktu singkat, kejang bukan di seluruh tubuh melainkan pada satu sisi tubuh (sisi kiri atau sisi kanan) atau pada salah satu bagian tubuh saja (tangan saja, kaki saja), ada ada indikasi rawat inap seperti dikemukakan di bab perihal demam.
  • Prinsip penanganan:
  1. tetap tenang, jangan panik
  2. baringkan di tempat yang aman (lantai) tanpa bantal
  3. longgarkan pakaian
  4. atur posisi (setengah tengkurap atau miring) untuk mencegah tersedak
  5. jangan meletakkan atau memasukkan apapun ke dalam mulutnya (misalnya sendok, termasuk makan dan minuman) karena bisa menyumbat jalan napas
  6. berikan diazepam supositori melalui anus
  7. saat kejang jangan menahan gerakan kejang untuk menghindari fraktur/patah tulang
  8. hitung lama kejang demam, amati bagian tubuh yang pertama kali mengalami kejang untuk referensi diagnosis dokter
  9. penangan demam (sesuai prinsip mengatasi demam)

[rangkumam lain bisa dilihat di label Buku QnA]

Sabtu, 03 Maret 2012

Q&A Smart Parents for Healthy Children (Bab 1A)


Buku terbitan PT. Intisari Mediatama dengan tebal 582 halaman ini ditulis oleh dr. Purnamawati S. Pujiarto, SpAK, MMPed. Cukup lama saya mencarinya baik di toko online maupun offline. Pesan sani-sini tak kunjung dapat. Satu tahun lebih harus menanti dengan sabar. Per tanggal 15 Februari yang lalu akhirnya buku idaman sampai di tangan saya. Itu pun setelah ada tawaran di milis sehat untuk mengumpulkan orang agar penerbit mau mencetak kembali. Dari dua judul buku dr. Wati yang ditawarkan di milis sehat, hanya buku Q&A saja yang diterbitkan. Yaaa.. harus disyukuri lah. Lebih baik dapat satu judul buku daripada tidak sama sekali.

Biasanya saya bisa menamatkan sebuah buku dalam waktu 2-3 hari. Untuk buku Q&A sengaja saya baca lambat-lambat. Saya ingin menyerap semua ilmu yang ada di buku tersebut. Gaya bahasanya sederhana, tanya jawab antar orang tua dan diberi arahan/penjelasan panjang lebar oleh dr. Wati. Di setiap sub bab diberikan catatan penting. Tidak hanya membahas seputar penyakit langganan anak dan pengobatan yang rasional saja tetapi juga membahas tentang parenting. Gak rugi deh beli buku ini. Dijamin!

Hampir dua minggu terakhir saya hanya bisa menamatkan dua sub bab. Dan di blog ini saya ingin merangkum dari apa yang saya baca per sub bab. Mudah-mudahan bisa membantu di kala darurat. Meski bukunya sudah saya warnai di bagian-bagian penting tapi karena belum terstruktur (berupa tanya jawab), saya yakin suatu saat nanti ketika darurat jadi bingung harus membaca di bagian mana. Bab pertama mengupas tuntas seputar penyakit langganan pada anak:

1. DEMAM
  • Demam bukan penyakit, merupakan gejala yang harus dicari penyebabnya. Umumnya karena infeksi dan merupakan salah satu taktik sistem imun tubuh untuk menyerang balik penyebab infeksinya.
  • Demam = peningkatan suhu tubuh di atas 38,3 derajat celcius (DC) lebih dari 24 jam, biasanya suhu tubuh akan turun setelah 72 jam. Peningkatan suhu tubuh ini disebabkan oleh meningkatnya zat pencetus panas yang disebut pirogen akibat adanya infeksi, radang, keganasan, alergi, tumbuh gigi, dll.
  • Tingginya demam tidak berarti penyakitnya parah (gunakan termometer, jangan mengandalkan perabaan).
  • Ciri infeksi virus: panas tinggi, mendadak naiknya, dan biasanya ada pola naik turun (tidak perlu antibiotik!)
  • Salah satu resiko demam adalah dehidrasi (ciri: ubun-ubun cekung, jarang buang air kecil, kulit lambat kembali ketika dicubit). Pencegahan dehidrasi: minum cairan apapun sesering mungkin, bila ada diare beri oralit.
  • Prinsip penanganan demam:
  1. Jangan panik
  2. Amati perilaku anak
  3. Cegah dehidrasi
  4. Kompres air hangat (atau diajak berendam air hangat)
  5. Ruangan dijaga agar tidak panas (pasang kipas angin)
  6. Pakaikan baju tipis
  • Penggunaan parasetamol dalam jangka lama dan sering dapat menimbulkan kerusakan hati (liver), tujuan pemberian parasetamol untuk sedikit menurunkan suhu tubuh dan membuat nyaman (bukan menormalkan suhu tubuh).
  • Ibuprofen tidak dianjurkan untuk anak demam dengan muntah diare, juga bukan untuk anak di bawah usia 6 bulan (fungsi ginjal yang belum sempurna) dan bukan pada anak yg diduga demam berdarah (DB). Menimbulkan iritasi lambung (perdarahan) dan gangguan cerna ( sifatnya asam, mirip aspirin). Kombinasi parasetamol dan ibuprofen dapat meningkatkan resiko perdarahan saluran cerna.
  • Do not treat low grade fever (37,5-38 DC) karena virus tumbuh subur dan marak di suhu rendah.
  • Hubungi dokter bila:
  1. Bayi berusia < 3 bulan dengan suhu tubuh > 38 DC
  2. Bayi berusia 3-6 bulan dengan suhu tubuh > 38,5 DC
  3. Bayi dan anak berusia > 6 bulan dengan suhu tubuh > 40 DC
  4. Kondisi anak memburuk: tidur terus, lemas, sulit dibangunkan (letargi)
  5. Demam selama 72 jam
  6. Susah minum, tidak mau minum, atau sudah dehidrasi
  7. Rewel/menangis terus, tidak dapat ditenangkan
  8. Kejang/kaku pada kuduk leher
  9. Sakit kepala hebat yang menetap
  10. Sesak nafas
  11. Muntah atau diare terus menerus
  • RS dan tenaga medis yang berganti membuat anak cemas, resiko tambahan berupa infeksi nosokomial (infeksi dari RS yang kumannya lebih ganas).
  • Pegangan paling kuat untuk mengetahui kegawat-daruratan adalah kondisi umum anak.
  • Pelukan, belaian, dan ketenangan dari orang tua (terutama ibu) sangat membantu anak mengatasi rasa sakitnya
  • Indikasi rawat inap pada anak:
  1. Kesadaran menurun
  2. Kejang berulang atau durasi kejang lama
  3. Dehidrasi berat
  4. Shock/renjatan
  5. Memerlukan obat intravena
  6. Saat tangis melengking, ubun-ubun besarnya menonjol disertai muntah menyemprot
  • DB disebabkan virus, ciri: trombosit turun, hematokrit naik, sangat lemas, teler berat, mual dan muntah, tidak memiliki gejala khas, demamnya manteng tinggi, tanpa batuk.
  • Dengue shock syndrome (DSS) = sindrom renjatan dengue adalah kondisi DB di mana penurunan deman disertai perburukan kondisi umum. Ciri: nadi lemah, tubuh sangat lemah, pucat, ujung tangan dan kaki dingin, bisa terjadi pembesaran perut (bukan kembung) karena ada perdarahan di dalam perut.
  • Pemeriksaan lab darah umumnya dikerjakan pada:
  1. Demam lebih dari 72 jam dan sudah terbukti bukan ISK
  2. Demam lebih dari 72 jam dengan kecurigaan db
  3. Demam dengan penurunan kesadaran
  4. Demam dengan kejang berulang
  5. Demam dengan tanda-tanda dehidrasi berat
  6. Demam dengan sesak nafas
  7. Demam dengan anemia berat (sangat pucat pada bibir, lidah, kuku, dan telapak tangan)
  8. Demam dengan perbesaran hati dan atau limpa
  9. Demam dengan tanda tanda perdarahan nyata (mimisan, gusi berdarah, bintik bintik perdarahan di bawah permukaan kulit dan memar yang luas, bab hitam, dan muntah darah)
[rangkuman lain bisa dilihat di label Buku QnA]