Minggu, 17 Agustus 2014

Selamatkan Bumi Tercinta

Bumi...
Bumi tempat kita tinggal semakin renta. Semakin kotor. Semakin terpolusi. Begitu banyak yang telah kita ambil dari bumi. Kita manfaatkan. Kita habiskan dengan serakahnya. Sumbangsih apa yang bisa kita lakukan untuk menjaga bumi tetap lestari? Kerusakan yang kita lakukan terhadap bumi secara tidak langsung menjadi bumerang bagi diri sendiri.

Apa yang saya lakukan beberapa minggu terakhir sebenarnya bukan sesuatu yang besar untuk aksi menjaga bumi kita ini. Sesuatu yang berangkat dari rasa sebal ketika melihat tumpukan tas kresek yang bikin sesak rumah kami yang kecil. Kresek yang makin lama makin menggunung. Meluap dari tempat penyimpanannya.

Plastik juga kresek tidak mudah diurai. Informasi lengkap tentang plastik bisa dibaca di sini. Oleh karena itu, sekarang saya tidak sungkan-sungkan menolak tas kresek saat berbelanja. Dulunya saya selalu meminta kardus. Lumayan loh kardus tersebut bisa saya manfaatkan untuk menyimpan berbagai barang di rumah yang sudah tidak terpakai lagi.

tas ransel dengan aneka isinya setelah berbelanja

Eh tapiiiiii... ketika barang sudah rapi jali masuk gudang, timbul masalah baru nih. Tumpukan kardus sisa belanja mulai memenuhi salah satu sudut rumah. Semakin sumpek terasa. Akhirnya saya memanfaatkan tas ransel saat berbelanja. Satu masalah hadir ketika kita belanja di supermarket, tas ransel wajib dititipkan. Apa itu membuat saya berhenti melakukan aksi sederhana menyelamatkan kelangsungan bumi tercinta?

Tentu tidak, saya menggunakan kembali beberapa tas spunbond. Aneka tas spunbond yang biasanya didapatkan dari hajatan ini cukup kuat loh. Dan bisa dilipat hingga berukuran kecil. Ringan, tidak memenuhi tas/dompet kita. Sekarang ini suami sudah mulai mengikuti kebiasaan saya berbelanja, tidak lagi menerima tas kresek. Meski beberapa kali suami masih alpa, tapi sudah cukup membuat jempol saya terangkat.

dua tas spunbond terisi penuh, bayinya tidak diperjual-belikan

Berikutnya tentang dioxin juga aneka bahan kimia yang terkandung dalam plastik. Kali ini saya hanya menyoroti si dioxin yang sangat berbahaya. Pencemaran dioxin pada bumi tidak bisa dianggap sederhana. Secara singkat, dioxin digunakan sebagai pemutih di industri kertas. Namun juga digunakan pada pembalut wanita sekali pakai, popok sekali pakai, nursing pad sekali pakai, dll.

Dioxin sangat beracun, menyebabkan masalah perkembangan dan masalah reproduksi, merusak sistem imun, mempengaruhi kerja hormon, serta menyebabkan kanker. Secara detil, serba serbi dioxin bisa dibaca langsung di situsnya WHO ini. Sangat seram ya?!! Semoga kita dan anak cucu kita tetap menjadi insan yang sehat lahir dan batin, cerdas, juga berakhlak mulia.

Sampah dari pembalut wanita sangat sulit diurai. Sepanjang saya mengalami siklus menstruasi, pembalut wanita sekali pakai turut menjadi bagian hidup. Tidak pernah muncul masalah. Hingga saat di mana siklus menstruasi saya kembali setelah masa nifas selesai. Entah mengapa terjadi ruam selama memakai pembalut wanita sekali pakai ini. Perih terasa! Sangat tidak nyaman.

Obrolan dengan suami, memberi kesimpulan kalau pembalut wanita sekali pakai jaman ini sudah mengandung berbagai bahan kimia yang tentunya ada efek samping terhadap si pemakai (klik ini untuk lebih jelas). Masih segar di ingatan saya, pertama kali menjadi konsumen pembalut wanita sekali pakai, penampakannya sangat tebal, tanpa sayap, dan sepertinya hanya mengandung kapas. Tanpa bahan kimia apapun.

Sekitar 3 tahun yang lalu, saya masih bisa membeli pembalut wanita sekali pakai yang bahannya alami. Merknya Love Moon. Harganya waktu itu lima puluh ribu rupiah untuk 10 buah. Belinya di sebuah toko bayi. Mahal sekali kan?! Tetapi masalah ruam sembuh total. Nyaman memakainya. Tidak ada rasa gatal dan lembab. Apalagi rasa perih. Enak banget pokoknya.

Sayang, Love Moon ini tidak lagi tersedia di toko bayi langganan. Sedih? Bingung? Iya, saya bingung dan sedih. Beruntung teringat cerita mama di masa lalu kalau jaman dulu sebelum ada pembalut wanita sekali pakai....,,,, wanita-wanita jaman dulu menggunakan potongan kain sebagai penyerap darah menstruasinya. Saya segera mengambil kain handuk dari lemari.

Handuk tersebut saya potong menjadi 4. Dan kain itu lah yang akhirnya menemani hari-hari berdarah. Tidak ada ruam. Tidak ada rasa lembab asal rajin mengganti. Saya tidak bisa memakai handuk ini saat bepergian atau saat ada urusan di luar rumah. Kalau terjatuh kan bisa malu tujuh turunan... Tentu saya terpaksa memakai pembalut wanita sekali pakai saat harus ke luar rumah.

Sekarang sudah ada produk pembalut wanita yang bisa dicuci ulang, dikenal luas sebagai menstrual pad (mens pad). Ada tiga jenis: panty liner, day, dan night. Semuanya sudah dilengkapi sayap. Lumayan! Akhirnya saya terbebas dari pembalut wanita sekali pakai yang efek samping kandungan kimianya bikin ngeri. Cukup sudah permasalahan saya akan ruam selama memakai pembalut wanita sekali pakai. Sayonara ~senyum bahagia~

Sampah lain yang sangat membebani bumi adalah popok sekali pakai (pospak). Satu buah pospak baru terurai setelah ratusan tahun. Haduuuuuuh... betapa mengerikannya bila bumi dipenuhi sampah-sampah yang sulit terurai begini... Bisa membayangkan gak seberapa besar cemaran dioxin nya? Anak cucu kita akan mewarisi apa? Saat saya hamil E-boy, saya sudah mengenal yang namanya cloth diaper (clodi). Sayangnya waktu itu hanyalah wacana.

Saat E-boy lahir, ada beberapa merk clodi yang masuk Indonesia.. Harganya bikin mabuk kepayang. Sebuah clodi dibandrol 200-300 ribu rupiah, warnanya masih warna tunggal tanpa motif. Selain mahal, toko online belum marak. Kalaupun ada, saya takut membeli secara online. Takut tertipu, mengingat harganya yang super mahal buat kami. Tetapi pemikiran saya akan sulit terurainya pospak mendorong saya hanya memakai satu buah pospak per hari.

Lalu bagaimana ketika saya tidak memakaikan pospak kepada E-boy? Saya mendaur ulang pospak. Pospak yang sudah terpakai (bekas urine saja) saya operasi sedemikian hingga menjadi bersih, terpisah dari gel yang sudah terpenuhi urine E-boy. Saya sebut sebagai Outer/Cover/Kulit Pospak (O/C). Bagian O ini dilapisi popok kain di dalamnya. Jadi, urine bayi hanya membasahi popok kainnya saja. Baju kita, sprei, gendongan akan aman dari urine bayi.

yang dilingkari adalah area yang digunting setelah digelembungkan dengan air

Penggunaan pospak hanya di malam hari saja. Trik supaya pospak bisa menampung selama 10-12 jam adalah dengan membeli pospak satu ukuran lebih besar dari bayi kita. Pasti Anda semua bertanya-tanya bagaimana cara saya mengoperasi pospak sehingga menjadi O/C kan? Saya uraikan ya:
1. Pospak yang telah terpakai dibentangkan, bagian yang menempel pada bayi di bagian atas
2. Guyur air sampai bagian tengah pospak menggelembung (gel yang terpenuhi air)
3. Gunting area yang menggelembung saja, lembaran yang telah tergunting dibuang
4. Keluarkan gel dari pospak, buang
5. Bagian pospak yang tersisa dicuci hingga bersih kemudian dijemur di bawah terik sinar matahari. Bagian inilah yang disebut O/C.

perbedaan pospak dan O/C, lapisan pospak berwarna hijau dan gel di dalamnya harus dibuang

O/C jaman E-boy bisa diwariskan pada E-baby. Seingat saya, dulu O/C ini termasuk tahan banting. Bisa dicuci dengan mesin, dengan deterjen pun tahan. Beberapa kali cuci kering pakai. Sedangkan O/C sekarang tidak demikian. Harus dicuci tangan dengan shampoo bayi. Hanya bertahan 2-3X dan setelah itu tidak bisa lagi dipakai. Koyak di sana sini. Velcro mudah robek. Tetapi meski demikian, operasi pospak ini bisa memangkas pengeluaran bulanan.

Menjadi ibu dengan dua orang putra itu tidak mudah. Tidak ada yang membantu. Tiada tempat berkeluh kesah. Bahu membahu dengan suami merupakan kenikmatan tersendiri. Bisa dikatakan, kehadiran E-baby secara tiba-tiba mengubah banyak hal. Tiga bulan pertama kehadiran E-baby, penggunaan pospak agak banyak. Sebulan bisa habis 2-3 pack isi 52. Boros!

Pemikiran untuk menjadi manusia yang ramah lingkungan tetap bergelanyut. Sedikit demi sedikit saya pulih dari kelelahan masa hamil dan sakitnya proses bersalin. Di bulan keempat dari hadirnya E-baby, penggunaan pospak dibatasi dengan 1 per hari dan saat bepergian. Pembatasan ini juga dikarenakan kulit E-baby yang sangat sensitif. Gampang sekali ruam. Bila terus-terusan memakai pospak maka ruamnya menjadi-jadi (baca ini untuk mengetahui bahan baku pospak dan dampaknya terhadap bayi).

Hingga dua bulan yang lalu saya memutuskan untuk tidak menggunakan pospak sama sekali. Apa saya beralih ke clodi? Hmmmm.... dihitung-hitung dulu dong.  Harga clodi lokal memang berkisar 70-100 ribu rupiah. Cukup terjangkau untuk kantong kami. Setelah dihitung-hitung, muncul deh yang namanya si pelit. Sayang dong simpanan O/C yang sudah susah-susah dibuat. Kalau bisa membeli insert-nya saja kenapa tidak?! Lumayan lama saya mencari toko online yang hanya menjual insert saja.

A: cili popo (katun), B: lipop (suede+PUL), C: cluebebe

Beberapa kali tanya kok tidak jua menemukan. Di saat kritis, di mana saya akan membeli clodi.... Eh ada teman yang menjual insert. Bahagiaaaaaa...... Sebenarnya saya ingin membeli insert berbahan bamboo karena jelas aman untuk kulit E-baby yang sensitif. Sayangnya, teman saya ini hanya menjual yang berbahan microfiber. Saya bongkar-bongkar lagi, menemukan prefold diaper yang berbahan katun dengan merk cili popo. Juga liner berbahan suede dengan merk lipop.

Hasil rundingan dengan suami, saya memutuskan membeli 1 insert microfiber combo dari cluebebe (combo karena mengandung eucalyptus) + 1 prefold diaper katun dari cili popo + 1 liner Pocket PUL (berbentuk kantung, salah satu sisi berbahan PUL agar urine tidak bocor) dari lipop. Liner ini akan menyamankan bayi. Bisa menjaga kelembaban kulit bayi (bahan microfiber menyebabkan kulit bayi kering). Harga masing-masing yang saya beli adalah Rp. 35.000 + Rp. 19.000 + Rp. 15.000.

Berarti saya sudah punya insert untuk dua malam. Dua hari bebas pospak. Horreeeeeeee!!! Cara merawat clodi tidak susah kok. Baca di sini ya. Berikutnya saya akan membandingkan kedua insert tersebut di atas. Sebelum dipakai, tentu harus dicuci dulu. Untuk cluebebe dan lipop, sekali cuci beres. Mudah kering. Yang cili popo, harus dicuci 3x bila menggunakan air panas atau 5x bila menggunakan air suhu ruang. Pencucian berulang ini dimaksudkan agar penyerapan urine jadi maksimal dan bahan kimia hilang total.

Dari awal saya jatuh cinta dengan yang berbahan katun. Kelemahannya hanya satu sih: susah kering bila dibandingkan dengan microfiber. Sekarang bagaimana performa keduanya setelah dipakai semalaman?? Oia, insert combo dari cluebebe ini tebal, terdiri dari dua lembar. Kemungkinan yang satu lembar berkantung itu berbahan microfiber dan selembar satunya berbahan microfleece. Anehnya, ketika baru dicuci, lembaran yang mungkin berbahan microfleece kok berkurang panjangnya ya?!

A: lipop yang dilipat tiga
B1: suede membuat kulit bayi kering, B2: PUL sebagai anti bocor
C1: microfiber, C2: microfleece sebagai liner

lipop dan cluebebe yang berkantung, bebas ditambahkan insert apapun

Malam pertama, saya mencoba cluebebe+O/C dari jam 9 malam hingga jam 6 pagi. Tebal banget. Membuat pantat E-baby makin seksi aja hihihi.... Seksi yang gak proposional, E-baby kelihatan gak nyaman. Apa yang terjadi setelah dipakai selama 9 jam? Celana E-baby basah. Bocoooooorrrrr...... Bocoooooorrrrr.... Tebal gitu tapi daya serap tidak terlalu bagus (menurut saya loh ini). Tetapi kudu bersyukur, sprei tidak ternodai (haaalllllaaaah bahasanya rek) urine E-baby. Yang artinya gak perlu ganti sprei!

Malam kedua, giliran cili popo yang dimasukkan dalam lipop+O/C. Tipis. Lipop-nya lembut banget. Suka sekali. E-baby lebih nyaman. Keesokan harinya, celana E-baby kering dan tidak pesing. Lipop kering. Cili popo sedikit lembab. Juara deh kalau untuk daya serapnya. Sukak! Saya sangat Sukak! Ketika ketiganya dicuci kembali, cili popo+lipop seperti semula. Lapisan microfleece dari cluebebe semakin mungil. Kemarin berkurang panjangnya, kali ini berkurang bagian lebarnya ~sedikit kecewa~

A: lipop + cili popo + O/C (favorit saya!!)
B: cluebebe + O/C (agak tebal dan lebih panjang dari O/C)

Karena saya mencuci seminggu dua kali, maka minimal saya membutuhkan 7 insert dan 7 liner. Berarti 5 cili popo dan 6 lipop (1 lipop dipadu dengan cluebebe) lagi . Itu artinya, (19 ribu x 5) ditambah (15 ribu x 6). Totalnya adalah Rp. 185.000,-. Waaaah hemat sekali ya. Dengan jumlah rupiah yang tidak sampai dua ratus ribu itu, bisa dipakai sampai E-baby lulus toilet training loh. Selain hemat, ruam-ruam menjauh, efek samping pemakaian pospak yang menakutkan itu tidak lagi menghantui.

Bila setiap manusia mau berubah, permasalah sampah yang menggunung ini tak perlu ada. Kerusakan lingkungan bisa dicegah. Kalau bukan kita, siapa yang akan menjaga tempat tinggal kita? Apakah perlu seperti di film Wall-E?? Meski saya sudah bisa menolak tas kresek saat berbelanja, memilih nursing pad yang bisa dicuci ulang, sudah tidak lagi membeli pembalut wanita sekali pakai, dan akan meninggalkan pemakaian pospak..., rasa puas itu belum hadir.

Saya masih nyampah. Belum menjadi manusia yang benar-benar tanpa sampah. Tugas saya berikutnya adalah komposting. Bulan depan kegiatan ini akan saya lakukan dengan menggunakan keranjang takakura. Yang hasil akhir dari komposting ini adalah produksi sayuran organik untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga kami sendiri. Sebuah cita-cita pribadi yang masih dipertanyakan oleh suami. Bukannya disemangati malah digembosi. Ah mari dibuktikan!

Tunggu cerita saya selanjutnya ya... Doakan berhasil memanen sayuran organik sendiri (^-^)v

Kamis, 07 Agustus 2014

Pengalaman ber-Hair Chalk Ria

Mengalami hari-hari berambut tidak menyenangkan selama periode menyusui itu benar-benar boros kepercayaan diri ya? Sejak 2-3 bulan setelah melahirkan, rambut saya rontok parah. Untung tidak jadi botak. Kemudian 9-10 bulan setelah melahirkan, rambut-rambut mini tumbuh subur. Jabrik!! Bikin tampilan saya sedikit tidak terawat. Gak PD, takut bikin suami bosan bahkan eneg jadi momok. Tebal-tebalin rasa percaya diri dah.

Eh saudara sepupu kapan hari memamerkan foto rambut ombre-nya yang super keren. Status lajang itu selalu bikin iri. Bebas merdeka mau apa saja. Tanpa harus memikirkan suami dan anak-anak. Kembali ke rambut ombre, segera saya bertanya. Olalalaaaaa... saudara sepupu saya ini ternyata bikin sendiri. Memesan catnya dari negara tetangga. Hmmm... mupeng tingkat dewa. Tapi karena saya lagi trauma mendatangkan barang dari luar negri jadinya ditunda sajalah membeli cat ombre itu....

Emak-emak semacam saya ini pasti ada jenuhnya, ada betenya kalau pas ngaca. Curhat lah saya ke kanan kiri. Nah, perbincangan tentang rambut dengan neneknya anak-anak berujung pada order. Satu paket hair chalk isi 36 warna plus catok mini imut warna pink (saya bukan penyuka pink saudara-saudara). Tentu bongkar-bongkar yutup dulu dong sebelum order... hehe he.... Nekad saja lah, toh saya juga suka eksperimen. Suami gak bawel tuh kalau saya pas belanja online. Asal disogok ciuman dan pelukan huehuehue.... (yakin cuma itu aja sogokannya?!)

Selasa, jam 7 pagi
"Mbak Veraaaaaaaaa", suara cowok renyah dan lantang. Siapa yang mengira kalau itu suara kurir. Setia mengantar barang ke rumah kami kurang lebih setahun belakangan. Kurir ini kadang ajaib. Suka mengantar barang di luar jam kerja. Pernah mengantar paket di malam hari. Ternyata emang si kurir ini adalah tetangga belakang rumah sono yang biasa sholat jumat di masjid sebelah. Halaaaah... Tapi enak loh kalau kurir terhitung tetangga sendiri. Paket kita bakal sampai walau rumah sedang kosongan.

hair chalk dan catok mini pinky

patah-patah.. maklum gak dibungkus bubble wrap

Meski hari selasa ini ada jadwal segambreng, dan mumpung suami masih mandi+E-baby masih tidur maka saya pun langsung mencoba. Gampang kok (ini video contekannya). Yang perlu disiapkan terlebih dahulu adalah air dalam botol yang bisa disemprotkan, handuk/lap untuk membersihkan catok mini. Mari kita mulai (panaskan catok sebelumnya yak):
1. Ambil sejumput rambut
2. Pilin-pilin rambut tersebut
3. Semprot pilinan rambut hingga basah seluruhnya
4. Pilih hair chalk dengan warna sesuai mood
5. Warnai rambut searah saja dari atas ke bawah
6. Keringkan hasil pewarnaan dengan catok

Bagaimana hasilnya?? Sesuai dugaan awal. Warna dari hair chalk kurang terlihat di rambut saya yang hitam pekat. Saya mencoba banyak warna, dengan sistem ombre. Mudah sekali aplikasinya kok hanya saja kurang terlihat di rambut saya. Mungkin kalau rambut anda berwana pirang akan lebih tampak warna-warni indah dari hair chalk ini. Suami juga bikin hati melempem "lah kok kayak uban?". Deuuuh.... satu catatan, kalau pakai hair chalk, rambut akan kering. Dan merk ini gampang sekali luntur. Setelah diaplikasi di rambut, jangan disentuh-sentuh lagi. Pasti akan tertransfer ke tangan. Saat disisir pun, warna-warni nya jadi pindah ke sisir.

Kurang lebih setengah jam saya mencoba. Sebenarnya ingin saya pakai menjalankan aktivitas seharian. Karena suami bilang seperti uban, pas mandi sekalian aja keramas. Dan tersapu lah semua warna itu dari rambut saya. Saat saya bolak-balik kemasan hair chalk yang baru saja sampai. Kaget juga. Kok tidak ada pernyataan untuk digunakan di rambut?? Akhirnya saya bolehkan E-boy memakainya dan memilikinya. E-boy yang sepanjang saya eksperimen selalu melihat dengan takjub dan memilihkan warna jadi bahagia luar biasa.

for use on paper and card


Sampai rumah sudah sangat sore. E-boy segera ambil kertas dan bereksperimen dengan hair chalk. Ingin sih eksperimen lagi mengingat yang pagi sebelumnya tidak sempat potret memotret hasilnya... tetapi badan sudah sangat lelah. Pekerjaan lain memanggil-manggil dengan keras. Saya biarkan E-boy bereksperimen di ruang lain. E-boy cukup paham kalau harus merapikan segalanya setelah selesai memakai. Intip yuk hasil coretan E-boy yang dipamerkan ke bundanya:

entah E-boy menggambar apa

Rabu, jam 8.30 pagi
Saya sibuk dengan tumpukan cucian baju yang harus dipilah-pilih, mana yang harus diseterika dan mana yang cukup dilipat saja. Kertas hasil karya E-boy tertinggal di atas meja. Saya pikir tidak akan menimbulkan banyak masalah. Tak seberapa lama, E-baby sudah berdiri berpegangan di meja. Tampak asyik melihat kertas hasil karya kakaknya. Saya hilir mudik ke sana ke mari memasukkan semua pakaian ke dalam lemari masing-masing. Saya tahu, saya sadar, anak bungsu saya menggerak-gerakkan tangan bak pelukis senior di atas kertas hasil karya si sulung.

Dan beberapa kali saya amati, E-baby mengelapkan tangan ke rambut dan wajahnya. Di detik ini saya berhenti dan tersenyum manis. Sedetik kemudian.... berteriak lah saya.... "adeeeeeeeekkk!". Dan otomatis kamera sudah di tangan. Saya abadikan beberapa foto sebelum kertas itu saya jauhkan dari tangan E-baby. Ini dia hasil jepret-jepret saya mengabadikan si bayi seniman yang sedang beraksi:

tampak atas

tampak samping

tampak depan

Puas betul ya bayi ini? Bangga pada hasil ombre bikinannya sendiri di rambutnya sendiri dengan caranya sendiri. Fiiiuuuuuhhh..... Buru-buru saya angkat si E-baby, melepas semua baju dan memandikannya. Mengapa? Karena saya tidak yakin apakah produk ini tidak beracun. Setelah memandikan, segera saya susui dan menidurkannya. E-boy juga agak kaget dengan ulah adiknya. Hanya bisa berseru "adik.... adik" sambil geleng-geleng kepala. Seru ya pengalaman saya dengan sebuah produk?!! Percaya deh kalau sudah jadi ibu itu, segala ke-ajaib-an dunia akan abadi di genggaman tangan.

Terima kasih sudah mampir di sini ^_^

Rabu, 06 Agustus 2014

Surga dan Neraka

semburat langit wonosari sesaat setelah sholat idul fitri

Bulan Ramadhan baru saja berlalu. Tanggal 1 Syawal tiba. Tidak seperti tahun-tahun sebelumnya, kehebohan mudik tahun ini tidak terjadi. Kami berangkat menuju kebun teh pukul 5 pagi. Kami semua berkumpul di sana, sholat di sana. Udara sangat dingin ketika kami mulai menaiki jalanan yang cukup curam. Kabut tebal sempat menyapa. Dingin tapi hati kami tetap hangat. Panas malah. Oleh bahagianya berkumpul dengan sanak keluarga.
 
Pahala vs dosa berkaitan erat dengan surga vs neraka. Anak sulung saya yang usia 4,5 tahun itu sedang di fase usia yang "menggemaskan". Alur berpikirnya, analisanya cukup lucu. Keseharian ibu yang punya bayi membuat saya tidak bisa mengingat detil apa-apa yang terjadi. Bukannya tidak menikmati. Tapi rasanya semua terjadi dengan semestinya. Tiba-tiba saya tertohok dengan pernyataan E-boy: "bunda, surga itu tempat mas Erdi waktu ayah dan bunda menikah ya?"

Rupanya ia ingat betul percakapan kami beberapa waktu yang lalu. Tentu masih ingat bukan tulisan saya sebelum ini? Kejadian ini menjadi pengingat buat saya agar berhati-hati dalam bertutur kata dan bersikap. Hal yang kita anggap sepele. Kecil dan sambil lalu itu bisa terekam dan diingat sempurna oleh anak kita. Sekian dulu tulisan colongan saat E-baby tidur dan E-boy bermain dengan ayahnya.. Tulisan berikutnya tentang hair chalk... Tunggu yaaaa....

Jumat, 25 Juli 2014

[Lanjutan] Pertanyaan Sulit

Sebenarnya ingin menulis tentang tahapan-tahapan dalam sebuah perkawinan. Tetapi malam ini tidak mau membahas sesuatu yang berat,,  jadi meneruskan tulisan yang lalu saja ya... Percakapan utuh saya dengan si sulung tentang tulisan tengwar yang terlukis di cincin kawin kami.

aksara tengwar di jari manis tangan kanan kami

(S: saya dan E: si sulung)
E: "bunda, cincin bunda bagus. ini tulisannya apa? sama kayak punya ayah ya?"
S: "iya. namanya tulisan tengwar. dulu ayah bunda memesan. terus dipakai saat menikah."
E: "pas ayah bunda menikah, Erdi di mana bunda?"
S: "hmmmm..... waktu itu mas Erdi masih di surga. dekat dengan Allah. setelah ayah dan bunda menikah, Allah meletakkan mas Erdi di perut bunda. trus mas Erdi lahir seperti adik Ecio lahir."
E: "ooo.. gitu ya bunda"

Hingga detik ini, percakapan itu menari-nari di kalbu. Apakah tepat jawaban tersebut? Apakah mampu diterimanya? Mungkin dengan diamnya saat itu, otak mungilnya bekerja cukup berat. Oh E-boy tersayang, mengapa engkau cepat sekali bertumbuh besar. Belum puas bundamu ini mendekap, menciumimu, membelai, dan bermanja. Sekarang engkau mulai memikirkan di mana dan bagaimana kemunculanmu di dunia yang fana ini... Ya Allah, bimbinglah kami untuk membesarkan, merawat, mengisi anak-anak titipan-Mu ini dengan penuh kesabaran dan segala kebaikan. Aamiin YRA.

Kamis, 26 Juni 2014

Pertanyaan Sulit

tengwar in reality
Berproses!

Itu yang saya lakoni beberapa bulan belakangan. Berproses untuk jadi lebih sabar. Lebih bisa menerima keadaan. Tidak banyak mengeluh di situasi-situasi yang tidak saya inginkan. Capek benar rasanya. Hati dan ragawi. Menjaga semua terkendali dan tidak lepas emosi sungguh pekerjaan yang tidak mudah.

Duuuuh!!
Kok tiba-tiba mata jadi tergenangi air. Cengeng memang salah satu perhiasan wanita. Sudah lamaaaa sekali rasanya tak memperhatikan apa yang ada di relung sanubari. Seakan terpisah dari keberadaan "saya". Saya sebagai individu tanpa embel-embel gelar istri dan ibu. Maka izinkan diri ini untuk bertemu kangen dengan "saya".

Setelah mengambil nafas panjaaaaaang.., sekeping ingatan saya melayang ke percakapan isya' tadi. Putra sulung saya yang hampir lima tahun umurnya, tergelitik bertanya mengenai cincin yang saya kenakan. Cincin kawin bertuliskan huruf tengwar. Sebenarnya perkara sederhana. Tetapi semuanya berubah menjadi pertanyaan-pertayaan sulit.

Pertanyaan-pertanyaan yang menjawabnya saja membuat saya terdiam beberapa detik. Memikirkan jawaban apa yang tepat untuk anak seusianya. Dan sekarang jawaban-jawaban itu berputar-putar kembali di otak. "Bunda, Erdi di mana saat bunda menikah dengan ayah?".

Kira-kira jawaban apa yang saya berikan saat itu?


[bersambung di sini]

Jumat, 23 Mei 2014

Menikah

Sekian lama absen dari dunia per-blog-an bukan berarti saya tenang. Terkadang rasa kangen nge-blog menyelinap sebentar dan pergi lagi. Tetapi entah mengapa sejak kemarin malam, kerinduan untuk kembali menulis itu hadir. Tak bisa ditahan. Bisa-bisa jadi jerawat kalau saya tak menyempatkan untuk menulis beberapa kata. Beberapa kalimat. Beberapa paragraf.

Punya bayi lagi, yang notabene kehadirannya adalah kejutan dari Allah, membuat fokus dan perhatian saya hanya untuk ia seorang. Di kala malam tiba, yang biasanya adalah saat favorit membuat tulisan, saya kerap kali tertidur kelelahan. Atau hanya diam saja melihat anak-anak saya tidur. Luar biasa sekali melihat interaksi anak-anak saya ini. Sampai detik ini belum ada kesulitan berarti.

mengamati anak-anak tidur jadi hobi baru di malam hari

Kembali ke rasa kangen untuk menulis. Kali ini saya ingin menceritakan sesuatu yang ringan tentang menikah. Bukan sesuatu yang serius sih. Hanya percakapan saya dengan anak sulung di suatu siang. Hanya saya dan si sulung saja. Si bungsu telah terlelap di peraduannya. Cukup terkejut juga ya ketika si sulung membahas pernikahan ini. Begini percakapan yang terjadi (S=saya, E=si sulung)
E: "Bunda, kalau nanti Erdi sudah besar. Besar se-ayah, Erdi mau menikah sama bunda"
S: (terdiam, bingung mau menjawab apa, mencoba menerka mau ke mana arah pembicaraan ini) "Loh... kenapa mau menikah sama bunda?"
E: "Iya, menikah sama bunda. Bunda yang cantik. Cantiiiiiiiik sekali"
S: "Nak, kalau mas Erdi sudah besar, bunda juga sudah tua. Bunda akan seperti nenek"
E: "Salah! Bunda salah! Bunda tetep cantik"
S: "Mas Erdi menikah aja sama yang seumur dengan mas Erdi. Jangan sama bunda. Bunda sudah tua nanti. Gak cantik lagi"
E: "Gak mau! Pokoknya mas Erdi mau menikah ama bunda!"
S: "Laaaaa... ayah nanti sama siapa?"
E: "Ayah menikah sama adik aja. Erdi menikah sama bunda!"

Sampai di sini saya putuskan untuk diam dan tidak melanjutkan pembicaraan. E-boy sudah mulai memeluk saya erat. Ketika suami pulang di sore hari, saya minta E-boy untuk menceritakan kembali. Tujuan saya sih bukan untuk meluruskan apa itu pernikahan. Dan bagaimana memilih pasangan yang baik. Tetapi untuk melatih kemampuan E-boy bercerita. Berkomunikasi.

Suami sih ketawa. Pakai ngakak. Dengan pesan "Mas Erdi cari aja yang seumuran. Yang sama-sama muda". Tentu saja, anak sulung saya tetap ngotot ingin menikahi istri ayahnya. Ajaib sekali perjalanan menjadi ibu ini. Ibu dari dua orang anak lelaki. Tak bisa diuntai dengan kata-kata bagaimana ajaibnya. Saya jadi bertanya-tanya keseruan apa yang menanti di depan nanti. Apa saya jadi super tomboy di masa depan nanti?

Sekian cerita ringan saya... Sampai jumpa di tulisan selanjutnya ya... Semoga saja bisa segera mengisi lagi blognya Erdi dan Ecio.

Kamis, 06 Maret 2014

Pancake Durian: Refleksi Ibu Tidak Berkerja

pancake durian
Tidak bekerja sudah menjadi pilihan saya. Bukan perkara mudah memutuskan untuk berhenti beraktivitas di luar rumah. Tentunya setelah dipikir masak-masak. Harus bisa menerima segala kebaikan dan berdamai dengan berbagai bentuk ketidak-baikkan seorang ibu tidak bekerja. Apakah saya menyesal? Tidak sedikit pun. Pandangan, komentar, serta cibiran sudah tidak mengganggu kalbu saya lagi. Dulunya, saya jadi geram setiap mendengar kalimat-kalimat "yakin lu nganggur doang di rumah?" atau "ntar lu tambah bego loh kalau cuma di rumah aja" atau "ya ampun.. dunia lu gelap amat".

Saya sebal dan geram karena pernyataan mereka itu hanya berdasarkan sudut pandang mereka saja. Tidak melihat bagaimana sesungguhnya kehidupan saya. Padahal saya jauh lebih sehat dan jauh lebih bahagia ketika memutuskan untuk di rumah saja. Apalagi ketika satu persatu anak-anak hadir. Melengkapi sempurnanya biduk rumah tangga. Semburat warna yang ada semakin merona. Memberikan yang terbaik buat anak sungguh tak tergantikan. Lalu apakah saya nganggur saja di rumah? Apakah saya bertambah bego? Dunia saya gelap gulita?

Dengan jujur saya menjawab bahwa saya tidak menganggur di rumah. Perkejaan domestik banyak. Bahkan beberapa pekerjaan kecil suami bisa saya kerjakan. Semacam koreksi hasil ujian mahasiswa, membuat laporan keuangan untuk penelitian A-Z. Membantu belanja keperluan pelatihan, dll yang berkaitan dengan pekerjaan suami. Boleh lah disebut sebagai asisten/sekretaris (paling) handal-nya suami. Gak ada nganggur-nya tuh. Malah banyak kekurangan waktu. Kekurangan tenaga untuk menyelesaikan semuanya. Ini yang dikatakan semangat dan energi tidak sebanding dengan pekerjaan.

Mengenai bego atau enggak... Biarlah anak-anak saja yang jadi buktinya. Ketika satu-dua-tiga teman saya yang statusnya adalah ibu bekerja mengeluh: kenapa anaknya begini, kenapa begitu.... Saya bersyukur sekali tidak mengalami hal-hal yang dikeluhkan tersebut. Saya bisa punya banyak kesempatan dan waktu untuk mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan tumbuh-kembang anak. Saya bertambah pintar dalam hal mengasuh anak. Merawat anak yang sedang sakit sudah menjadi keahlian saya. Minat-minat di bidang lain juga bisa tergali. Hobi-hobi tersalurkan dengan puas. Lalu "apakah dunia saya gelap?". Tolong simpulkan sendiri yaa....

Bekerja bukan melulu masalah uang. Saya membaca puisi indah tentang bekerja karya Kahlil Gibran di sini, saya petik sedikit ya:
 jikalau kau bekerja dengan rasa cinta,
engkau menyatukan dirimu dengan dirimu,
kau satukan dirimu dengan orang lain, dan sebaliknya,
serta kau dekatkan dirimu kepada Tuhan
Saya yang memutuskan tidak bekerja ini berusaha untuk tidak memusingkan masalah uang. Tetapi, bila berhadapan dengan anak-anak yang notabene masih berupa raja dan ratu egois, maka uang bisa menjadi sedikit rumit. Orang tua mana yang tidak ingin memenuhi semua kebutuhan atau keinginan anak-anaknya? Beberapa hari ini putra sulung saya merengek-rengek meminta pancake durian. Jenis jajanan ini bukan jajanan yang bisa dibeli sewaktu-waktu. Harganya cukup menguras isi dompet lah ya...

Sebagai ibu, saya berusaha membuat anak-anak mengerti bahwa uang tidak mudah didapat. Harus bekerja dulu untuk bisa memenuhi kebutuhan hidup. Harus menabung untuk bisa memenuhi keinginan sekunder atau tersier. Dari rengekan putra sulung saya tersebut, yang sesuai dengan judul di atas: pancake durian, saya selipkan pesan moral. Berikut percakapan yang terjadi kemarin pagi dan dilanjutkan siang tadi... [S: saya, E: putra sulung]
E: "bunda, Erdi mau pancake durian"
S: "bunda gak punya uang sayang, pancake durian kan mahal."
E: "harus punya! bunda punya uang loh!"
S: "oke, bunda kerja dulu ya untuk cari uang. Biar mas Erdi bisa beli pancake durian."
E: "mmmm...." sambil berfikir
S: "mas Erdi jaga adik Ecio di rumah ya, bunda mau cari uang yang banyak."
E: "jangan...." lalu memeluk saya
S: "trus? mas Erdi kan mau beli pancake durian, uangnya dari mana coba?"
E:  "uang dari ayah aja.. biar ayah yang kerja. Bunda gak usah kerja, di rumah aja sama Erdi sama adik" pelukannya semakin erat
Pagi itu pun kami berpelukan sambil senyum-senyum bersama. Detik itu putra sulung saya belajar tidak lagi merengek. Belajar menerima alasan. Karena berpisah tiap hari dari ayah yang bekerja cukup tidak menyenangkan. Waktu bermain dengan ayahnya jadi sangat terbatas.

Dan siang ini, saya mulai sibuk membuat perincian dana yang akan disetor ke montir di hari berikutnya. Banyak hal yang perlu disiapkan. Mulai dari pakaian, bekal, nota, kuitansi, dan uang (tentunya) yang terbagi ke dalam amplopnya masing-masing. Cukup pusing lah ya mengelola uang. Perlu konsentrasi besar agar uang terhitung benar dan tidak terselip. Putra sulung saya sudah lebih dewasa. Sudah lebih mengerti akan kesibukan bunda-nya. Memberi saya waktu dan ruang untuk fokus menyiapkan segala keperluan untuk esok pagi. Esok di mana kami berempat menghabiskan sepanjang hari di jalanan, memenuhi banyak target. 
S: "bunda kerja dulu ya sayang."
E: "kerja di mana bunda?" menatap saya, mulai bingung, kuatir ditinggal di rumah
S: "di depan komputer sayang, di depan buku" sambil menunjuk-nunjuk notes dan kuitansi plus amplop-amplop
E: "iya bunda" lalu meninggalkan saya yg mulai sibuk mencatat dan menghitung uang
Kemudian saya hilir mudik memasukkan amplop, kuitansi, alat tulis , baju-baju untuk dua anak, camilan, dan banyak barang lagi ke dalam beberapa tas (enak kali ya kalau punya caravan).

Biasanya saya harus begadang. Bekerja dan menyiapkan segala keperluan bepergian di malam hari agar tidak diganggu si sulung. Tetapi sekarang, semuanya semakin mudah. Tidak tahu juga kalau nanti si bungsu berumur 2-3 tahun he he he.... Sekian cerita saya. Setiap keputusan, baik itu ibu bekerja atau tidak, selalu ada sisi positif dan negatifnya. Kalau sisi-sisi positifnya bisa kita terima dengan berbahagia.. maka pintar-pintarlah berdamai dengan segala sisi negatifnya. Tak ada yang sempurna. Tak ada yang lebih baik dari yang lain. Mau bekerja atau tidak, sesuaikan saja dengan kondisi masing-masing keluarga.

Selamat menanti akhir pekan yang indah yaaa...