Selasa, 28 Agustus 2012

Kunci Gembok itu..

Tidak ada yang sempurna. Begitu pun saya. Setelah melewati betapa melelahkan-nya peristiwa mudik, lelah fisik dan batin. Lima kali mudik masih belum membuat saya terbiasa. Banyak kejutan di sana-sini. Ada yang biasa. Ada yang luar biasa. Persiapan sebelum hari raya tidak bisa dikatakan sederhana. Beberes setelah hari raya juga tidak seringan biasanya. Pendek kata, sepanjang ramadhan hingga lebaran kemarin teramat menguras tenaga. Hari ini saya merampungkan semua hal. Sisa-sisa lebaran kembali rapi. Toples-toples beserta cucian baju kotor bisa dikatakan hilang dari pandangan mata. Namun sayangnya, kondisi badan saya akhirnya protes. Beberapa hari merasakan pusing dan mual. Dan tadi siang saya mulai cenut-cenut di bagian rahang sebelah kiri. Menjalar menjadi migrain. Sebelum semua rasa bertambah parah, sebutir paracetamol 500 mg masuk ke dalam perut. Melambatkan irama dinamika saya sebagai seorang istri dan ibu yang multifungsi. Sekitar jam dua siang adalah puncak teler. Mata tidak bisa terbuka. Sebenarnya sudah tidak ada pekerjaan rumah. Sudah selesai semuanya. Erdi juga sedang tidur siang. Rasanya ingin tidur memejamkan mata. Tetapi pikiran melayang ke pintu pagar. Bagaimana kalau suami pulang dan tidak ada yang membukakan pintu pagar. Menahan efek paracetamol itu rasanya ajaib. Di antara sadar tak sadar, Erdi mulai bangun. Kasihan sekali dia tak punya teman bermain. Caranya membangunkan saya cukup santun dan mesra. Diciumi pipi saya berkali-kali. Tapi tak jua saya beranjak dari posisi baring-baring terbius obat. Dengan langkah gontai saya mencari kunci pagar. Saya serahkan kepada Erdi dengan pesan sederhana "Erdi, nanti kalau ayah pulang, kuncinya kasih ke ayah ya"... Dan saya pun amblas bablas ke alam mimpi. Agak kuatir kunci dijadikan mainan dan hilang nyelip di mana. Kekhawatiran itu pun kalah oleh rasa kantuk..

Suara khas suami membangunkan saya. Sebentar saja sih. Hanya cukup untuk mendengarkan kronologisnya masuk ke dalam rumah. Ternyata Erdi telah melaksanakan pesan sederhana saya dengan cara yang sempurna. Ketika suara sepeda motor ayah terdengar dari kejauhan, Erdi langsung membuka pintu dan memberikan kunci untuk membuka gembok pagar ke ayah. Kurang lebih percakapannya seperti ini:
Erdi: "ayaaah" (memberikan kunci)
Ayah: "loh, bunda mana?"
Erdi: "bunda sakit?"
Ayah: "sakit apa?"
Erdi: "sakit punggung" (asal aja jawabnya)
Setelah mendengar itu semua, saya tertawa ringan dan kembali teler.. Tidur sesorean lagi. Meninggalkan suami yang masih keheranan dan takjub akan kepatuhan Erdi menjalankan pesan saya (kunci tidak hilang seperti kekhawatiran saya sebelumya). Ternyata pelukan hangat dari anak dan suami bisa menjadi obat penyembuh mujarab. Tidak perlu sempurna untuk menjalani kehidupan yang bahagia. Ketidaksempurnaan-ketidaksempurnaan kecil tidak perlu dijadikan bukit penyesalan. Semoga kita selalu bahagia apapun kondisi yang sedang menimpa kita.

0 comments: