Kamis, 06 Maret 2014

Pancake Durian: Refleksi Ibu Tidak Berkerja

pancake durian
Tidak bekerja sudah menjadi pilihan saya. Bukan perkara mudah memutuskan untuk berhenti beraktivitas di luar rumah. Tentunya setelah dipikir masak-masak. Harus bisa menerima segala kebaikan dan berdamai dengan berbagai bentuk ketidak-baikkan seorang ibu tidak bekerja. Apakah saya menyesal? Tidak sedikit pun. Pandangan, komentar, serta cibiran sudah tidak mengganggu kalbu saya lagi. Dulunya, saya jadi geram setiap mendengar kalimat-kalimat "yakin lu nganggur doang di rumah?" atau "ntar lu tambah bego loh kalau cuma di rumah aja" atau "ya ampun.. dunia lu gelap amat".

Saya sebal dan geram karena pernyataan mereka itu hanya berdasarkan sudut pandang mereka saja. Tidak melihat bagaimana sesungguhnya kehidupan saya. Padahal saya jauh lebih sehat dan jauh lebih bahagia ketika memutuskan untuk di rumah saja. Apalagi ketika satu persatu anak-anak hadir. Melengkapi sempurnanya biduk rumah tangga. Semburat warna yang ada semakin merona. Memberikan yang terbaik buat anak sungguh tak tergantikan. Lalu apakah saya nganggur saja di rumah? Apakah saya bertambah bego? Dunia saya gelap gulita?

Dengan jujur saya menjawab bahwa saya tidak menganggur di rumah. Perkejaan domestik banyak. Bahkan beberapa pekerjaan kecil suami bisa saya kerjakan. Semacam koreksi hasil ujian mahasiswa, membuat laporan keuangan untuk penelitian A-Z. Membantu belanja keperluan pelatihan, dll yang berkaitan dengan pekerjaan suami. Boleh lah disebut sebagai asisten/sekretaris (paling) handal-nya suami. Gak ada nganggur-nya tuh. Malah banyak kekurangan waktu. Kekurangan tenaga untuk menyelesaikan semuanya. Ini yang dikatakan semangat dan energi tidak sebanding dengan pekerjaan.

Mengenai bego atau enggak... Biarlah anak-anak saja yang jadi buktinya. Ketika satu-dua-tiga teman saya yang statusnya adalah ibu bekerja mengeluh: kenapa anaknya begini, kenapa begitu.... Saya bersyukur sekali tidak mengalami hal-hal yang dikeluhkan tersebut. Saya bisa punya banyak kesempatan dan waktu untuk mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan tumbuh-kembang anak. Saya bertambah pintar dalam hal mengasuh anak. Merawat anak yang sedang sakit sudah menjadi keahlian saya. Minat-minat di bidang lain juga bisa tergali. Hobi-hobi tersalurkan dengan puas. Lalu "apakah dunia saya gelap?". Tolong simpulkan sendiri yaa....

Bekerja bukan melulu masalah uang. Saya membaca puisi indah tentang bekerja karya Kahlil Gibran di sini, saya petik sedikit ya:
 jikalau kau bekerja dengan rasa cinta,
engkau menyatukan dirimu dengan dirimu,
kau satukan dirimu dengan orang lain, dan sebaliknya,
serta kau dekatkan dirimu kepada Tuhan
Saya yang memutuskan tidak bekerja ini berusaha untuk tidak memusingkan masalah uang. Tetapi, bila berhadapan dengan anak-anak yang notabene masih berupa raja dan ratu egois, maka uang bisa menjadi sedikit rumit. Orang tua mana yang tidak ingin memenuhi semua kebutuhan atau keinginan anak-anaknya? Beberapa hari ini putra sulung saya merengek-rengek meminta pancake durian. Jenis jajanan ini bukan jajanan yang bisa dibeli sewaktu-waktu. Harganya cukup menguras isi dompet lah ya...

Sebagai ibu, saya berusaha membuat anak-anak mengerti bahwa uang tidak mudah didapat. Harus bekerja dulu untuk bisa memenuhi kebutuhan hidup. Harus menabung untuk bisa memenuhi keinginan sekunder atau tersier. Dari rengekan putra sulung saya tersebut, yang sesuai dengan judul di atas: pancake durian, saya selipkan pesan moral. Berikut percakapan yang terjadi kemarin pagi dan dilanjutkan siang tadi... [S: saya, E: putra sulung]
E: "bunda, Erdi mau pancake durian"
S: "bunda gak punya uang sayang, pancake durian kan mahal."
E: "harus punya! bunda punya uang loh!"
S: "oke, bunda kerja dulu ya untuk cari uang. Biar mas Erdi bisa beli pancake durian."
E: "mmmm...." sambil berfikir
S: "mas Erdi jaga adik Ecio di rumah ya, bunda mau cari uang yang banyak."
E: "jangan...." lalu memeluk saya
S: "trus? mas Erdi kan mau beli pancake durian, uangnya dari mana coba?"
E:  "uang dari ayah aja.. biar ayah yang kerja. Bunda gak usah kerja, di rumah aja sama Erdi sama adik" pelukannya semakin erat
Pagi itu pun kami berpelukan sambil senyum-senyum bersama. Detik itu putra sulung saya belajar tidak lagi merengek. Belajar menerima alasan. Karena berpisah tiap hari dari ayah yang bekerja cukup tidak menyenangkan. Waktu bermain dengan ayahnya jadi sangat terbatas.

Dan siang ini, saya mulai sibuk membuat perincian dana yang akan disetor ke montir di hari berikutnya. Banyak hal yang perlu disiapkan. Mulai dari pakaian, bekal, nota, kuitansi, dan uang (tentunya) yang terbagi ke dalam amplopnya masing-masing. Cukup pusing lah ya mengelola uang. Perlu konsentrasi besar agar uang terhitung benar dan tidak terselip. Putra sulung saya sudah lebih dewasa. Sudah lebih mengerti akan kesibukan bunda-nya. Memberi saya waktu dan ruang untuk fokus menyiapkan segala keperluan untuk esok pagi. Esok di mana kami berempat menghabiskan sepanjang hari di jalanan, memenuhi banyak target. 
S: "bunda kerja dulu ya sayang."
E: "kerja di mana bunda?" menatap saya, mulai bingung, kuatir ditinggal di rumah
S: "di depan komputer sayang, di depan buku" sambil menunjuk-nunjuk notes dan kuitansi plus amplop-amplop
E: "iya bunda" lalu meninggalkan saya yg mulai sibuk mencatat dan menghitung uang
Kemudian saya hilir mudik memasukkan amplop, kuitansi, alat tulis , baju-baju untuk dua anak, camilan, dan banyak barang lagi ke dalam beberapa tas (enak kali ya kalau punya caravan).

Biasanya saya harus begadang. Bekerja dan menyiapkan segala keperluan bepergian di malam hari agar tidak diganggu si sulung. Tetapi sekarang, semuanya semakin mudah. Tidak tahu juga kalau nanti si bungsu berumur 2-3 tahun he he he.... Sekian cerita saya. Setiap keputusan, baik itu ibu bekerja atau tidak, selalu ada sisi positif dan negatifnya. Kalau sisi-sisi positifnya bisa kita terima dengan berbahagia.. maka pintar-pintarlah berdamai dengan segala sisi negatifnya. Tak ada yang sempurna. Tak ada yang lebih baik dari yang lain. Mau bekerja atau tidak, sesuaikan saja dengan kondisi masing-masing keluarga.

Selamat menanti akhir pekan yang indah yaaa...

0 comments: