Jumat, 30 Desember 2011

Berhasil! Berhasil!

Kehabisan kawat. Tidak sempat berbelanja, cuaca juga tidak bersahabat. Tangan gatal juga sih ingin bermain kawat. Akhirnya mencari kesibukan positif yang lain di rumah. Ngoprek blog jadi pilihan murah meriah. Nambah ilmu pula. Memasang jam dan kursor di blog sih gak ada sulitnya. Tapiiiiiiii...... saya bosan dengan favicon. Itu tuh singkatan dari favorit icon yang biasa muncul di samping kiri alamat situs kita. Dulunya kan yang terpasang adalah gambar tigger nungging. Mau saya ganti gambar nohohon zoku yang saya punya atau gambar pooh penerbang seperti gambar profil g+. Sudah saya otak-atik tapi mengapa ya gambarnya tetep aja gak mau ganti. Gambar tigger nungging itu seakan-akan lengket bak di-semen. Baca di sana-sini... semuanya menyatakan yang sama. Hapus cookies. Nah saya kan ndak tau cookies itu di mana-nya komputer, yang paling gampang sih tanya ke suami. Minta tolong dihapuskan cookies-nya. Eh yang saya bahas bukan cookies yang berarti kue loh ya.. tapi serangkaian teks yang disimpan komputer kita ketika kita membuka situs web. Setelah cookies dihapus, tidak ada perubahan terhadap favicon blog saya. Walaupun saya bertanya ke suami, tapi segala prosesnya saya intip kok, gak nyerah gitu aja. Oke... saya mulai berfikir... Mungkin yang masalah adalah mozilla firefox-nya. Ya, boleh pakai chrome lah... Saya download dulu, saya install dulu... Saya coba mengubah favicon di chrome. Berhasil?? Belum kawan!! Saya sampai puyeng. Duuuuuhhh kenapa nih gak nurut sama perintah saya.

Penasaran masih menguar. Saya membaca begitu banyak forum, membaca beberapa blog. Sampai akhirnya ada yang menyatakan kalau cache juga perlu dihapus. Udah deh saya geluti dulu. Bismillah yang kenceng. Blog di log out dan di log in. Daaaaaaaaaaaaaan..... Berhasil! Berhasil! Favicon saya berubah dari tigger nungging ke gambar pooh penerbang. Misi sukses nih ceritanya. Belakangan saya baru tau kalau cache itu adalah daerah memori cepat yang menyalin data. Latar belakang pendidikan saya bukan di bidang perkomputeran, wajar kan kalau buta sama sekali. Langkah-langkah keberhasilan saya mengubah favicon ada di bawah ini:

  1. Klik "Design" pada dashboard blog
  2. Cari dan klik tulisan "Edit" yang sejajar dengan kata favicon (Gambar 1), kemudian masukkan gambar yang diinginkan dengan klik "Browse" lebih dahulu (Gambar 2) kemudian klik "SAVE"
  3. Simpan favicon baru di blog dengan cara klik "SAVE" di bagian ujung kanan atas (Gambar 3)





Supaya gambar favicon baru mau muncul maka cache harus dihapus lebih dulu. Caranya cukup mudah. Saya memakai mozilla firefox. Klik "Tools" di bagian paling atas dari layar mozilla firefox kemudian klik "Clear Recent History" (Gambar 4). Centang kotak "Cache" dan pilih "Everything" untuk mengisi Time range to clear. Hapus cache dengan klik "Clear Now" (Gambar 5). Gampang sekali kan ternyata?!




Untuk menyakinkan, saya log out dulu dari blog kemudian saya log in lagi. Saya buka situs saya.... Taaaaraaaaa favicon saya sudah berubah sesuai keinginan. Oia.. format gambar untuk favicon ini tertentu ya.. yaitu *ico. Untuk membuat gambar favicon juga sangat mudah. Tinggal memasukkan gambar yang kita mau ke favicon generator dan beres. Gratis kok. Semuanya mengandalkan jaringan internet hihihihihi.... Mau bisa kudu usaha. Setidaknya mau membaca plus mau praktek. Jangan menyerah dan jauhkan rasa malas.

Senin, 26 Desember 2011

LAPANGAN???

Sudah ribuan hari tinggal di daerah ini. Sudah terbiasa dengan anak-anak yang bermain di teras rumah kami. Bagian paling luas dari deretan rumah yang lain. Terganggu? Jelas! Rugi? Amat! Teras kotor? Pasti! Marah? Ooo tidak. Atau tepatnya kami tak punya alasan kuat untuk marah.

Bermain adalah dunianya anak-anak. Apa hak saya melarang? Apa hak saya murka? Saya biarkan mereka bermain sepuasnya di depan teras. Kaca nako jendela kami pernah pecah. Tapi tak apa. Bisa diganti. Sejak itu mereka berhati-hati sekali bila bermain. Efek jera rupanya.

Sampai pagi tadi, saya mendengar seseorang memarahi anak-anak yang bermain di teras rumah kami. Mereka disuruh bermain di lapangan. "haaa? sejak kapan di sini ada lapangan?" begitu kata saya kepada suami. Suami membalas dengan kalimat ringan "pokoknya gak bermain di siang hari aja gak apa-apa main di teras".

Di area tempat tinggal kami memang hampir tak ada satupun lapangan. Dulu ada beberapa lapangan yang bisa dijadikan arena bermain. Sayangnya lapangan-lapangan itu sudah dikelilingi tembok dan pagar, digembok pula. Yaaa, lapangan-lapangan itu adalah hak milik sekolah.

Betapa kasihannya anak-anak ini.. tidak punya lapangan bermain...

Sabtu, 24 Desember 2011

Indahnya Kebersamaan

24 Desember 2011

Genap 4 tahun menjalani kehidupan pernikahan dengan kangmas Brian Rahardi. Pasang surut romantika rumah tangga sudah dikecap.. Ahaaaiiii.. Manis, asin, asem, pedes, pahit rasanya. Niat awal, saya mau membuat video dari kumpulan foto keunikan-keunikan pernikahan kami. Sayang sungguh sayang saya tak punya banyak waktu. Fokus pun masih di tulisan mengenai manajemen ASI. Kejutan sekali, di pagi hari saya mendapatkan kiriman video via fb. Duuuuuuuuuuuh terharu!! Tidak terduga kangmas membuat video seindah ini. Pemilihan lagunya mengena sekali di jantung hati saya. Pantesan beberapa malam terakhir kok terlihat aneh. Saat saya ajak istirahat selalu ada aja alasannya: mengerjakan proposal lah, membuat tutorial ini-itu lah, membuat hand out untuk anak SMP lah, atau baca-baca jurnal.


Sepanjang pagi, saya hanya senyum-senyum aja di dalam sanubari. Sok cool ceritanya... ha ha ha... Padahal hati berbunga-bunga. Eh yang namanya waktu itu kok cepat berlalu yaaa.. Tiba-tiba sudah siang. Karena kami jarang makan di luar. Kali ini memutuskan untuk makan siang di PH. Ramai-ramai sih. Kami pergi ber-enam. Bersama gami (grandma) dan 2 uncle-nya Erdi. Seru sih meski gak bisa menikmati makanan yang tersaji. Konsentrasi ke pergerakan Erdi yang aduhai lincahnya. Duduk manis hanya bertahan 10-15 menit. Selebihnya,,, keliling ruangan. Yang minta lepas sepatu, yang minta coke, yang minta jus alpukat, makan es krim jatahnya dengan ogah-ogahan. Beruntung tidak tantrum.







Walau kami, saya dan suami, tak bisa menikmati pegangan tangan ataupun tatapan mesra... tetapi semuanya tetap indah. Melihat Erdi yang tidak malu-malu. Tidak menangis heboh ketika keinginannya tidak dituruti (dilarang minum coke). Ke sana ke mari dengan riang. Menyapa beberapa orang dengan senyum ramah. Sungguh kebahagiaan dan keindahan yang tak terganti. Apalagi melihat dan mendengar suara tawanya saat bermain pedang dari balon berwarna kuning. Kocak sekali! Ditambah bonus ekspresi Erdi yang terkaget-kaget karena balonnya meletus. Perut bisa kram karena tertawa terbahak-bahak. Dan kemeriahan hari ini harus diakhiri dengan todongan "Bunda.. tulis.. tulis.. Amadeus".

Jumat, 23 Desember 2011

Belajar Tak Perlu Mahal

Beberapa minggu yang lalu saat keluarga kami tumbang, saya mengusir kejenuhan dan rasa sakit dengan bermain kawat. Di sela-sela mengawasi E-baby yang tidur siang, semua alat dan bahan yang saya punya dikeluarkan dari tempat penyimpanannya. Hingga saat ini saya tidak serius membeli batu-batu, manik-manik, permata, atau pun mutiara. Yang saya punya justru hasil bongkaran aksesoris yang sudah rusak. Kawat yang sudah saya beli juga sangat terbatas. Ukuran 1 mm dan 0,3 mm. Keterbatasan itu tidak membuat saya sedih. Kali itu saya mempelajari teknik herringbone. Sekilas melihat sih sepertinya gampang. SEPERTINYA! Ternyata sungguh tidak mudah. Mungkin tangan saya yang masih kaku dan tidak terbiasa memegang tang. Atau mungkin pemilihan ukuran kawat juga kurang tepat (ya iyalah wong cuma dua ukuran). Yuk dilihat foto-fotonya....

salah memutar kawat di salah satu ujung

Teknik herringbone pertama yang saya buat salah total. Di ujung kanan, saya salah memutar kawat. Mungkin waktu itu saya bingung orientasinya. Lupa ke mana harus memutar karena pegangan saya agak goyah. Belum lagi karakteristik kawat 1 mm yang ternyata kaku. Sulit dibentuk/diputar-putar.


jadi jepit rambut

Percobaan berikutnya berhasil!! Saya bisa menerapkan teknik herringbone. Ukuran kawat lain yang tersedia hanya 0,3 mm. Mau tak mau ya itu lah yang saya gunakan belajar. Lentur sekali. Mudah membuat putaran tapi gampang bengkok. Belum bisa dikatakan hasil yang bagus. Kurang konsisten jarak lilitannya. Lumayan sih bisa saya pakai di rambut saya dengan bangga. Lain kali saya ingin mencoba kawat berukuran 0,5 dan 0,7 mm.

liontin

Ketika kondisi E-boy sudah membaik, saya membuat kreasi lain. Sebuah liontin. Saya padukan dua ukuran kawat. Juga memadukan dua buah batu. Percayalah ini gratis. Memanfaatkan apa yang ada di rumah (saya suka menyimpan apa-apa yang bisa didaur ulang). Suami saya suka dengan kreasi ini.


bisa jadi cincin bisa jadi hiasan ikatan rambut

Lagi-lagi saya memanfaatkan apa yang ada. Ide awal adalah membuat cincin yang bisa dibesar-kecilkan sesuai ukuran jari seseorang. Agak rumit dan perlu waktu 2 hari. Membuat susunan lilitan kawat tertentu itu tidak mudah yaaa.. Butuh ketelatenan dan konsentrasi. Salah hitung bisa berakibat tidak indah dipandang mata. Setelah jadi dan saya pakai di jari saya.... oh tidak... sangat aneh karena jari jemari saya kan imut-imut sedangkan batunya besar sekali. Akhirnya ketika saya menjalin rambut, saya pakai cincin ini sebagai pemanis dan menutupi karet rambut yang saya pakai. Belajar itu tak perlu mahal kok. Hanya perlu niat dan usaha.

Terima kasih sudah mampir di sini
Happy week end....

Selasa, 20 Desember 2011

Diskusi

Perkembangan bahasa yang bagus pada E-boy membuat saya belajar bagaimana berdiskusi dengan anak. Gemas rasanya ketika cara kita bertutur kata ditiru oleh si buah hati. Coba simak percakapan-percakapan berikut yang terjadi mulai kemarin malam hingga pagi tadi.

Percakapan 1
Bunda: ayoo bobo malam
E-boy: tangan! minta tangan (E-boy ngempeng tangan)
Bunda: loh.. Erdi kan sudah besar. gak pakai tangan ah. peluk aja.
E-boy: tangan aja!
Bunda: oke hari ini pakai tangan, besok peluk loh yaa..
E-boy: iya

Percakapan 2
Bunda: Erdi, ayo mandi Nak.. biar wangi
E-boy: emoh, makan dulu.
Bunda: oke, bunda ambilkan makan trus mandi loh ya, setuju?
E-boy: setuju.

Percakapan 3
Bunda: makannya sudah habis, ayo mandi
E-boy: sama ayah
Ayah: kenapa sama ayah? sama bunda aja?
E-boy: sama ayah (akhirnya mandi sama ayah yang sudah siap berangkat kerja)

Sebelumnya, saya tidak pernah mendapati percakapan seperti ini. Semua yang saya minta pasti dituruti oleh E-boy. Sekarang, rupanya doi sudah pintar berargumen. Mulai belajar menyatakan pendapat dan keinginan. Saya belajar pula menghargai pilihan-pilihannya. Dan belajar bersikap tegas tapi tidak galak. Kami bertiga harus mulai saling menyesuaikan, hidup bertiga sebagai keluarga.

Singkirkan jauh-jauh "anak pintar membantah". Ayoo ajari anak-anak kita bagaimana berkomunikasi yang baik. Beri contoh bagaimana diskusi yang sehat. Ajak anak mengambil keputusan. Hargai pribadinya sebagai manusia. Meski ukuran tubuh masih mini, meski usia masih bisa dihitung jari, mereka adalah pribadi-pribadi utuh yang butuh pengakuan. Yuk.. sama-sama belajar...

winnie-the-pooh-yesemoticons-005

Sabtu, 17 Desember 2011

Kawin Yuk Kawin

Judul yang aneh... Mentang-mentang mau wed anniv nih jadinya bikin judul yang gak biasanya. Dengan gaya tulisan yang lain juga. Well, keknya malas aja. Dua minggu full nonton puluhan judul film. Nerima respon negatif. Ahaaa.... mbudheg wae. Toh mereka yo gak ngerti.

Selain mencari penghiburan (duh, kata bang Katon Bagaskara.. sedang lara hati), saya juga mencari musik sebagai latar belakang video E-boy ganteng. Ngubek-ngubek berkas di komputer juga gak ketinggalan. Semua dilakukan. Download berbagai musik gak luput dari perhatian telinga ini.

Semalam saya nekat, digarap aja dua video itu. Video naik tangga dan video turun tangga. Video pertama lancar tanpa kendala. Ternyata hobi saya mengoleksi lagu itu bermanfaat. Semua file yang udah saya download gak terpakai. Justru lagu-lagu koleksi jaman dulu kala saya pilih.

Video kedua, bikin saya gemes luar biasa. Sebelumnya sudah saya upgrade loh program openshot. Terbaru. Saya perlu dengan fitur rotate-nya ituh. Semua sudah oke. Proses render kelar. Apa yang terjadi??? Kepala E-boy terpotong... Sediiiihhh..

Emosi merasuki jiwa. Otak-atik program openshot. Baca inet sampai kepala mendidih. Gak ada solusi. Nrimo? Enggak lah! Aneh aja posting video yang konyol begitu. Hingga suami menawarkan program avidemux. Duh apa lagi ini???

Mau baca tentang avidemux, malam semakin kelam. Terima saja semua bantuan suami. Install avidemux di kompie saya. Saya ndelosor di kasur. Esoknya, saya coba buka avidemux. Program baru, tidak ada teori sama sekali. Ujung-ujungnya tetap lari ke suami.

Video sudah terubah orientasinya. Yaaakkk.... Saya intip proses penggunaan avidemux. Lain kali mau nerima bantuan lagi? Oh No!! Selama gak kepepet keknya baca tutorial-nya dulu aja *belajar mandiri* Video sudah oke, saya lanjutkan edit via openshot. Saatnya unjuk gigi.

Silakan tengok hasil kawin avidemux dan openshot di lembar Berikan Kesempatan, Beri Kepercayaan. Terima kasih banyak sudah mampir di sini.

Rabu, 14 Desember 2011

Potret Pelajar SD

Kemarin lusa saya menemani E-boy duduk di depan jendela. Memang ini hobi E-boy yang agak sulit dimengerti. Mungkin asyik ya melihat orang berlalu lalang? Sekitar jam 10 atau jam 11 pagi, ada 3 pelajar SD yang lewat. Dua dari mereka berjalan di depan, satu anak berjalan lambat di belakang. Tiba-tiba dua anak yang berjalan di depan saling sikut. Saya amati sambil sedikit kaget. Ternyata mereka berebut sebatang rokok. Saya tidak mendengar percakapan di antara mereka. Rokok dilempar ke jalan. Satu di antara mereka mengambil dan menghisap rokok tersebut. Anak ketiga tidak kalah kalapnya berusaha merebut rokok yang sedang dihisap. Saya tidak tahu bagaimana kelanjutannya. Mereka berlalu menjauh dari rumah saya. Pemandangan yang membuat saya sedikit miris. Saya sampai tidak tahu harus berkata apa pada E-boy. Terdiam cukup lama......

Sore harinya suami bercerita mengenai rekan kerjanya yang menyebarkan paham anti vaksin dengan alasan kandungan thimerosal. Saya hanya ketawa saja. Hari gini.... banyak sekali vaksin yang tidak mengandung thimerosal, walaupun memang harganya relatif mahal. Dan yang membuat saya lebih miris lagi, seseorang yang berpandangan anti vaksin tersebut sedang meneliti tentang rokok sehat. Duuuuhhh....... lihatlah kenyataan yang ada,, anak-anak SD ini sudah begitu tertindas oleh rokok. Anak-anak yang belum berpenghasilan tapi sudah berani merokok (baca: membakar uang). Kalau ada yang mengklaim rokok itu sehat maka kita harus bersiap,,, anak-anak yang lebih kecil dari ketiga anak di atas akan merokok dengan lahap dan membuat kita semakin miskin winnie-the-pooh-yesemoticons-010



Selamatkan Generasi Muda Penerus Bangsa!

Senin, 12 Desember 2011

Secangkir Teh Kapulaga

Sudah lama saya ingin membeli teh kapulaga di salah satu toko kebab. Murah meriah, Rp. 3.000, - saja untuk satu gelas teh kapulaga. Tapiiiiii.... saya tak pernah punya waktu untuk keluar rumah. Waktu saya banyak tersita di dalam rumah. Di depan komputer. Hingga awal bulan lalu saat belanja bulanan, saya sempatkan membeli satu bungkus kapulaga. Harganya Rp. 2.300,-. Waaaahhh bisa jadi berapa gelas ya ini??


Saya hampir lupa kalau punya kapulaga. Saat beres-beres di dapur, selain menemukan kapulaga, saya juga menemukan kayu manis. Bingung juga bagaimana resepnya. Saya buka internet.. Saya cari yang kira-kira praktis. Gak ada yang sreg nih.. Ribet caranya.. Modifikasi aja yuukk...

Bahan:
  • dua cangkir air
  • 4 butir kapulaga
  • 1 cm kayu manis
  • 1 lembar teh celup
  • gula secukupunya

Cara:
Rebus air hingga mendidih, masukkan kapulaga dan kayu manis. Didihkan sampai harum (kapulaga ditekan-tekan sampai pecah dan bijinya keluar). Teh dicelup-celupkan hingga berwarna merah. Masukkan gula, aduk hingga larut. Angkat dari api, hidangkan bersama kapulaga.


Akhirnya jadi juga teh kapulaga idaman saya. Rasanya hampir sama dengan yang biasa saya beli di toko kebab. Cocok sekali diminum saat hujan seperti ini. E-boy pun suka dengan teh kapulaga buatan saya. Cangkir belum juga dingin tapi isinya tandas dengan cepat. Si bocah ganteng menghabiskan tanpa ampun. Saya dan suami hanya bisa memandangi dengan ikhlas. Lain kali perlu membuat dalam ukuran jumbo biar tidak berebut lagi.

Jumat, 09 Desember 2011

Efek Positif Punya Hewan Peliharaan

Seperti saya ceritakan sebelumnya. Kami (keluarga besar saya) memutuskan menerima dua kucing baru. Ada banyak pertanyaan di dalam diri saya. Sanggupkah merawat semuanya? Cukupkah dana yang kami miliki? Haaalaaahhh Tuhan tak akan diam bukan? Rejeki itu selalu ada dan mengalir. Benar-benar bonek lah intinya. Dan saya melihat kemajuan cukup pesat pada kami. Setiap individu dari kami.

Erdi! Ya saya melihat Erdi semakin mandiri. Semakin bertanggung jawab. Di jam-jam tertentu Erdi yang mengingatkan saya untuk memberi makan. Kadang saat kucing nakal, Erdi juga yang mengomel dan berusaha menjadi polisi *tersenyum geli*. Ini artinya Erdi belajar bahwa peraturan itu harus ditegakkan. Saya juga mengajarkan bagaimana menyisir rambut kucing. Awalnya bukan menyisir tapi semacam memukul. Terang saja kucingnya lari dan takut pada Erdi. Erdi tak kalah heboh! Menangis keras, kecewa dan marah. Semakin lama, gerakan menyisirnya terlatih. Heiiii ternyata motoris halus Erdi terasah. Di titik ini, Erdi belajar mengontrol energi juga belajar bagaimana menyayangi dengan cara yang tepat.

Baru beberapa hari Nero dan Roby di rumah, dan saya melihat perubahan yang cukup banyak pada diri anak saya... *bangga*. Membiasakan Erdi cuci tangan juga jadi lebih mudah. Karena Erdi merasakan sendiri kalau tangannya jadi kotor dan tertempeli rambut kucing. Satu lagi yang membuat saya terkesan,, Erdi tidak lagi meminta bantuan saya untuk turun tangga. Lupa rasa takut...

Bravo Erdi.. Bravo!!

Rabu, 07 Desember 2011

Puyeng

Kedatangan dua kucing baru membuat saya puyeng. Adaptasi kucing dewasa berbeda sekali dengan anak kucing. Lebih sulit. Untungnya kali ini tidak ada acara diare. Masalah pipis atau pup sembarangan sih pasti. Marah? Belum berani laww yaaawww.. Kucing baru itu belum saatnya dikerasi. Perlu waktu dua minggu sampai satu bulan bagi mereka untuk bisa memahami peraturan di rumah baru. Sampai saat ini, kandang menjadi hunian terbaik buat mereka. Nero ini loh yang agak bandel. Sudah ada baki toilet eh pipis nya kok masih di luar baki. Untung deh di area kandang, coba kalau di bagian mana rumah gitu... bisa-bisa saya patah punggung membersihkannya.

Roby cukup gampang, buang kotoran sudah di tempatnya. Makan sudah teratur meski sangat sedikit. Juga ramah pada saya, ke manapun saya pergi pasti diikuti, tentunya saat saya lepas dari kandang (sekitar 30-60 menit). Reaksi Nero sungguh di luar dugaan saya, bikin puyeng saat hari kedua yang menghilang entah ke mana. Bikin saya jantungan saja. Saya tidak tahu di mana Nero sembunyi waktu itu. Sakti!! Saya sudah bongkar semua area mencurigakan. Sampai harus bersih-bersih rumah segala. Karena saya menduga dia sembunyi di tumpukan kertas atau baju. Saya sampai meminta bantuan om. Lemari dan rak buku harus digeser. Hasilnya nihil. Nero tak ditemukan sampai akhirnya dia keluar sendiri dari persembunyiannya. Sore hari itu, saya bagai bermimpi saat melihat si Nero. Antara nyata tidak nyata. Begitu saya pegang... "ooo nyata toh!" langsung saya masukkan kandang. Dilepas dalam pengawasan. Itu pun harus ada dua orang dewasa. Saya dan suami atau saya dan papa atau saya dan adik.

Puyeng berikutnya adalah pemilihan pakan kucing. Saya membaca berita yang cukup bikin kaget. Merk pakan yang saya pakai ternyata tidak ada situs resminya, dikhawatirkan pakan curah asal cina yang bermelamin. Sangat berkaitan dengan gagal ginjal. Duh... Niatnya mau ganti merk pakan kucing, tapi saya cari sampai badan capek juga tidak mendapatkan merk yang diinginkan. Hmmm... solusi sementara yang saya tempuh adalah mencampur dua merk pakan. Merk yang biasa saya pakai juga menambahkan merk lain sekelas RC. Semoga saja campuran ini bisa menghambat efek samping merk pakan yang biasa saya pakai. Jujur saja kalau pakai RC murni itu bikin kantong jebol. Iya kalau kucing saya cuma satu, dibelain deh pakai RC... lah kalau 6???

Jumat, 02 Desember 2011

Tuhan Maha Adil

Teringat jaman sebelum saya menikah, saya menitipkan tiga ekor kucing persia. Dua betina. Ibu beranak. Si Kiukiu dan Wonwon. Dan seekor jantan, si Brownies. Saya titipkan kepada seorang peternak kucing di Bedali, Lawang. Kondisi waktu itu memang cukup emergency. Awalnya,, komunkasi saya dengan peternak kucing masih oke. Saya beberapa kali menjenguk. Kemudian saya menikah. Sehingga komunikasi tidak lagi lancar. Saya tidak tahu seberapa besar masalah si pertenak kucing itu. Hingga yang kembali kepada saya hanyalah Brownies. Sedih dan kecewa. Tapi saat itu saya berusaha ikhlas.

Sekitar dua tahun kemudian, saat saya hamil tua. Kurang lebih 8 bulan. Teman saya menawari seekor kucing persia, betina. Isabela (Abel) namanya. Saya mau-mau saja, karena memang dulu sekali saya sudah ingin membeli Isabela. Sayangnya, sudah terbeli oleh orang lain. Tidak disangka memang sudah jodoh ya... Saya bisa merawat si Isabela, gratis pula. Hari-hari pertama Abel di rumah cukup menegangkan. Mungkin karena sudah dewasa, masa adaptasi menjadi sangat sulit.. Diare, tak mau makan. Saya yang waktu itu hamil super buncit, harus rela berjongkok ria demi memaksa Abel minum, entah itu air putih atau oralit. Per jam, saya suntikkan sekitar 3-5 ml air ke dalam mulutnya (arah spuit ke langit-langit mulut). Saya tak sanggup lama-lama. Saya opnamekan ke dokter hewan selama 3 hari. Alhamdulilah sampai sekarang sehat bugar. Sikap manjanya keluar. Sikap genitnya ketahuan hihihihii... (hanya mau dirawat oleh laki-laki).


Bisa dikatakan kucing saya yang hilang tanpa jejak itu dikembalikan oleh Tuhan. Saya bersyukur sekali. Ketika saya melahirkan E-boy. Kucing di rumah pun beranak juga (anaknya si Dodo dan Munthil). Kompak bener yah? Dari 4 ekor menjadi 8 ekor. Tentu saya tidak sanggup. Bukan masalah pakan atau pasir kotorannya. Melainkan waktu dan tenaga untuk merawat semuanya. Keputusan harus saya buat, hati harus ditabahkan. Empat ekor anak kucing saya adopsikan ke empat keluarga berbeda. Tiga ekor sebelumnya tidak saya beri nama, karena umur 3-4 bulan sudah berpindah rumah. Lain halnya dengan anak kucing terakhir, saya beri nama Ando (anaknya Dodo) karena tidak juga menemukan keluarga yang tepat. Umur 1,5 tahun, baru lah Ando mendapatkan keluarga baru (semoga mbak Aliya senang ya dengan kado ultahnya).




Beberapa hari yang lalu, saya ditawari kucing jantan oleh teman saya yang lain. Awalnya hanya satu ekor, Si Nero. Ternyata teman saya mau mengadopsikan kedua kucing bulu panjang yang dimilikinya. Nero dan Roby (namanya keren yah?). Saya komunikasikan dengan keluarga besar. Dan disetujui. Saya menerima bukan buat saya pribadi, tapi dengan pertimbangan kalau adik perlu kegiatan positif, juga untuk persiapan bila papa pensiun besok (1-2 tahun lagi). Tuhan menggantikan 2 ekor kucing saya yang hilang entah ke mana itu dengan 3 ekor kucing baru. Tuhan memang baik pada saya. Masih tidak percaya Tuhan itu Maha Adil? Masih tidak percaya dengan kekuatan ikhlas? Saya sih gak berani....