Tampilkan postingan dengan label Umum. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Umum. Tampilkan semua postingan

Minggu, 17 Agustus 2014

Selamatkan Bumi Tercinta

Bumi...
Bumi tempat kita tinggal semakin renta. Semakin kotor. Semakin terpolusi. Begitu banyak yang telah kita ambil dari bumi. Kita manfaatkan. Kita habiskan dengan serakahnya. Sumbangsih apa yang bisa kita lakukan untuk menjaga bumi tetap lestari? Kerusakan yang kita lakukan terhadap bumi secara tidak langsung menjadi bumerang bagi diri sendiri.

Apa yang saya lakukan beberapa minggu terakhir sebenarnya bukan sesuatu yang besar untuk aksi menjaga bumi kita ini. Sesuatu yang berangkat dari rasa sebal ketika melihat tumpukan tas kresek yang bikin sesak rumah kami yang kecil. Kresek yang makin lama makin menggunung. Meluap dari tempat penyimpanannya.

Plastik juga kresek tidak mudah diurai. Informasi lengkap tentang plastik bisa dibaca di sini. Oleh karena itu, sekarang saya tidak sungkan-sungkan menolak tas kresek saat berbelanja. Dulunya saya selalu meminta kardus. Lumayan loh kardus tersebut bisa saya manfaatkan untuk menyimpan berbagai barang di rumah yang sudah tidak terpakai lagi.

tas ransel dengan aneka isinya setelah berbelanja

Eh tapiiiiii... ketika barang sudah rapi jali masuk gudang, timbul masalah baru nih. Tumpukan kardus sisa belanja mulai memenuhi salah satu sudut rumah. Semakin sumpek terasa. Akhirnya saya memanfaatkan tas ransel saat berbelanja. Satu masalah hadir ketika kita belanja di supermarket, tas ransel wajib dititipkan. Apa itu membuat saya berhenti melakukan aksi sederhana menyelamatkan kelangsungan bumi tercinta?

Tentu tidak, saya menggunakan kembali beberapa tas spunbond. Aneka tas spunbond yang biasanya didapatkan dari hajatan ini cukup kuat loh. Dan bisa dilipat hingga berukuran kecil. Ringan, tidak memenuhi tas/dompet kita. Sekarang ini suami sudah mulai mengikuti kebiasaan saya berbelanja, tidak lagi menerima tas kresek. Meski beberapa kali suami masih alpa, tapi sudah cukup membuat jempol saya terangkat.

dua tas spunbond terisi penuh, bayinya tidak diperjual-belikan

Berikutnya tentang dioxin juga aneka bahan kimia yang terkandung dalam plastik. Kali ini saya hanya menyoroti si dioxin yang sangat berbahaya. Pencemaran dioxin pada bumi tidak bisa dianggap sederhana. Secara singkat, dioxin digunakan sebagai pemutih di industri kertas. Namun juga digunakan pada pembalut wanita sekali pakai, popok sekali pakai, nursing pad sekali pakai, dll.

Dioxin sangat beracun, menyebabkan masalah perkembangan dan masalah reproduksi, merusak sistem imun, mempengaruhi kerja hormon, serta menyebabkan kanker. Secara detil, serba serbi dioxin bisa dibaca langsung di situsnya WHO ini. Sangat seram ya?!! Semoga kita dan anak cucu kita tetap menjadi insan yang sehat lahir dan batin, cerdas, juga berakhlak mulia.

Sampah dari pembalut wanita sangat sulit diurai. Sepanjang saya mengalami siklus menstruasi, pembalut wanita sekali pakai turut menjadi bagian hidup. Tidak pernah muncul masalah. Hingga saat di mana siklus menstruasi saya kembali setelah masa nifas selesai. Entah mengapa terjadi ruam selama memakai pembalut wanita sekali pakai ini. Perih terasa! Sangat tidak nyaman.

Obrolan dengan suami, memberi kesimpulan kalau pembalut wanita sekali pakai jaman ini sudah mengandung berbagai bahan kimia yang tentunya ada efek samping terhadap si pemakai (klik ini untuk lebih jelas). Masih segar di ingatan saya, pertama kali menjadi konsumen pembalut wanita sekali pakai, penampakannya sangat tebal, tanpa sayap, dan sepertinya hanya mengandung kapas. Tanpa bahan kimia apapun.

Sekitar 3 tahun yang lalu, saya masih bisa membeli pembalut wanita sekali pakai yang bahannya alami. Merknya Love Moon. Harganya waktu itu lima puluh ribu rupiah untuk 10 buah. Belinya di sebuah toko bayi. Mahal sekali kan?! Tetapi masalah ruam sembuh total. Nyaman memakainya. Tidak ada rasa gatal dan lembab. Apalagi rasa perih. Enak banget pokoknya.

Sayang, Love Moon ini tidak lagi tersedia di toko bayi langganan. Sedih? Bingung? Iya, saya bingung dan sedih. Beruntung teringat cerita mama di masa lalu kalau jaman dulu sebelum ada pembalut wanita sekali pakai....,,,, wanita-wanita jaman dulu menggunakan potongan kain sebagai penyerap darah menstruasinya. Saya segera mengambil kain handuk dari lemari.

Handuk tersebut saya potong menjadi 4. Dan kain itu lah yang akhirnya menemani hari-hari berdarah. Tidak ada ruam. Tidak ada rasa lembab asal rajin mengganti. Saya tidak bisa memakai handuk ini saat bepergian atau saat ada urusan di luar rumah. Kalau terjatuh kan bisa malu tujuh turunan... Tentu saya terpaksa memakai pembalut wanita sekali pakai saat harus ke luar rumah.

Sekarang sudah ada produk pembalut wanita yang bisa dicuci ulang, dikenal luas sebagai menstrual pad (mens pad). Ada tiga jenis: panty liner, day, dan night. Semuanya sudah dilengkapi sayap. Lumayan! Akhirnya saya terbebas dari pembalut wanita sekali pakai yang efek samping kandungan kimianya bikin ngeri. Cukup sudah permasalahan saya akan ruam selama memakai pembalut wanita sekali pakai. Sayonara ~senyum bahagia~

Sampah lain yang sangat membebani bumi adalah popok sekali pakai (pospak). Satu buah pospak baru terurai setelah ratusan tahun. Haduuuuuuh... betapa mengerikannya bila bumi dipenuhi sampah-sampah yang sulit terurai begini... Bisa membayangkan gak seberapa besar cemaran dioxin nya? Anak cucu kita akan mewarisi apa? Saat saya hamil E-boy, saya sudah mengenal yang namanya cloth diaper (clodi). Sayangnya waktu itu hanyalah wacana.

Saat E-boy lahir, ada beberapa merk clodi yang masuk Indonesia.. Harganya bikin mabuk kepayang. Sebuah clodi dibandrol 200-300 ribu rupiah, warnanya masih warna tunggal tanpa motif. Selain mahal, toko online belum marak. Kalaupun ada, saya takut membeli secara online. Takut tertipu, mengingat harganya yang super mahal buat kami. Tetapi pemikiran saya akan sulit terurainya pospak mendorong saya hanya memakai satu buah pospak per hari.

Lalu bagaimana ketika saya tidak memakaikan pospak kepada E-boy? Saya mendaur ulang pospak. Pospak yang sudah terpakai (bekas urine saja) saya operasi sedemikian hingga menjadi bersih, terpisah dari gel yang sudah terpenuhi urine E-boy. Saya sebut sebagai Outer/Cover/Kulit Pospak (O/C). Bagian O ini dilapisi popok kain di dalamnya. Jadi, urine bayi hanya membasahi popok kainnya saja. Baju kita, sprei, gendongan akan aman dari urine bayi.

yang dilingkari adalah area yang digunting setelah digelembungkan dengan air

Penggunaan pospak hanya di malam hari saja. Trik supaya pospak bisa menampung selama 10-12 jam adalah dengan membeli pospak satu ukuran lebih besar dari bayi kita. Pasti Anda semua bertanya-tanya bagaimana cara saya mengoperasi pospak sehingga menjadi O/C kan? Saya uraikan ya:
1. Pospak yang telah terpakai dibentangkan, bagian yang menempel pada bayi di bagian atas
2. Guyur air sampai bagian tengah pospak menggelembung (gel yang terpenuhi air)
3. Gunting area yang menggelembung saja, lembaran yang telah tergunting dibuang
4. Keluarkan gel dari pospak, buang
5. Bagian pospak yang tersisa dicuci hingga bersih kemudian dijemur di bawah terik sinar matahari. Bagian inilah yang disebut O/C.

perbedaan pospak dan O/C, lapisan pospak berwarna hijau dan gel di dalamnya harus dibuang

O/C jaman E-boy bisa diwariskan pada E-baby. Seingat saya, dulu O/C ini termasuk tahan banting. Bisa dicuci dengan mesin, dengan deterjen pun tahan. Beberapa kali cuci kering pakai. Sedangkan O/C sekarang tidak demikian. Harus dicuci tangan dengan shampoo bayi. Hanya bertahan 2-3X dan setelah itu tidak bisa lagi dipakai. Koyak di sana sini. Velcro mudah robek. Tetapi meski demikian, operasi pospak ini bisa memangkas pengeluaran bulanan.

Menjadi ibu dengan dua orang putra itu tidak mudah. Tidak ada yang membantu. Tiada tempat berkeluh kesah. Bahu membahu dengan suami merupakan kenikmatan tersendiri. Bisa dikatakan, kehadiran E-baby secara tiba-tiba mengubah banyak hal. Tiga bulan pertama kehadiran E-baby, penggunaan pospak agak banyak. Sebulan bisa habis 2-3 pack isi 52. Boros!

Pemikiran untuk menjadi manusia yang ramah lingkungan tetap bergelanyut. Sedikit demi sedikit saya pulih dari kelelahan masa hamil dan sakitnya proses bersalin. Di bulan keempat dari hadirnya E-baby, penggunaan pospak dibatasi dengan 1 per hari dan saat bepergian. Pembatasan ini juga dikarenakan kulit E-baby yang sangat sensitif. Gampang sekali ruam. Bila terus-terusan memakai pospak maka ruamnya menjadi-jadi (baca ini untuk mengetahui bahan baku pospak dan dampaknya terhadap bayi).

Hingga dua bulan yang lalu saya memutuskan untuk tidak menggunakan pospak sama sekali. Apa saya beralih ke clodi? Hmmmm.... dihitung-hitung dulu dong.  Harga clodi lokal memang berkisar 70-100 ribu rupiah. Cukup terjangkau untuk kantong kami. Setelah dihitung-hitung, muncul deh yang namanya si pelit. Sayang dong simpanan O/C yang sudah susah-susah dibuat. Kalau bisa membeli insert-nya saja kenapa tidak?! Lumayan lama saya mencari toko online yang hanya menjual insert saja.

A: cili popo (katun), B: lipop (suede+PUL), C: cluebebe

Beberapa kali tanya kok tidak jua menemukan. Di saat kritis, di mana saya akan membeli clodi.... Eh ada teman yang menjual insert. Bahagiaaaaaa...... Sebenarnya saya ingin membeli insert berbahan bamboo karena jelas aman untuk kulit E-baby yang sensitif. Sayangnya, teman saya ini hanya menjual yang berbahan microfiber. Saya bongkar-bongkar lagi, menemukan prefold diaper yang berbahan katun dengan merk cili popo. Juga liner berbahan suede dengan merk lipop.

Hasil rundingan dengan suami, saya memutuskan membeli 1 insert microfiber combo dari cluebebe (combo karena mengandung eucalyptus) + 1 prefold diaper katun dari cili popo + 1 liner Pocket PUL (berbentuk kantung, salah satu sisi berbahan PUL agar urine tidak bocor) dari lipop. Liner ini akan menyamankan bayi. Bisa menjaga kelembaban kulit bayi (bahan microfiber menyebabkan kulit bayi kering). Harga masing-masing yang saya beli adalah Rp. 35.000 + Rp. 19.000 + Rp. 15.000.

Berarti saya sudah punya insert untuk dua malam. Dua hari bebas pospak. Horreeeeeeee!!! Cara merawat clodi tidak susah kok. Baca di sini ya. Berikutnya saya akan membandingkan kedua insert tersebut di atas. Sebelum dipakai, tentu harus dicuci dulu. Untuk cluebebe dan lipop, sekali cuci beres. Mudah kering. Yang cili popo, harus dicuci 3x bila menggunakan air panas atau 5x bila menggunakan air suhu ruang. Pencucian berulang ini dimaksudkan agar penyerapan urine jadi maksimal dan bahan kimia hilang total.

Dari awal saya jatuh cinta dengan yang berbahan katun. Kelemahannya hanya satu sih: susah kering bila dibandingkan dengan microfiber. Sekarang bagaimana performa keduanya setelah dipakai semalaman?? Oia, insert combo dari cluebebe ini tebal, terdiri dari dua lembar. Kemungkinan yang satu lembar berkantung itu berbahan microfiber dan selembar satunya berbahan microfleece. Anehnya, ketika baru dicuci, lembaran yang mungkin berbahan microfleece kok berkurang panjangnya ya?!

A: lipop yang dilipat tiga
B1: suede membuat kulit bayi kering, B2: PUL sebagai anti bocor
C1: microfiber, C2: microfleece sebagai liner

lipop dan cluebebe yang berkantung, bebas ditambahkan insert apapun

Malam pertama, saya mencoba cluebebe+O/C dari jam 9 malam hingga jam 6 pagi. Tebal banget. Membuat pantat E-baby makin seksi aja hihihi.... Seksi yang gak proposional, E-baby kelihatan gak nyaman. Apa yang terjadi setelah dipakai selama 9 jam? Celana E-baby basah. Bocoooooorrrrr...... Bocoooooorrrrr.... Tebal gitu tapi daya serap tidak terlalu bagus (menurut saya loh ini). Tetapi kudu bersyukur, sprei tidak ternodai (haaalllllaaaah bahasanya rek) urine E-baby. Yang artinya gak perlu ganti sprei!

Malam kedua, giliran cili popo yang dimasukkan dalam lipop+O/C. Tipis. Lipop-nya lembut banget. Suka sekali. E-baby lebih nyaman. Keesokan harinya, celana E-baby kering dan tidak pesing. Lipop kering. Cili popo sedikit lembab. Juara deh kalau untuk daya serapnya. Sukak! Saya sangat Sukak! Ketika ketiganya dicuci kembali, cili popo+lipop seperti semula. Lapisan microfleece dari cluebebe semakin mungil. Kemarin berkurang panjangnya, kali ini berkurang bagian lebarnya ~sedikit kecewa~

A: lipop + cili popo + O/C (favorit saya!!)
B: cluebebe + O/C (agak tebal dan lebih panjang dari O/C)

Karena saya mencuci seminggu dua kali, maka minimal saya membutuhkan 7 insert dan 7 liner. Berarti 5 cili popo dan 6 lipop (1 lipop dipadu dengan cluebebe) lagi . Itu artinya, (19 ribu x 5) ditambah (15 ribu x 6). Totalnya adalah Rp. 185.000,-. Waaaah hemat sekali ya. Dengan jumlah rupiah yang tidak sampai dua ratus ribu itu, bisa dipakai sampai E-baby lulus toilet training loh. Selain hemat, ruam-ruam menjauh, efek samping pemakaian pospak yang menakutkan itu tidak lagi menghantui.

Bila setiap manusia mau berubah, permasalah sampah yang menggunung ini tak perlu ada. Kerusakan lingkungan bisa dicegah. Kalau bukan kita, siapa yang akan menjaga tempat tinggal kita? Apakah perlu seperti di film Wall-E?? Meski saya sudah bisa menolak tas kresek saat berbelanja, memilih nursing pad yang bisa dicuci ulang, sudah tidak lagi membeli pembalut wanita sekali pakai, dan akan meninggalkan pemakaian pospak..., rasa puas itu belum hadir.

Saya masih nyampah. Belum menjadi manusia yang benar-benar tanpa sampah. Tugas saya berikutnya adalah komposting. Bulan depan kegiatan ini akan saya lakukan dengan menggunakan keranjang takakura. Yang hasil akhir dari komposting ini adalah produksi sayuran organik untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga kami sendiri. Sebuah cita-cita pribadi yang masih dipertanyakan oleh suami. Bukannya disemangati malah digembosi. Ah mari dibuktikan!

Tunggu cerita saya selanjutnya ya... Doakan berhasil memanen sayuran organik sendiri (^-^)v

Kamis, 07 Agustus 2014

Pengalaman ber-Hair Chalk Ria

Mengalami hari-hari berambut tidak menyenangkan selama periode menyusui itu benar-benar boros kepercayaan diri ya? Sejak 2-3 bulan setelah melahirkan, rambut saya rontok parah. Untung tidak jadi botak. Kemudian 9-10 bulan setelah melahirkan, rambut-rambut mini tumbuh subur. Jabrik!! Bikin tampilan saya sedikit tidak terawat. Gak PD, takut bikin suami bosan bahkan eneg jadi momok. Tebal-tebalin rasa percaya diri dah.

Eh saudara sepupu kapan hari memamerkan foto rambut ombre-nya yang super keren. Status lajang itu selalu bikin iri. Bebas merdeka mau apa saja. Tanpa harus memikirkan suami dan anak-anak. Kembali ke rambut ombre, segera saya bertanya. Olalalaaaaa... saudara sepupu saya ini ternyata bikin sendiri. Memesan catnya dari negara tetangga. Hmmm... mupeng tingkat dewa. Tapi karena saya lagi trauma mendatangkan barang dari luar negri jadinya ditunda sajalah membeli cat ombre itu....

Emak-emak semacam saya ini pasti ada jenuhnya, ada betenya kalau pas ngaca. Curhat lah saya ke kanan kiri. Nah, perbincangan tentang rambut dengan neneknya anak-anak berujung pada order. Satu paket hair chalk isi 36 warna plus catok mini imut warna pink (saya bukan penyuka pink saudara-saudara). Tentu bongkar-bongkar yutup dulu dong sebelum order... hehe he.... Nekad saja lah, toh saya juga suka eksperimen. Suami gak bawel tuh kalau saya pas belanja online. Asal disogok ciuman dan pelukan huehuehue.... (yakin cuma itu aja sogokannya?!)

Selasa, jam 7 pagi
"Mbak Veraaaaaaaaa", suara cowok renyah dan lantang. Siapa yang mengira kalau itu suara kurir. Setia mengantar barang ke rumah kami kurang lebih setahun belakangan. Kurir ini kadang ajaib. Suka mengantar barang di luar jam kerja. Pernah mengantar paket di malam hari. Ternyata emang si kurir ini adalah tetangga belakang rumah sono yang biasa sholat jumat di masjid sebelah. Halaaaah... Tapi enak loh kalau kurir terhitung tetangga sendiri. Paket kita bakal sampai walau rumah sedang kosongan.

hair chalk dan catok mini pinky

patah-patah.. maklum gak dibungkus bubble wrap

Meski hari selasa ini ada jadwal segambreng, dan mumpung suami masih mandi+E-baby masih tidur maka saya pun langsung mencoba. Gampang kok (ini video contekannya). Yang perlu disiapkan terlebih dahulu adalah air dalam botol yang bisa disemprotkan, handuk/lap untuk membersihkan catok mini. Mari kita mulai (panaskan catok sebelumnya yak):
1. Ambil sejumput rambut
2. Pilin-pilin rambut tersebut
3. Semprot pilinan rambut hingga basah seluruhnya
4. Pilih hair chalk dengan warna sesuai mood
5. Warnai rambut searah saja dari atas ke bawah
6. Keringkan hasil pewarnaan dengan catok

Bagaimana hasilnya?? Sesuai dugaan awal. Warna dari hair chalk kurang terlihat di rambut saya yang hitam pekat. Saya mencoba banyak warna, dengan sistem ombre. Mudah sekali aplikasinya kok hanya saja kurang terlihat di rambut saya. Mungkin kalau rambut anda berwana pirang akan lebih tampak warna-warni indah dari hair chalk ini. Suami juga bikin hati melempem "lah kok kayak uban?". Deuuuh.... satu catatan, kalau pakai hair chalk, rambut akan kering. Dan merk ini gampang sekali luntur. Setelah diaplikasi di rambut, jangan disentuh-sentuh lagi. Pasti akan tertransfer ke tangan. Saat disisir pun, warna-warni nya jadi pindah ke sisir.

Kurang lebih setengah jam saya mencoba. Sebenarnya ingin saya pakai menjalankan aktivitas seharian. Karena suami bilang seperti uban, pas mandi sekalian aja keramas. Dan tersapu lah semua warna itu dari rambut saya. Saat saya bolak-balik kemasan hair chalk yang baru saja sampai. Kaget juga. Kok tidak ada pernyataan untuk digunakan di rambut?? Akhirnya saya bolehkan E-boy memakainya dan memilikinya. E-boy yang sepanjang saya eksperimen selalu melihat dengan takjub dan memilihkan warna jadi bahagia luar biasa.

for use on paper and card


Sampai rumah sudah sangat sore. E-boy segera ambil kertas dan bereksperimen dengan hair chalk. Ingin sih eksperimen lagi mengingat yang pagi sebelumnya tidak sempat potret memotret hasilnya... tetapi badan sudah sangat lelah. Pekerjaan lain memanggil-manggil dengan keras. Saya biarkan E-boy bereksperimen di ruang lain. E-boy cukup paham kalau harus merapikan segalanya setelah selesai memakai. Intip yuk hasil coretan E-boy yang dipamerkan ke bundanya:

entah E-boy menggambar apa

Rabu, jam 8.30 pagi
Saya sibuk dengan tumpukan cucian baju yang harus dipilah-pilih, mana yang harus diseterika dan mana yang cukup dilipat saja. Kertas hasil karya E-boy tertinggal di atas meja. Saya pikir tidak akan menimbulkan banyak masalah. Tak seberapa lama, E-baby sudah berdiri berpegangan di meja. Tampak asyik melihat kertas hasil karya kakaknya. Saya hilir mudik ke sana ke mari memasukkan semua pakaian ke dalam lemari masing-masing. Saya tahu, saya sadar, anak bungsu saya menggerak-gerakkan tangan bak pelukis senior di atas kertas hasil karya si sulung.

Dan beberapa kali saya amati, E-baby mengelapkan tangan ke rambut dan wajahnya. Di detik ini saya berhenti dan tersenyum manis. Sedetik kemudian.... berteriak lah saya.... "adeeeeeeeekkk!". Dan otomatis kamera sudah di tangan. Saya abadikan beberapa foto sebelum kertas itu saya jauhkan dari tangan E-baby. Ini dia hasil jepret-jepret saya mengabadikan si bayi seniman yang sedang beraksi:

tampak atas

tampak samping

tampak depan

Puas betul ya bayi ini? Bangga pada hasil ombre bikinannya sendiri di rambutnya sendiri dengan caranya sendiri. Fiiiuuuuuhhh..... Buru-buru saya angkat si E-baby, melepas semua baju dan memandikannya. Mengapa? Karena saya tidak yakin apakah produk ini tidak beracun. Setelah memandikan, segera saya susui dan menidurkannya. E-boy juga agak kaget dengan ulah adiknya. Hanya bisa berseru "adik.... adik" sambil geleng-geleng kepala. Seru ya pengalaman saya dengan sebuah produk?!! Percaya deh kalau sudah jadi ibu itu, segala ke-ajaib-an dunia akan abadi di genggaman tangan.

Terima kasih sudah mampir di sini ^_^

Kamis, 06 Maret 2014

Pancake Durian: Refleksi Ibu Tidak Berkerja

pancake durian
Tidak bekerja sudah menjadi pilihan saya. Bukan perkara mudah memutuskan untuk berhenti beraktivitas di luar rumah. Tentunya setelah dipikir masak-masak. Harus bisa menerima segala kebaikan dan berdamai dengan berbagai bentuk ketidak-baikkan seorang ibu tidak bekerja. Apakah saya menyesal? Tidak sedikit pun. Pandangan, komentar, serta cibiran sudah tidak mengganggu kalbu saya lagi. Dulunya, saya jadi geram setiap mendengar kalimat-kalimat "yakin lu nganggur doang di rumah?" atau "ntar lu tambah bego loh kalau cuma di rumah aja" atau "ya ampun.. dunia lu gelap amat".

Saya sebal dan geram karena pernyataan mereka itu hanya berdasarkan sudut pandang mereka saja. Tidak melihat bagaimana sesungguhnya kehidupan saya. Padahal saya jauh lebih sehat dan jauh lebih bahagia ketika memutuskan untuk di rumah saja. Apalagi ketika satu persatu anak-anak hadir. Melengkapi sempurnanya biduk rumah tangga. Semburat warna yang ada semakin merona. Memberikan yang terbaik buat anak sungguh tak tergantikan. Lalu apakah saya nganggur saja di rumah? Apakah saya bertambah bego? Dunia saya gelap gulita?

Dengan jujur saya menjawab bahwa saya tidak menganggur di rumah. Perkejaan domestik banyak. Bahkan beberapa pekerjaan kecil suami bisa saya kerjakan. Semacam koreksi hasil ujian mahasiswa, membuat laporan keuangan untuk penelitian A-Z. Membantu belanja keperluan pelatihan, dll yang berkaitan dengan pekerjaan suami. Boleh lah disebut sebagai asisten/sekretaris (paling) handal-nya suami. Gak ada nganggur-nya tuh. Malah banyak kekurangan waktu. Kekurangan tenaga untuk menyelesaikan semuanya. Ini yang dikatakan semangat dan energi tidak sebanding dengan pekerjaan.

Mengenai bego atau enggak... Biarlah anak-anak saja yang jadi buktinya. Ketika satu-dua-tiga teman saya yang statusnya adalah ibu bekerja mengeluh: kenapa anaknya begini, kenapa begitu.... Saya bersyukur sekali tidak mengalami hal-hal yang dikeluhkan tersebut. Saya bisa punya banyak kesempatan dan waktu untuk mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan tumbuh-kembang anak. Saya bertambah pintar dalam hal mengasuh anak. Merawat anak yang sedang sakit sudah menjadi keahlian saya. Minat-minat di bidang lain juga bisa tergali. Hobi-hobi tersalurkan dengan puas. Lalu "apakah dunia saya gelap?". Tolong simpulkan sendiri yaa....

Bekerja bukan melulu masalah uang. Saya membaca puisi indah tentang bekerja karya Kahlil Gibran di sini, saya petik sedikit ya:
 jikalau kau bekerja dengan rasa cinta,
engkau menyatukan dirimu dengan dirimu,
kau satukan dirimu dengan orang lain, dan sebaliknya,
serta kau dekatkan dirimu kepada Tuhan
Saya yang memutuskan tidak bekerja ini berusaha untuk tidak memusingkan masalah uang. Tetapi, bila berhadapan dengan anak-anak yang notabene masih berupa raja dan ratu egois, maka uang bisa menjadi sedikit rumit. Orang tua mana yang tidak ingin memenuhi semua kebutuhan atau keinginan anak-anaknya? Beberapa hari ini putra sulung saya merengek-rengek meminta pancake durian. Jenis jajanan ini bukan jajanan yang bisa dibeli sewaktu-waktu. Harganya cukup menguras isi dompet lah ya...

Sebagai ibu, saya berusaha membuat anak-anak mengerti bahwa uang tidak mudah didapat. Harus bekerja dulu untuk bisa memenuhi kebutuhan hidup. Harus menabung untuk bisa memenuhi keinginan sekunder atau tersier. Dari rengekan putra sulung saya tersebut, yang sesuai dengan judul di atas: pancake durian, saya selipkan pesan moral. Berikut percakapan yang terjadi kemarin pagi dan dilanjutkan siang tadi... [S: saya, E: putra sulung]
E: "bunda, Erdi mau pancake durian"
S: "bunda gak punya uang sayang, pancake durian kan mahal."
E: "harus punya! bunda punya uang loh!"
S: "oke, bunda kerja dulu ya untuk cari uang. Biar mas Erdi bisa beli pancake durian."
E: "mmmm...." sambil berfikir
S: "mas Erdi jaga adik Ecio di rumah ya, bunda mau cari uang yang banyak."
E: "jangan...." lalu memeluk saya
S: "trus? mas Erdi kan mau beli pancake durian, uangnya dari mana coba?"
E:  "uang dari ayah aja.. biar ayah yang kerja. Bunda gak usah kerja, di rumah aja sama Erdi sama adik" pelukannya semakin erat
Pagi itu pun kami berpelukan sambil senyum-senyum bersama. Detik itu putra sulung saya belajar tidak lagi merengek. Belajar menerima alasan. Karena berpisah tiap hari dari ayah yang bekerja cukup tidak menyenangkan. Waktu bermain dengan ayahnya jadi sangat terbatas.

Dan siang ini, saya mulai sibuk membuat perincian dana yang akan disetor ke montir di hari berikutnya. Banyak hal yang perlu disiapkan. Mulai dari pakaian, bekal, nota, kuitansi, dan uang (tentunya) yang terbagi ke dalam amplopnya masing-masing. Cukup pusing lah ya mengelola uang. Perlu konsentrasi besar agar uang terhitung benar dan tidak terselip. Putra sulung saya sudah lebih dewasa. Sudah lebih mengerti akan kesibukan bunda-nya. Memberi saya waktu dan ruang untuk fokus menyiapkan segala keperluan untuk esok pagi. Esok di mana kami berempat menghabiskan sepanjang hari di jalanan, memenuhi banyak target. 
S: "bunda kerja dulu ya sayang."
E: "kerja di mana bunda?" menatap saya, mulai bingung, kuatir ditinggal di rumah
S: "di depan komputer sayang, di depan buku" sambil menunjuk-nunjuk notes dan kuitansi plus amplop-amplop
E: "iya bunda" lalu meninggalkan saya yg mulai sibuk mencatat dan menghitung uang
Kemudian saya hilir mudik memasukkan amplop, kuitansi, alat tulis , baju-baju untuk dua anak, camilan, dan banyak barang lagi ke dalam beberapa tas (enak kali ya kalau punya caravan).

Biasanya saya harus begadang. Bekerja dan menyiapkan segala keperluan bepergian di malam hari agar tidak diganggu si sulung. Tetapi sekarang, semuanya semakin mudah. Tidak tahu juga kalau nanti si bungsu berumur 2-3 tahun he he he.... Sekian cerita saya. Setiap keputusan, baik itu ibu bekerja atau tidak, selalu ada sisi positif dan negatifnya. Kalau sisi-sisi positifnya bisa kita terima dengan berbahagia.. maka pintar-pintarlah berdamai dengan segala sisi negatifnya. Tak ada yang sempurna. Tak ada yang lebih baik dari yang lain. Mau bekerja atau tidak, sesuaikan saja dengan kondisi masing-masing keluarga.

Selamat menanti akhir pekan yang indah yaaa...

Rabu, 12 Februari 2014

The Lego Movie: Pesan Moral

Kali pertama kami menyempatkan diri menonton bioskop setelah bertahun-tahun absen adalah menikmati Comic 8. Agak egois sih karena memaksa E-boy dan E-baby ikut serta. Plus mengajak neneknya anak-anak supaya ada yang mengajak anak-anak keluar saat mereka rewel. Comic 8 ini film buat remaja. Cukup bagus (juga lucu) bila disandingkan dengan film-film dalam negri lainnya.

Saat membeli tiket, kami melihat poster The Lego Movie dengan tulisan coming soon. E-boy tampak berbinar-binar ingin menonton film tersebut. Suami sudah pesimis aja. Katanya itu hanya iklan dan belum tentu diputar. Duuh... Akhirnya saya buat status di fb. Eh teman saya yang bekerja di bioskop segera memberi komen. Menginformasikan kalau film ini sudah diputar di Mandala.

asyik makan popcorn sebelum film diputar

lampu di gedung bioskop sudah dimatikan, AC sangat dingin

Segera saja saya membuat jadwal. Dalam satu hari, beberapa tujuan terlaksana dan kali ini tidak mengajak neneknya anak-anak. Kok ya kebetulan kami memang harus ke Malang Plaza untuk servis hp suami yang tidak bisa di-charge (gara-gara E-boy main bad piggies tanpa henti). Kembali ke The Lego Movie, menit-menit pertama merupakan kesulitan buat saya untuk mengikuti jalan ceritanya. Sssst saya sertakan juga hasil rancang lego-nya E-boy yaa...

A. tong sampah (dua buah), B. tembak (dua buah), C. skating park, D. jendela kaca, E. area nahkoda, F. atap anti bocor

Begitu monoton dan "kanak-kanak" sekali. Namun, seiring berjalannya film, fokus saya terkunci. E-boy suka sekali. Tampak serius menikmati jalan ceritanya. Kelemahan saya ini adalah tidak bisa melihat detil film. Visual maupun audio. Jadi kalau E-boy bilang "bunda, pesawatnya bagus"... atau suami "ngerti gak istilah yang dipake buat nyebut pantat di film tadi?". Saya hanya bisa bengong...

Terlepas dari ke-bengong-an saya menonton The Lego Movie. Beberapa pesan moral yang saya tangkap adalah:
  1. Pujilah anak,, katakan bahwa anak kita itu spesial.. agar ia tumbuh menjadi anak yang penuh rasa percaya diri
  2. Bermain bersama anak itu merupakan masa-masa keemasan yang tidak dapat tergantikan
  3. Hargai anak untuk setiap usaha yang dilakukannya
  4. Hasil kreativitas anak yang tampak sepele dan tidak logis itu sebenarnya luar biasa
  5. Mengikuti aturan/perintah/petunjuk itu bagus tetapi jauh lebih bagus bila seseorang punya spontanitas dan kreativitas dalam membuat keputusan
Sepertinya itu dulu sih yang terlintas sesaat setelah film tamat. Ada yang mau menambahkan? Untuk film dengan rating 8,6 (sumber di sini), saya masih ingin menonton lagi... Agar pertanyaan atau penyataan di atas (yang membuat saya bengong dan tampak oon) bisa saya respon dengan semestinya.. Sampai sekarang pun kesan positif film tersebut masih melekat di E-boy... Beberapa hari ini selalu saja E-boy berseru "bunda, film legonya bagus yaaa....".

Jumat, 07 Februari 2014

07022014: Welcome Home Jeep

Tahun ke-7 bersama suami dirayakan dengan kembalinya Jeep bersama kami. Hampir 16 bulan Jeep tak di rumah. Selama kurun waktu itu pula kami merasakan betapa repot dan nikmatnya tanpa kendaraan. Betapa suka duka menggunakan kendaraan umum hampir menjadi makanan sehari-hari. Ribetnya meminjam kendaraan membuat kesabaran menjadi naik level. Sebenarnya niat awal hanya memperbaiki si Jeep, tetapi dengan bergulirnya waktu, si Jeep dimodifikasi, dibangun ulang, dan akhirnya di-custom sesuai diri saya... Nanti lah ya akan saya tuliskan secara terpisah bagaimana proses rebuilding Jeep yang memakan waktu dan biaya yang tak sedikit.

tampilan Jeep bersama kami yang masih mesra

Kalau ingat jaman dulu itu serasa bagaimana gitu yaaa..... Masa pendekatan yang tak terlalu lama. Banyak pertengkaran untuk bisa menyatukan visi dan misi. Tentunya pertengkaran demi pertengkaran itu ada dalam institusi yang disebut pernikahan. Lucu sekali jaman itu. Jaman di mana perceraian kadang muncul di jidat. Sekarang sih sudah ada dua jagoan yang lucu. Yang kehadiran ayah bunda bersifat mutlak. Apapun masalah yang hadir, semoga kami tetap utuh. Jeep-nya pun tetap utuh. Gak diprotoli lagi menjadi kepingan-kepingan terkecil lah yaa.....

deuh suami tersayang... mesra dikit lah dengan istrinya yang cantik mulus ini

Tampilan Jeep yang sekarang lebih lucu... Warna gelap dan terang dipadukan. Yang membuat saya amat nyaman adalah: bebas pakai high heels *senyum puas*. Dulu jangan harap bisa pakai sepatu berhak runcing dah,,, pasti banyak tersangkutnya saat akan masuk ke dalam Jeep. Mau tau best part-nya? Yang membuat si Jeep itu "gue banget" (dan saya yakin gak bakal ada yang ngembarin di seluruh alam jagad raya).. Diintip yuuuuukkkk di foto berikut ini:

the best part: kepala pooh 3D

Sementara sudah cukup puas dan lega ketika si Jeep pulang, bisa dipakai ke sana ke sini mengurusi banyak hal. Meski masih banyak kekurangan dan belum sempurna betul sebagai kendaraan pengangkut anak-anak. Tetapi pelan-pelan akan disesuaikan dengan kebutuhan dan kesibukan kami yang makin menjadi-jadi. Selamat berakhir pekan dan semoga rakyat Indonesia (di mana pun berada) diberi kekuatan, ketabahan dalam melewati berbagai bencana yang susul menyusul.

Minggu, 26 Januari 2014

Tabung LPG: Kelayakan dan Keamanan

Rencananya bahasan ini akan saya luncurkan saat gonjang-ganjing kenaikan harga LPG awal Januari yang lalu. Apa daya teralihkan oleh kegiatan belajar inline skating.

Suatu siang yang panas, rumah kami diketuk oleh sepasang muda-mudi. Suami saya membukakan pagar dengan sikap yang sedikit waspada. Maklum lah ya di jaman ini kan tidak boleh serta merta memasukkan orang asing ke dalam rumah kita. Ternyata setelah diberikan kesempatan, kedua orang tersebut memberikan penjelasan tentang kelayakan dan keamanan LPG. Saya yang di dalam rumah dengan anak-anak hanya bisa mendengarkan sepotong-sepotong.

Setelah kedua tamu tersebut berlalu, saya pun bertanya kepada suami secara rinci. Dan di tulisan ini akan saya bagikan pula kepada semua pembaca blog saya yang setia, baik hati, dan selalu ngangenin.... (apa kabar semua??). Ciri tabung LPG yang baik di antaranya:
  1. Belum kadaluarsa
  2. Masih memiliki segel berwarna merah
  3. Lingkaran di bagian badan tabung masih berwarna merah
Bingung? Belum ada gambaran? Mari tengok foto-foto yang saya buat berikut ini:


1. masa berlaku tabung LPG, ternyata punya saya sudah kadaluarsa

2. bagian tabung yang seharusnya dilindungi oleh segel/penutup warna merah

3. lingkaran di badan tabung LPG yang harus berwarna merah

Foto no 1 dan 2 di atas merupakan contoh tabung LPG yang tidak memenuhi kriteria tabung gas LPG yang baik. Sehingga saat pemakaiannya pun bermasalah. Aliran gas LPG kadang bisa kadang macet, proses memasak menjadi terganggu. Akibatnya suami wajib ada saat memasak! Saya pun bergembira ketika isi gas di tabung yang bermasalah ini habis. Saat membeli, saya sempat mendapatkan wajah dan kalimat ketus dari penjual. "Nanti kan tabung yang kotor ini balik ke saya, sudah gak apa-apa mbak. Ini cuma kotor sedikit kok." Padahal kotor yang dimaksud penjual tersebut adalah lingkaran berwarna merahnya telah berubah menjadi hitam.

Mengapa lingkaran di badan tabung gas LPG harus berwarna merah? Karena bila berubah menjadi hitam itu artinya tabung LPG telah kena api dan penanda yang menyatakan bahwa tabung akan meledak sudah tidak ada lagi. Berbicara mengenai keamanan saat terjadi kebakaran, yang harus kita lakukan adalah:
  1. Cek warna lingkaran di badan tabung LPG, bila sudah berubah menjadi hitam maka segera berlari menjauhi tabung tersebut karena akan meledak
  2. Bila lingkaran di badan tabung LPG masih berwarna merah, segera copot regulator dan bawa menjauh dari api (berani gak berani, harus berani!)
  3. Dilarang menyiram atau meletakkan kain basah di tabung gas LPG yang akan meledak
Semua sudah dituliskan loh... Ayo segera cek kondisi tabung-tabung gas LPG yang ada di rumah... Semoga semuanya memenuhi kriteria tabung gas LPG yang baik dan proses masak memasak menyajikan hidangan yang sehat dan bernutrisi menjadi lancar tanpa masalah apapun...

Sampai jumpa lagi di tulisan selanjutnya ^_^

Selasa, 19 November 2013

Berubah? Itu Pasti!

Sebulan belakangan saya wira-wiri ke banyak dokter. Dokter kandungan, dokter gigi, dokter anak, dan dokter THT. Dokter kandungan untuk saya seorang, memeriksakan kondisi rahim saya setelah proses bersalin yang lalu. Pergi ke dokter gigi untuk proses menambal gigi ibuk dan menambal gigi E-boy yang bermasalah (dua gigi berlubang). E-boy memang belum sakit gigi tapi mulai sering mengeluh "bunda, seliliten" (seliliten artinya ada makanan terselip di gigi).

Yang ingin saya bagi di sini adalah pengalaman ke dokter THT dan ke dokter anak. Sekitar dua minggu yang lalu saya dikejutkan dengan peringatan dari mama "Nduk, telinga kiri anakmu berdarah loh. Erdi ngeluh gatal dan korek-korek telinga". Haduh hati saya langsung dag dig dug. Suami segera mengusulkan untuk pergi ke dokter THT di RSU. Sebenarnya saya paling ogah ke RSU. Antrinya bikin patah hati.

Tetapi karena saya tak punya pilihan lain. Tidak tahu dokter THT yang praktek swasta dan karena memang suami sudah rutin periksa telinga ke RSU, jadilah saya menguatkan hati dan niat (jadi ibu itu wajib LEBIH kuat, lebih tabah, lebih segala-galanya). Rencana berangkat jam 6.30 pagi. Lagi-lagi telat. Dengan dua anak, kami baru bisa berangkat jam 7.30. Dapat antrian no 21 dan 22 untuk E-boy dan ayahnya. Sabaaaaaaaaaaaaaaar... Maklum berangkatnya sudah siang.

Akhirnya E-boy dipanggil juga. Masuk ruang periksa saya senyum lega. Kenapa? Karena saya ditemani suami berhadapan dengan dokter THT yang ramah. Juga saya puas melihat kinerja dokter ini. Di depan saya, dokter tersebut masih sibuk membersihkan alat-alat periksa bekas pasien sebelumnya dengan alkohol. Kemudian menatap E-boy dan percakapan berikut terjadi (d= dokter, s= saya, su=suami):
d: "selamat pagi, saya dokter A, anaknya kenapa bu?"
s: "pagi dok! telinga kiri anak saya berdarah dokter. tolong diperiksa"
d: "awalnya kenapa?"
s: "seperti gatal dokter, tetapi memang serumen telinga kiri dan kanan anak saya berbeda. yang satu keras membatu, yang satunya lunak dan sedikit basah"
d: "mulai kapan bu?"
s: (mulai ragu, menatap ke suami) "mulai kapan hun? sebulan? sejak Ecio lahir?"
su: "sepertinya seminggu-dua minggu terakhir dok, agak lama kok"
d: "ada demam?"
s: "gak"
d: "batuk?"
s: "gak"
d: "pilek?"
s: "enggak dok"

Sampai sini ekspresi dokter di awal yang agak-agak gimana gitu menangani bocah 4 tahun menjadi sumringah. Dan sepertinya beban berat buat menjelaskan banyak hal tidak perlu muncul, karena kami termasuk pasien yang datang ke ruang periksa dengan bekal informasi. Tidak dengan pengetahuan kosong. "Baik bu, saya periksa dulu anaknya", begitu kata dokter. Segera saya menyiapkan E-boy. "Sayang, kalau sakit bilang ya Nak".

Dan beruntungnya E-boy ini penurut. Setiap arahan dokter THT, E-boy menurut. Setelah diperiksa bagian tenggorokan, dan telinga kiri-kanan, ternyata hanya ada kotoran. Di telinga kiri yang berdarah itu berasal dari luka gores di bagian dinding luar (tidak sampai ke bagian-bagian telinga lebih dalam). Kami tidak tahu dari mana luka gores itu. Saya pun puas karena keluar dari ruang periksa tanpa membawa resep. Telinga E-boy sudah dibersihkan oleh dokter.

Pesan dari dokter kepada E-boy "telinganya jangan dikorek ya, tidak boleh dimasukkan benda apapun termasuk jari". Sekarang E-boy jadi lebih penurut lagi terhadap perkataan saya. Kalau telinganya gatal selalu laporan dan saya bisa menentukan apakah perlu dibersihkan sendiri atau pergi ke dokter THT. Memang mencegah lebih baik daripada mengobati http://eemoticons.net

Seminggu kemudian kami pergi ke dokter anak. Kali ini untuk mengimunisasikan E-baby. Tidak ada ekspektasi apa-apa ketika berangkat. Bahkan saya pun bersiap untuk mendengarkan saran penambahan susu formula dari dokter anak. Karena kami menggunakan jasa dokter yang sama dengan dokternya E-boy. Dan pada waktu dulu itu dokter tersebut menyarankan susu formula merk X dan mengatakan kalau hanya memerah ASI saja tanpa disusukan langsung maka ASI saya akan cepat kering.

Ah saya memang keras kepala dari dulu. Saran dokter tentang susu formula merk X hanya lewat saja. Kegiatan perah memerah ASI terbukti lancar hingga dua tahun. Begitu juga kali ini, saat saya memeriksakan E-baby. Saya juga harus sama keras kepalanya. Eh tak dinyana dokter tersebut berkata seperti berikut setelah memeriksa kondisi E-baby: "bu, ini putra ibu grok-grok... ada kemungkinan alergi. ASI nya diteruskan ya jangan ditambah apa-apa lagi".

 http://eemoticons.net Saya sempat bengong beberapa saat. Haaaaaaa..... kejutan!! Dokter ini sekarang pro ASI toh?! Alhamdulilah.... Percakapan berikutnya membuat saya lebih terbuka. Kami banyak berbicara dalam bahasa medis. Dan senangnya saya ketika permintaan saya tentang spuit sisa imunisasi dikabulkan. Spuit imut-lucu terbuat dari kaca pun saya miliki dengan pesan "disterilisasi dulu ya bu". Sekarang menjadi barang koleksi baru di rumah.

Setiap orang pasti berubah! Mau ke arah positif atau ke arah negatif itu urusan personal dan tergantung sudut pandang yang dianut. Keberhasilan RUM (rational use of medicine) harus dimulai dari diri sendiri. Percuma berburu dokter yang RUM kalau kita sendiri tidak pro aktif, tidak memberi sinyal pada dokter bahwa pasien-pasien sekarang bisa diajak diskusi dan punya kedudukan setara. Dokter tidak lebih superior daripada pasien kok.

Salam ASI dan RUM, say no to PUYER!

Kamis, 24 Oktober 2013

Sabar yaaaa Nak!

Budayakan antri!

Mengajarkan anak untuk antri memang tidak mudah. Antri berkaitan dengan kesabaran seseorang. Minggu yang lalu saya harus periksa kandungan. Niat awal adalah berangkat jam 8 pagi agar antrian tidak terlalu lama dan E-baby tidak kepanasan di kendaraan. Sayangnya karena kesibukan seorang diri (suami kerja), menyiapkan dua anak untuk bepergian itu tidak bisa seperti menjentikkan jari.

Mulai dari memandikan dan menyiapkan bekal, ternyata lama juga. Akhirnya kami baru bisa berangkat jam 9 pagi. Saya bersyukur hari itu ada ibuk yang mengantar dan bisa menjaga E-baby di kendaraan (masih karantina, sesedikit mungkin terpapar dengan manusia lain). E-boy ikut saya ke RS. Saat mengambil no antrian, sedikit kaget. Saya mendapat no 18. Sebenarnya saya sudah ragu. Sanggup ataukah tidak mengantri sepanjang itu...

Tetapi mengingat saya sudah terlambat dua minggu dari jadwal kontrol dan jadwal-jadwal ke depan masih padat, hanya ada satu kata: nekad! Antri di bagian admistrasi hampir membuat frustasi. Panas mentari cukup menyiksa. Orang-orang berjubel. Tempat duduk terbatas. E-boy bahkan berdiri. Saya tidak tega hati sebenarnya.

Dari tiga petugas yang ada, hanya satu yang bekerja sangat efisien. Seorang perempuan muda yang cekatan. Saya emosi saat itu melihat dua petugas lainnya: seorang laki-laki dan seorang perempuan paruh baya. Mengapa? Yang perempuan paruh baya selalu asyik dengan hp-nya, yang laki-laki selalu berpura-pura menjadi dokter. Kenapa saya bisa bekesimpulan demikian?

Pendek cerita berkas saya pernah dibawa ke poli umum oleh petugas laki-laki itu. Hanya karena keluhan saya nyeri/kram di bagian perut. Saat itu saya sudah meminta untuk periksa ke poli kandungan. Itu cerita dulu. Semenjak peristiwa itu yang antri di bagian administrasi selalu suami. Nah kemarin, saya harus mandiri dan menghadapi semuanya sendiri.

Sekitar satu jam saya mengantri. E-boy mulai tampak lelah, berkeringat, wajahnya memerah. Sampai akhirnya saya melihat kursi kosong. Buru-buru saya dudukkan E-boy di sana. Saya? Tetap berdiri. E-boy mengeluh "bunda, Erdi lapar". Duh saya bingung harus bagaimana, tetap mengantri atau menuju toko. Akhirnya saya putuskan menunggu sebentar lagi.

Hanya kalimat "sabar ya Nak, bentar lagi bunda dipanggil". E-boy kasihan sekali. Tidak sedikit pun ia rewel. Duduk manis sambil diam. Sesekali saya peluk dan berujar sekali lagi "sabaaar yaaaa Nak". Sekali lagi. Sekali lagi. Dan entah berapa kali saya berujar demikian. Yang jelas level emosi saya sampai turun karenanya. Padahal semula saya ingin menendang-nendang apa yang ada.

Begitu urusan administrasi selesai, segera saya membawa E-boy ke toko. Yang diminta olehnya hanyalah sebuah bakpao dan sebotol minuman. Ternyata antri menunggu panggilan dokter tidak lama. Hanya 10-15 menit. Ya Allah, sebal sekali saya hari itu dengan bagian administrasi. Tetapi saya berterima kasih kepada E-boy.

Berterima kasih karena kesabarannya telah mengajarkan banyak hal buat bunda-nya. Berterima kasih atas sikap manisnya (meski sempat sedikit berulah di ruang periksa). Dan berterima kasih karena telah menjadi anaknya bunda. Bunda belajar tiada henti karenamu Nak...

Senin, 02 September 2013

Satu Mimpi yang Menjadi Nyata

Pagi ini cukup cerah dan seperti biasa burung-burung di pohon yang ada di teras bernyanyi gembira. Saya tak kurang gembiranya. Karena saya sedang menanti suami menghaluskan bumbu (ketawa renyah), E-boy juga sibuk tuh sama ayahnya menuang-nuang gula-garam ke dalam cobek... Lucu! Mereka kompak...

mengabadikan keindahan temaram senja
Berbicara mengenai mimpi, ini bukan mimpi semalam dua malam. Ada sebuah ucapan, doa, mantra, keinginan atau apapun itu istilahnya di jaman saya masih kecil (heiiii tulisan ini untuk menggenapi janji kepada seorang kawan). Waktu itu pertama kalinya saya berwisata ke tempat adem nan apik, Kebun Teh Wonosari Lawang.

Mengagumi keindahannya dan udaranya yang sejuk, dengan polosnya saya kecil berkata "suatu saat nanti pasti punya tempat tinggal di sini". Dan tahukah apa yang terjadi sekian belas tahun kemudian?! Saya akhirnya hampir tiap minggu ke Wonosari. Bukan tempat tinggal saya dan suami sih tetapi tempat tinggalnya ibuk-bapak.

Baru-baru ini saya tersadar... apa-apa yang menjadi impian kita, haruslah kita yakini. Jangan remehkan itu. Sekonyol-semustahil apapun. Suatu saat nanti pasti satu persatu akan mewujud nyata. Percayalah!

Minggu, 07 Juli 2013

Surga Mini

Awal bulan selalu dilalui dengan banyak jadwal. Karena kondisi jalan yang semakin sesak juga kondisi badan yang sedang tidak bersahabat juga memikirkan ada anak balita yang kudu sehat, akhirnya jadwal-jadwal itu harus dibagi dua. Tanggal 2-3 dilalui di jalan, nonstop. Pulang ke rumah hanya untuk koreksi dan menggunakan internet untuk setor nilai.

Ketika semua jadwal terlalui, spaneng, lelah, stres, tak mau lah memaksakan badan. Tanggal 3 sore, kami sampai di kebun teh, memutuskan tidak pulang ke rumah. Suasana sungguh mendung. Sempat hujan deras. Di saat ini lah saya merasakan damai yang sungguh menenangkan. Di luar sana hujan tersisa rintik-rintik.

Saya yang hanya bisa duduk santai bisa menikmati surga mini ini. Musik klasik bersanding rinai hujan, melihat anak yang mengejar-ngejar ayahnya yang berlatih in line skate. Di sudut yang lain ada kakek-nenek E-boy yang juga menikmati sore hari bersama. Jauh dari peradaban (gak amat sih) juga jauh dari penduduk. Damai!

Ternyata untuk refreshing itu tidak perlu biaya mahal, tidak perlu jauh-jauh. Hanya gunakan saja ketidak-biasaan dan manfaatkan apa yang ada. Malamnya? Saya tidur terbuai pemandangan kerlap-kerlip lampu Kota Malang dan esoknya dibangunkan oleh sinar mentari di ufuk timur. Benar-benar menyegarkan!!

Jumat, 28 Juni 2013

Membuat Playdough: Murahnya Berbahagia dengan Keluarga

playdough-nya sukses!
Kemarin adalah hari ulang tahun suami. Tidak seperti biasanya, kami hanya melewatkannya di rumah saja  karena kondisi dan situasi tertentu. Bagaimana caranya supaya rumah tetap ramai? Saya berinisiatif membuat playdough sendiri, mumpung persediaan tepung terigu masih berlimpah. Sebenarnya saya cukup ragu dengan resep yang saya dapatkan dari internet. Tetapi biar ramai di hari ulang tahun suami, maka diniatkan saja membuatnya.


suasana bermain playdough bersama
Bahan:
2 gelas tepung terigu
1 gelas garam
1 gelas air
2 sendok minyak goreng
beberapa pewarna makanan

Cara Membuat:
  • campur tepung terigu dan garam dalam sebuah wadah (saya suka menggunakan tangan)
  • tambahkan air sedikit demi sedikit sambil diuleni
  • setelah kalis dan membentuk bongkahan, tambahkan minyak goreng
  • bagi menjadi beberapa adonan
  • masing-masing adonan beri pewarna makanan
  • siap dimainkan
  • cara menyimpan: letakkan dalam wadah plastik tertutup dan simpan di kulkas (awet beberapa minggu rasanya)

dinosaurus dan aneka playdough warna-warni
Benar saja, cara membuat playdough ini sangat mudah, murah, sederhana, tak lupa AMAN! Tidak sampai lima menit, rumah sudah ramai dengan suara berebut ayah-anak. Saya aja yang mendengarnya sampai pusing. Eh ternyata siangnya kakek-nenek E-boy datang membawa bubur merah-putih, jadi semakin meriah lah suasana ulang tahun suami. Meski bukan acara pesta-pesta dan makan-makan mewah. Tetapi sudah sangat membahagiakan. Foto-foto hasil karya E-boy bermain playdough akan diunggah di blognya E-boy aja ya (berjudul Playdough Buatan Bunda).... Ssstttt... yang menghabiskan bubur merah-putihnya bukan yang ulang tahun loh. Coba tebak siapa yang menghabiskannya??


Sabtu, 01 Juni 2013

Jangan Parkir di Pinggir Jalan!

Malam-malam masuk angin...
Paling mantap menyantap yang panas-panas...
Sepiring nasi panas dan lauknya plus secangkir kopi panas menyeruak ke dalam lambung...

Mengantarkan saya bercerita sebuah dua buah kisah nyata yang beberapa waktu lalu sampai ke telinga mungil ini. Rasanya tak genap kalau tidak saya bagi di sini.

Kisah pertama saya dengar dari suami yang baru saja pulang dari bengkel. Tentang sebuah mobil yang rusak akibat terserempet sepeda motor. Sepeda motor tersebut oleng akibat tabrak lari oleh mobil lain. Sungguh malang pemilik mobil yang ada di bengkel tersebut. Diputuskan bersalah dan harus membayar 20 juta. Bukan nominal yang sedikit kan? Makanya kalau di jalan itu perbanyak doa. Semoga selamat dan aman dari masalah apapun (nasehat untuk diri sendiri).

Kisah berikutnya lebih mencengangkan lagi. Kalau kisah pertama, mobil yang rusak dalam kondisi dikendarai. Kali ini adalah cerita mobil yang diparkir di daerah dinoyo. Pemilik dan yang menceritakan kisah ini kepada saya sedang menikmati makan siang di sebuah warung. Tragis! Tiba-tiba ada sepeda nyelonong menabrak mobil yang diparkir di pinggir jalan itu. Pengendara sepeda meninggal. Salah siapa coba? Malang benar nasib pemilik mobil! Diharuskan membayar 15 juta dan dipenjara 3 (tiga) bulan. Duh, saya yang mendengar kisah ini jadi emosi berat.

Dan pada akhirnya saya bisa memahami kalau suami itu paling sulit parkir di pinggir jalan. Dulunya saya sering dongkol. Setiap ingin mampir ke warung apa gitu jadi tidak bisa karena suami menolak menepi dan memarkir si jeep di pinggir jalan. Sekarang ikhlas deh harus parkir di area parkir khusus. Meski harus berjalan kaki agak jauh yang penting masalah-masalah ajaib seperti dua kisah di atas tidak sampai kami hadapi.

So, pikir seribu kali ya kalau mau parkir di pinggir jalan..

Jumat, 24 Mei 2013

Berkawan dengan Stres

Tidak bisa dipungkiri, hidup selalu berdampingan dengan yang namanya stres. Kadarnya saja berbeda-beda. Dan saya ada di titik kulminasinya. Jujur diakui, saya jadi mudah marah. Terlebih menghadapi kelucuan E-boy. Tidak! Tak ada anak yang nakal dan bandel! Pelabelan semacam itu lah yang justru membentuk anak menjadi nakal, bandel, serta tak terkendali.

Kondisi di titik kulminasi stres, tidak hanya meruntuhkan kekuatan psikis-emosi. Tetapi fisik pun terseret dalam kondisi paling dasar. Sistem kekebalan tubuh ada di zona terbawah. Sudah seminggu ini saya terkena Urticaria/Kaligata/Biduran. Bukan gatal saja yang terasa, disertai sesak nafas, pun pada akhirnya terserang flu. Membuat saya berteriak pada E-boy siang ini.

Menyesaaaaal sekali!! Toh anak ngompol kan wajar. Mau ngompol siang kek atau malam sekalipun, itu masih kisaran wajar di usianya yang belum genap 4 tahun. Lalu mengapa reaksi saya sedemikian rupa teriaknya?? Yaaaaaa! Ini semua karena stres yang hampir-hampir tak bisa saya atasi. Bagaimana solusinya? Doa saja tidak cukup. Perlu pengalihan! Perlu penyegaran!

Di posisi saya sekarang, penyegaran tidak mungkin dilakukan. Tak ada tujuan pasti. Tak ada alat angkut. Memaksa menggunakan angkot? Bisa-bisa bukan penyegaran tapi tambahan penyakit susah nafas! Yang bisa dilakukan adalah sekedar curhat di media ini sambil mendengarkan berbagai genre musik (asal bukan dangdut). Saya pastikan ini bukan curhatan biasa...!

Mau tahu teknik pengalihan yang saya lakukan? Teknik ini saya ingat dari pesan seorang guru ketika duduk di bangku SMA. Jaman dulu beliau bercerita kalau punya hobi mengoleksi berbagai macam dan corak alat tulis. Ketika stres dan kejenuhan datang, semua koleksinya dikeluarkan, dibersihkan, dan kemudian ditata kembali. Dulunya saya mencontek teknik tersebut.

Berhasil? Tentu dong!! Pooh-pooh saya itu sangat menghibur. Membuat saya cerah kembali meski permasalahan yang membuat stres itu masih tetap ada. Tetapi dengan suasana hati yang segar, stres itu tidak terlalu menyiksa bahkan solusinya pun diketemukan. Sekarang, ketika saya sudah menjadi seorang ibu.... koleksi pooh tersimpan jauh di lokasi tersembunyi.

Saya tak leluasa lagi mengaksesnya. Lalu pengalihan model apa yang bisa dilakukan??? Ternyata jawabannya adalah aktivitas bersama anak. Kami mempunyai kecintaan yang sama. Berolah imajinasi dengan lego. Kegiatan yang tak kalah serunya adalah menata kembali kepingan lego yang ada. Menghitungnya dan memastikan tidak ada satupun yang hilang.

Teknik pengalihan pikiran dari stres menggunakan kepingan-kepingan lego dan melibatkan anak ini diluar dugaan dampaknya. Istilahnya sih double power lah ya... Anak senang dan kemampuannya dalam mengklasifikasikan barang menjadi terasah, plus kekuatan otot-motoris halusnya semakin maju pesat. Saya kembali ceria, tidak lagi gampang marah. Selalu ada cara untuk menyiasati kawan kita yang bernama stres itu.... Bagaimana cara Anda berkawan dengan stres? Semoga curhatan ini menginspirasi, Selamat berakhir pekan dengan bahagia!

Selasa, 14 Mei 2013

Sesosok itu....

Dulu,,,
Ketika saya masih sangat belia, tepatnya kanak-kanak. Keluarga saya sering kali menerima tamu. Terkadang tamunya tidak tahu waktu. Bisa pagi buta, bisa tengah malam, bisa kapanpun. Sebenarnya saya cukup terganggu. Jam istirahat atau jam belajar menjadi terdiskon. Area privasi tersenggol juga tatkala membantu mama menyiapkan aneka suguhan (kadang saya menolak! tipe anak pemalas sih).

Sudah direpotkan dengan berbagai suguhan dan senyum manis sepanjang menerima tamu, eh tamu tersebut terkesan buru-buru dan tidak kerasan. Saya menyimpulkan dari gelagat istri sang tamu yang selalu mengingatkan sudah berapa jam di sini, sudah jam berapa sekarang, harus ke tempat lain, dan seabrek alasan lain. Itu adalah sesosok yang kurang saya sukai di masa kecil yang terbawa hingga sekarang.

Oleh sebab itu, saya terbentuk menjadi seorang Vera yang membutuhkan sebuah janji terlebih dahulu untuk bertemu. Dan berusaha bertamu di jam-jam yang enak. Menempatkan diri dengan melihat situasi apakah empu rumah sedang repot atau tidak. Apakah anak-anak pemilik rumah terganggu atau malah senang dengan kehadiran kami. Menjaga agar kehadiran kami tidak sangat menganggu.

Namun,
Tidak semuanya berjalan seperti yang kita mau. Sesosok itu, sesosok yang kurang saya sukai itu menjelma dalam diri saya akhir-akhir ini. Dengan tidak adanya kendaraan dalam menyelesaikan segalah urusan, saya dan suami harus pintar-pintar membagi waktu. Naik angkutan umum maupun meminjam kendaraan adalah sama-sama pilihan yang tidak mengenakkan.

Waktu terbuang percuma di jalan. Sehingga dalam satu hari, demi menghemat energi dan waktu serta BBM, saya harus mengatur 5-8 target tujuan. Sukses semuanya? Tentu tidak!! Satu hingga tiga target bisa meleset. Ada banyak faktor. Dan saat di satu target, saya berkali-kali melirik jam. Membuat kalkulasi waktu, perjalanan ke target berikutnya membutuhkan berapa menit dan waktu singgah berapa menit.

Sungguh menyebalkan!! Beban tersendiri loh mengucapkan "sayang, sekarang sudah jam 3". Meski urusan belum selesai, harus dikemas secepat mungkin. Untungnya suami saya adalah tipe yang paham "kode". Tidak perlu saya mengulang dua-tiga kali sehingga kesan buru-buru dan tidak kerasan di sebuah tempat menjadi minimal. Semoga semua ketidak-nyamanan ini segera berlalu...


#Yang masih galau

Jumat, 12 April 2013

Eskalator: Emergency Stop Button

Hari ini dimulai dengan kelabakan!
Harus berangkat jam 7 pagi tet. Selain menyiapkan kepergian suami bekerja, saya pun harus berkemas untuk keperluan seharian saya+E-boy+nenek di jalan. Hari ini kami ada janji dengan dua dokter dan melihat pameran lukisan di Hotel Aria MOG (ceritanya ada di sini).

Arus lalu lintas yang padat (yah seperti biasanya lah) membuat kami sedikit terlambat di dokter yang pertama. Dokter kedua sih aman karena saya dapat antrian nomer tiga. Urusan periksa selesai. Masih sekitar jam 10 pagi, cukup pagi sebetulnya untuk bisa menghabiskan waktu di Hotel Aria MOG menikmati lukisan satu per satu.

Ternyata E-boy agak rewel. Saya sentuh dahinya dan terasa agak hangat. Waduh.... rencana belanja di MOG pun urung. Nenek dengan serta merta menggendong cucu tersayangnya. Kami buru-buru meninggalkan lokasi pameran. Menuju tempat parkir.

Kenapa bukan saya yang menggendong E-boy? Karena masih di bawah pengaruh obat bius *mewek*. Saat akan menaiki eskalator, ada firasat kecil. Kepala saya tertunduk mengamati tangga berjalan. Sekelebat "waduh rok panjang bisa tertarik/terjebak tangga berjalan nih". Kami menggunakan eskalator. Nenek tetap menggendong E-boy.

Lokasi Emergency Stop Button ada dua yaitu di awal dan di akhir eskalator (terletak di dekat lantai)

penampakan Emergency Stop Button

Kalau di awal saya merasa rok sayalah yang akan tersangkut, ternyata dugaan saya salah. Rok nenek yang tertarik. Memang sih ada satpam yang langsung membantu kami. Tetapi bantuannya tidak efektif. Hanya sebatas menarik-narik rok nenek yang semakin tersangkut.

Jujur saya memaki "goblok!!" melihat satpam itu. Tetapi untungnya gak sampai keluar dari mulut saya. Makian itu tertahan ada di dalam hati saja. Buru-buru saya mencapai anak tangga terakhir. Saya tekan tombol "STOP" dan akhirnya rok nenek bisa terlepas. Sungguh bersyukur saya mempelajari per-eskalator-an ini jauh-jauh hari.

Eskalator atau tangga berjalan biasanya didesain dengan tingkat keamanan yang cukup kok. Ada Emergency Stop Button di dua tempat, yaitu di bagian bawah (dekat lantai) permulaan dan ujung akhir eskalator. Tombol berwarna merah ini bila ditekan sewaktu-waktu akan bisa menghentikan eskalator. Bagi yang hobi nge-mall, ada baiknya suka mengamati eskalator dan menghafal letak Emergency Stop Button tersebut.

Jadi, kelak di kemudian hari bila Anda menyaksikan sesuatu yang bahaya di eskalator, misalnya sepatu/baju yang tertarik/terjepit di tangga berjalan, segera cari dan tekan tombol "STOP" yaaa.... Sehingga kecelakaan yang fatal bisa dicegah.

Senin, 08 April 2013

Berpetualang di Galeri Raos Batu

Dikelillingi oleh lukisan-lukisan menjadi kebiasaan selama 6 tahun terakhir. Berbagai pameran lukisan sekitar Malang-Surabaya sudah dinikmati. Mulai dari acara pembukaan pameran lukisan yang biasa-biasa saja hingga acara yang rada ekstrem semacam mempertontonkan body painting dengan model perempuan telanjang adalah lumrah.

di depan galeri, susah berpotret di sini karena posisinya di pinggir jalan

Darah seni (terutama seni lukis) mau tak mau menurun juga pada E-boy. Belum genap tiga tahun, E-boy bermain-main dengan cat minyak. Menghasilkan beberapa lukisan dalam kanvas berukuran kecil. Rasanya tak genap bila tidak mengajak si ganteng E-boy ke sebuah pameran seni. Kebetulan ajakan ke pameran seni datang dari neneknya E-boy.

Tanggal 23 Maret - 6 April 2013 yang lalu kami mendatangi pameran seni di Galeri Raos yang terletak di Jl. Panglima Sudirman no.6 Batu. Gratis! Hanya perlu menyisihkan uang Rp. 5.000,- untuk membeli katalog. Berikut dokumentasi yang berhasil didapatkan:

suasana di dalam galeri, tenang ya (padahal ramai juga pengunjungnya)

E-boy dan lukisan berjudul "Melihat wajah sejarah"

"Cerita Payung"
Entah mengapa hasil jepretan suami tidak sebagus biasanya. Padahal kamera dalam kondisi fit. Hasil foto-foto beberapa menit sebelumya masih bagus dan sangat tajam. Saya berasumsi mungkin karena pencahayaan di ruangan galeri ini yang mempengaruhi hasil jepretan kamera.

Pertama kali memasuki galeri, pandangan mata saya jatuh ke seorang gadis berpayung. Segera saya meminta suami untuk memotretkan saya dan E-boy di depan gadis berpayung. Tidak menyangka hasilnya begitu seram. Gadis tersebut seperti penampakan ya?! Ternyata inilah yang disebut seni instalasi. Dari lukisan dua dimensi digabung dengan payung (benda tiga dimensi) menghasilkan sesuatu yang seolah-olah hidup. Bravo! Suka sekali dengan karya Mas Iwan Yusuf ini.

Saya kutip tulisan menarik dari katalog:
Rumah adalah tempat kita bernaung. Tempat berlindung dari terik matahari dan curah hujan. Namun tidak sekedar itu saja, rumah merupakan ruang untuk mempersatukan keluarga. Membangun sebuah suasana untuk saling menyatu dan berbagi. Sumringah dan buramnya rumah tergantung pula bagaimana si penghuni dalam 'mewarnainya'.
Apapun bentuk rumahnya, semua hanya mengacu pada satu titik, rumah itu selayaknya mampu membangun suasana yang menyenangkan dan menenangkan.

Yang jelas seharian itu bisa mengobati kerinduan saya akan sebuah pameran seni. Sudah hampir 4 tahun tidak bergentayangan di dunia ini. Karena proses kehamilan-melahirkan-menjadi ibu baru. Senang bisa kembali memulai berpetualang ke pameran seni lagi. Semoga beberapa hari ke depan bisa menuliskan tentang pameran lukisan di Gedung Kesenian Malang, dalam rangka hari ulang tahun Kota Malang (yang semakin sesak). Sangat ingin mengunjungi acara tersebut! Ada lukisan nenek E-boy loh. Berdoa saja agar kesehatan saya kembali membaik. Mohon Doa-nya yaa Teman...

[cerita lengkap seharian ini bisa diintip di Berlibur Sederhana dalam Bahagia]

Jumat, 22 Maret 2013

Berkunjung ke Pameran Reptil

Bertepatan dengan hari jumat, hari di mana saya biasanya melakukan akhir pekan... Lho?? kan masih jumat siang menjelang sore? Buat saya, hari sabtu dan minggu itu lebih enak di rumah karena biasanya jalanan macet. Membuat acara keluarga menjadi tidak nyaman dan cenderung melelahkan.

Sudah lama sekali tidak menghabiskan akhir pekan di mall. Kebetulan kemarin saya membaca informasi tentang adanya pameran binatang di MOG di sebuah situs berita nasional. Saya sama sekali tidak tahu binatang apa saja yang ada. Beruntung bisa merayu bapak-ibuk sehingga bisa pergi beramai-ramai ke sana.

Kaget juga setelah sampai di MOG. Ternyata pamerannya spesifik untuk reptil. Waah.. sudah terlanjur di sini. E-boy juga antusias sekali. Sayang, suasana masih sedikit sepi. Padahal pameran ini berlangsung mulai 20 Maret hingga 24 Maret 2013. Beberapa hasil jepretan kamera bisa ditengok di bawah yaa....

cukup sepi kan suasananya?

iguana merah yang kata suami amat sangat tidak peduli kehadiran manusia, didekati tetap saja memejamkan mata, membuka mata sebentar dan kemudian mememjamkan mata lagi

ular ini sangat besar, beratnya mencapai 80 kg.. wajar kalau hanya ditempatkan di terarium saja

kura-kura mini yang harganya bikin kepala puyeng (1,7 jt), untung E-boy tidak memintanya

prairie dog, saya tidak bisa mendapatkan hasil jepretan yang bagus, dia aktif bergerak tampak stres

common snapper yang kata suami (lagi-lagi) bisa bertumbuh sangat besar (sekitar 50 cm) dan bila menggigit bisa membuat jempol putus (mungkin lidahnya bisa bergerak fleksibel seperti cacing, silakan browsing sendiri)

tidak ingat nama hewan ini (maaf)

kiri: savannah monitor (savmon), kanan: tegu

proses ayah dan anak penasaran dengan makhluk-makhluk ini, didekati, dilihat, akhirnya dielus juga hihihihi...

kepala E-boy dicium savmon (seolah-olah kok)

aksi melantai duo E-boy dan savmon

anak pemberani!

kadal berduri inceran suami, tidak membeli karena suami sudah tidak punya waktu memeliharanya

saya, E-boy, dan sugar glider yang teramat imut

E-boy ingin berfoto dengan sugar glider di pundak (terkabul nak!)

Waaah... luar biasa siang menjelang sore tadi. Banyak pengalaman!! Kulit savmon yang teraba sangat unik. Corak motif kulit reptil ini luar biasa semua. Di antara jajaran reptil, saya cukup beruntung menemukan landak mini dan sugar glider. Ingin rasanya mengadopsi sugar glider yang imut itu. Tetapi harga dan segala kebutuhannya belum tersedia. Jadinya hanya sekedar berfoto dan mengelus-elusnya saja. Koko dan Cece pemiliknya pun sangat ramah...., saya dan E-boy dikiranya adik-kakak (hihihihihi kejadian lagi).

E-boy bersemangat mendorong troli belajaan nih
Akhirnya saya membawa pulang seekor landak mini betina yang salt and pepper. Tentunya setelah transaksi adopsi, saya harus menitipkan dulu di pemilik sebelumnya karena akan berbelanja mingguan dulu. Coba lihat foto di atas, E-boy bersemangat mendorong troli. Hatinya girang luar biasa berkenalan dengan begitu banyak hewan dan berhasil memiliki seekor landak mini yang lucu, imut dan menggemaskan. Kami memberinya nama Landak Coco (cara perawatannya klik di sini).

Ini cerita akhir pekan kami yang membahagiakan... Semoga akhir pekan Anda semua demikian adanya. Sampai jumpa di cerita berikutnya, terima kasih sudah mampir di sini.