Senin, 13 Mei 2013

Insiden Cicak

Jumat malam kemarin suami pergi ke Taman Nasional Alas Purwo (TNAP). Saya sudah menduga pasti tidak ada sinyal. Sudah kesekian kalinya kami ditinggal berdua di rumah. Saya dan E-boy bahu membahu berusaha saling membantu. Saya berusaha tidak terlalu capek dan menjaga emosi. E-boy berusaha tidak rewel dan tidak cerewet.

Saya jingkrak-jingkrak kegirangan di sabtu pagi ketika sms dari suami masuk. Ternyata di daerah-daerah tertentu ada sinyal. Sehingga kami bisa sedikit komunikasi. Tentunya sms-sms ini hanya terjadi di pagi hari saja sebelum aktivitas suami dimulai atau ketika suami ada waktu luang setelah beraktivitas. Tetapi ada sesuatu yang mengganggu pikiran saya.

Minggu pagi tiba dan mungkin saya agak kelelahan juga. Semua yang saya kerjakan sedikit error. Mulai dari air yang tumpah saat masak, kemudian lutut saya terkena setrika panas. Ini akibatnya kalau bekerja sambil melamun. Gak ada yang beres. Siapa yang dilamunkan coba kalau bukan suami?! Haayoooo... gak mungin orang lain kan!

Selepas maghrib (kenapa selalu maghrib ya emosi diuji??) E-boy mulai pecicilan tiada terkendali. Mungkin karena dua hari sebelumnya itu energi E-boy yang berlebih tidak tersalurkan (baca: tidak ada teman gulat) maka mengajak saya bermain bola di kamar. Bola kecil sih. Dilempar-lempar, ditendang-tendang tak beraturan ke sana ke mari.

Wooooooiiii anak ganteng, bunda sudah lelah sangat dan perut mulai terasa rewelnya. Diafragma mulai nyut-nyutan juga terasa perih di bagian lutut yang terkena setrika panas itu. Eh tiba-tiba ada bola nyasar ke muka saya. Kontan saya menutup muka dengan tangan merasakan sakit dan pusingnya. E-boy tampak kaget juga atas ketidak-sengajaan itu.

Jujur nih: saya emosi berat!! Bentakan sudah di ujung lidah. Mata berniat melotot sempurna. Tetapi apa yang saya dengar berikutnya membuat semua emosi lenyap. "Gak apa-apa..... gak apa-apa... tenaaaang... tenaaaang...", saya buka mata dan melihat ekspresinya yang seakan tak terjadi apa-apa dan tanpa rasa bersalah sedikitpun.

Akhirnya saya tertawa gemas sambil memukul lembut kepala E-boy dengan guling. Kami tertawa bersama. Dooooh.... Beberapa menit kemudian E-boy sibuk dengan lego-nya. Entah membuat apa. Saya sih menikmati sajian IMB. Sambil rebahan dan berharap suami segera pulang. Rasanya sudah habis energi ini mengurus bocah semata wayang.

Insiden cicak terjadi sekitar pukul 9 malam. Kurang lebih lah ya. Sudah berkali-kali saya meminta E-boy tidur. Tapi tidak digubris. Tetap saja heboh dengan beberapa mainan. Ada saja yang diimpor dari ruangan depan ke kamar. Hingga E-boy ingin BAK. Sebelum ke kamar mandi, E-boy sudah teriak "bunda.... ada cicak!!"

Iya, saya tahu. Ada bayi cicak jalan dengan manisnya di lantai. Saya yang tidak seberapa suka dengan cicak hanya melihatnya dan mencoba mengusir cicak tersebut. Eh setelah E-boy kembali dari kamar mandi dan akan memakai celananya. "Bundaaaa lihaaaaaaatttt....... ada cicak" sambil menyodorkan telapak tangan kirinya.

Seketika saya teriak-teriak bagai kesetanan. Tuduhan awal saya adalah "E-boy ini nakut-nakuti emaknya aja sih". Eh ternyata E-boy ikutan panik. Dia yang tadinya tersenyum manis berubah sesengukan, matanya memerah, tidak tahu apa yang harus dilakukan. Maaf Nak, bundamu ini tidak semaskulin ayah. Yang akan bilang "oiya, cicaknya lucu ya... ayok dipelihara!"

Saya masih panik tapi sudah tidak teriak lagi. Bingung juga gimana caranya membuang cicak di telapak tangan E-boy.  Saya sambar apa yang ada (tutup wadah plastik) untuk melempar cicak dari tangan E-boy. Kasihan bocah ganteng! Setelah terbebas dari cicak, dianya langsung memakai celana dan nyempil di pojokan kasur.

Ya Allah saya merasa bersalah sekali telah membentaknya berkali-kali. Kayaknya saya ini penakut sekali. Pelukan hangat saya berikan, saya minta maaf dan berusaha menjelaskan kalau bundanya ini sedikit ngeri dengan cicak. Wajah E-boy tampak sedih tetapi dia berusaha melihat cicaknya tadi. Daaaan.... si cicak telah tewas dikerumuni semut.

Semakin bersalah rasanya!

0 comments: